Jakarta: Sejumlah regulasi otomotif di tahun 2021 mendapatkan banyak perubahan dan disesuaikan dengan kondisi yang ada sekarang. Pemerintah inginkan pasar otomotif kembali bergairah setelah pandemi Covid-19 di tahun 2020 dan bisa beradaptasi terhadap perkembangan teknologi di masa depan.
Hal ini tidak terlepas karena sektor industri otomotif sebagai salah satu sektor prioritas yang berkontribusi menggerakan perekonomian nasional. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pernah mengatakan, sektor industri otomotif menyumbangkan nilai investasi sampai Rp 99,16 triliun per tahunnya dan menyerap 1,3 juta tenaga kerja. Tak heran jika otomotif mendapat perhatian besar dari pemerintah.
Demi mendukung pemulihan industri otomotif usai dihantam pandemi Covid-19, pemerintah pun memberikan banyak insentif seperti program diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) dan pengenaan pajak kendaraan berdasarkan emisi gas buang.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP)
Relaksasi PPnBM diberikan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.010/2021 yang mengatur pemberian insentif untuk segmen ≤1.500 cc kategori sedan dan 4x2 dengan komponen pembelian dalam negeri (local purchase) paling sedikit 70 persen.
Setelah itu, pemerintah mengeluarkan PMK Nomor 31/PMK.010/2021 dan memperluas insentif PPnBM dengan menambah cakupan kendaraan bermotor yaitu segmen 4x2 dan 4x4 untuk segmen 1.500 cc s.d. 2.500 cc dan local purchase paling sedikit 60 persen. Perluasan dilakukan untuk menambah daya dorong kebijakan dalam menstimulasi konsumsi masyarakat.
Pemerintah melalui PMK Nomor 77/PMK.010/2021 kemudian memperpanjang masa insentif PPnBM 100 persen untuk kendaraan <1.500 cc sampai Agustus 2021 setelah melihat dampak positif kebijakan yang telah diberikan.
Setelah itu, dalam PMK 120/PMK.010/2021, besaran insentif diskon PPnBM Kendaraan Bermotor yang semula diberikan dari Maret hingga Agustus 2021 diperpanjang menjadi hingga Desember 2021.
"Ini (dana) yang dianggarkan dalam PPnBM DTP Rp2,99 triliun, hampir Rp3 triliun. Realisasinya (terserap) Rp1,73 triliun dan dinikmati oleh 6 pabrikan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat di GIIAS 2021.
Pajak Kendaraan Berdasarkan Emisi Gas Buang
Pemerintah sudah mengatur ulang skema Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) mobil yang dipasarkan per 16 Oktober 2021. Kondisi ini nyatanya menjadi angin segar bagi sejumlah model kendaraan, termasuk mobil sedan, karena pajak yang ditanggungnya mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas PP Nomor 73 Tahun 2019, pajak PPnBM yang ditanggung oleh model sedan kini setara dengan model MPV, city car, hatchback, dan sejumlah model lainnya mulai dari 10 persen. Padahal sebelum berlakunya peraturan ini, PPnBM yang ditanggung sedan sebesar 30-125 persen (tergantung kapasitas mesin).
Meski demikian, segmen Low Cost Green alias LCGC terkena dampaknya yakni kehilangan keistimewaan PPnBM 0 persen dan kini dikenakan pajak 3 persen. Insentif bebas PPnBM hanya difokuskan untuk mobil listrik murni dan FCEV.
Sebagai contoh kasus untuk mobil bermesin di bawah 3.000 cc akan dikenakan tarif PPnBM, sebesar 15 persen. Namun ketika di test tingkat efisiensinya di atas 15,5 kilometer per liter atau hitungan emisi CO2-nya di atas 150 gram per km, biaya tarifnya akan lebih mahal. Ada juga akan dikenakan PPnBM sebesar 25 persen atau 40 persen jika emisi CO2 di 200-250 gram per liter atau lebih dari 250 gram per liter.
Ini juga berlaku untuk kendaraan bermesin 3.000 sampai 4.000 cc, sampaI mobil diesel di bawah 3.000 cc. Namun perlu dicatat, untuk mobil yang mendapatkan relaksasi PPnBM 100 persen termasuk LCGC dikecualikan sampai penghujung 2021. Di luar itu, salah satunya mobil sedan sudah menerapkan aturan ini.
PP 74 juga mengatur soal pengenaan pajak baru turunan PPnBM di kendaraan bermotor ramah emisi yang terbagi sebagai kendaraan listrik murni, fuel cell electric vehicle (FCEV), hingga plug-in-hybrid (PHEV).
Besaran yang dikenakan bervariasi, misalnya mobil listrik murni dan FCEV dikenakan tarif PPnBM 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak atau DPP sebesar 0 persen dari harga on the road.
Jakarta: Sejumlah regulasi otomotif di tahun 2021 mendapatkan banyak perubahan dan disesuaikan dengan kondisi yang ada sekarang. Pemerintah inginkan pasar otomotif kembali bergairah setelah pandemi Covid-19 di tahun 2020 dan bisa beradaptasi terhadap perkembangan teknologi di masa depan.
Hal ini tidak terlepas karena sektor industri otomotif sebagai salah satu sektor prioritas yang berkontribusi menggerakan perekonomian nasional. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pernah mengatakan, sektor industri otomotif menyumbangkan nilai investasi sampai Rp 99,16 triliun per tahunnya dan menyerap 1,3 juta tenaga kerja. Tak heran jika otomotif mendapat perhatian besar dari pemerintah.
Demi mendukung pemulihan industri otomotif usai dihantam pandemi Covid-19, pemerintah pun memberikan banyak insentif seperti program diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) dan pengenaan pajak kendaraan berdasarkan emisi gas buang.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP)
Relaksasi PPnBM diberikan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.010/2021 yang mengatur pemberian insentif untuk segmen ≤1.500 cc kategori sedan dan 4x2 dengan komponen pembelian dalam negeri (local purchase) paling sedikit 70 persen.
Setelah itu, pemerintah mengeluarkan PMK Nomor 31/PMK.010/2021 dan memperluas insentif PPnBM dengan menambah cakupan kendaraan bermotor yaitu segmen 4x2 dan 4x4 untuk segmen 1.500 cc s.d. 2.500 cc dan local purchase paling sedikit 60 persen. Perluasan dilakukan untuk menambah daya dorong kebijakan dalam menstimulasi konsumsi masyarakat.