Jakarta: Strategi perang harga masih menjadi senjata utama pabrikan mobil listrik, terutama yang berasal dari China, dalam menggaet konsumen di Indonesia. Namun pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai pendekatan ini mulai menunjukkan batas efektivitasnya seiring pertumbuhan pasar yang semakin dewasa.
“Di tahap awal, seiring lonjakan penjualan EV (electric vehicle) sebesar 153 persen pada 2024 yang banyak didominasi merek asal China, dengan harga yg kompetitif dan fitur yang lengkap.
Hal ini menunjukkan bahwa harga kompetitif, ditambah insentif pemerintah, mampu menarik minat pasar,” kata Yannes saat dihubungi Antara.
Harga yang terjangkau dengan fitur lengkap memang masih sangat relevan dengan karakteristik konsumen Indonesia yang mengedepankan value for money dalam pengambilan keputusan.
Namun demikian, ketergantungan semata strategi harga diprediksi tidak cukup untuk mempertahankan momentum pertumbuhan jangka panjang.
“Namun seiring berkembangnya pasar, efektivitas perang harga sebagai satu-satunya strategi mulai menurun, sehingga produsen perlu menggabungkannya dengan pendekatan yg lebih holistik seperti edukasi konsumen, peningkatan layanan purnajual, penguatan citra merek, serta dukungan terhadap infrastruktur dan ekosistem EV,” imbuhnya.
Menurut Yannes, aspek-aspek seperti garansi produk, kontrol kualitas komponen utama – terutama sistem kontrol dan baterai menjadi semakin krusial dalam membangun kepercayaan pasar terhadap kendaraan listrik.
Konsumen kini mulai menunjukkan perubahan perilaku yang lebih rasional dan cermat dalam menilai kendaraan.
“Konsumen tidak lagi hanya fokus pada harga beli, tetapi mulai mempertimbangkan Total Cost of Ownership (TCO), efisiensi energi, garansi baterai, kualitas komponen, serta reputasi merek dan layanan purnajual,” kata dia.
Lebih lanjut, strategi multidimensi dinilai sebagai kunci bagi para produsen untuk tidak hanya memenangkan persaingan harga, tetapi juga menciptakan kepuasan dan loyalitas konsumen yang berkelanjutan.
"Pendekatan multidimensi ini menjadi kunci untuk mempertahankan pertumbuhan dan memperluas adopsi EV secara berkelanjutan," Yannes menambahkan.
Jakarta: Strategi perang harga masih menjadi senjata utama pabrikan
mobil listrik, terutama yang berasal dari China, dalam menggaet konsumen di Indonesia. Namun pengamat otomotif dari
Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai pendekatan ini mulai menunjukkan batas efektivitasnya seiring pertumbuhan pasar yang semakin dewasa.
“Di tahap awal, seiring lonjakan penjualan EV (electric vehicle) sebesar 153 persen pada 2024 yang banyak didominasi merek asal China, dengan harga yg kompetitif dan fitur yang lengkap.
Hal ini menunjukkan bahwa harga kompetitif, ditambah insentif pemerintah, mampu menarik minat pasar,” kata Yannes saat dihubungi Antara.
Harga yang terjangkau dengan fitur lengkap memang masih sangat relevan dengan karakteristik konsumen Indonesia yang mengedepankan value for money dalam pengambilan keputusan.
Namun demikian, ketergantungan semata strategi harga diprediksi tidak cukup untuk mempertahankan momentum pertumbuhan jangka panjang.
“Namun seiring berkembangnya pasar, efektivitas perang harga sebagai satu-satunya strategi mulai menurun, sehingga produsen perlu menggabungkannya dengan pendekatan yg lebih holistik seperti edukasi konsumen, peningkatan layanan purnajual, penguatan citra merek, serta dukungan terhadap infrastruktur dan ekosistem EV,” imbuhnya.
Menurut Yannes, aspek-aspek seperti garansi produk, kontrol kualitas komponen utama – terutama sistem kontrol dan baterai menjadi semakin krusial dalam membangun kepercayaan pasar terhadap kendaraan listrik.
Konsumen kini mulai menunjukkan perubahan perilaku yang lebih rasional dan cermat dalam menilai kendaraan.
“Konsumen tidak lagi hanya fokus pada harga beli, tetapi mulai mempertimbangkan Total Cost of Ownership (TCO), efisiensi energi, garansi baterai, kualitas komponen, serta reputasi merek dan layanan purnajual,” kata dia.
Lebih lanjut, strategi multidimensi dinilai sebagai kunci bagi para produsen untuk tidak hanya memenangkan persaingan harga, tetapi juga menciptakan kepuasan dan loyalitas konsumen yang berkelanjutan.
"Pendekatan multidimensi ini menjadi kunci untuk mempertahankan pertumbuhan dan memperluas adopsi EV secara berkelanjutan," Yannes menambahkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)