Mahasiswa melakukan aksi demo pengecaman aksi teror yang terjadi di Jakarta dengan menyalakan lilin. (foto: Antara/M Risyal Hidayat)
Mahasiswa melakukan aksi demo pengecaman aksi teror yang terjadi di Jakarta dengan menyalakan lilin. (foto: Antara/M Risyal Hidayat) ()

Tragedi Sarinah dan Penanggulangan Teror

18 Januari 2016 14:31
Wawan H, Purwanto Pengamat terorisme
 

AKHIR Desember 2015, tanda-tanda aksi di Indonesia telah diperingatkan pihak intelijen melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Kapolri, Badan Intelijen Negara, TNI, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
 
Peringatan itu menjadi pemicu keadaan guna mengantisipasi ancaman terhadap keamanan nasional yang ditingkatkan menjadi siaga satu.
 
Aksi teror sudah diprediksi mengingat adanya misi Musim Semi Asia Tenggara dan Indonesia. Di sisi ini, Indonesia sebagai negara yang memiliki pengaruh Islam, dari segi jumlah penduduk muslimnya, telah membuat pihak berwenang mempersiapkan diri, terus mengawasi, mencegah, dan mengatasi berbagai pergerakan kelompok teroris, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri, termasuk antisipasi kedatangan WNI yang kembali dari Suriah.
 
Dengan adanya prediksi itu jajaran intelijen telah melakukan koordinasi dengan aparat keamanan.
 
Karena itu, pada Desember lalu beberapa gembong teror di Pulau Jawa pun telah ditangkap.
 
Bahkan pada 9 Januari 2016, Badan Intelijen Negara juga telah memberi peringatan serangan, tetapi urung terjadi.
Akhirnya mereka menyerang di 14 Januari 2016.
 
Memang sulit untuk menentukan jam D-nya karena hanya pelakunya sendiri yang tahu kapan dan mengubah waktu tatkala penjagaan ketat.
 
Namun, perlu diapresiasi kecepatan aparat meredam serangan dalam waktu kurang dari empat jam.
 
Perkembangan kelompok teror mengalami perubahan dipicu oleh keberadaan WNI yang telah kembali dari Suriah sekaligus adanya hasil rekrutmen anggota kelompok baru, yang marak dilakukan melalui jejaring sosial dan kelompok menggunakan landasan agama.
 
Kelompok teroris termasuk pelaku bom di Sarinah oleh pihak intelijen telah diawasi pergerakannya sejak beberapa bulan lalu.
 
Putus asa
 
Jika diteliti dari kronologi kejadian peledakan bom dan granat di Sarinah, dapat diketahui bahwa pelaku ialah anggota kelompok teroris yang masih belum mahir benar.
 
Kedua pelaku peledakan bom pada tragedi itu tampak mengaktifkan pin lalu kemudian menghabisi nyawa diri mereka.
 
Ini sebuah tanda bahwa kedua pelaku telah sampai pada titik putus asa karena aksi tidak sesuai harapan.
Beberapa sumber informasi dan beberapa bukti menyebutkan Islamic State (IS) terlibat pada aksi itu.
 
Pihak aparat keamanan dalam dua hari ini pascateror Sarinah telah menangkap beberapa terduga teroris lainnya di balik tragedi Sarinah, baik kelompok di Pulau Jawa maupun di pulau lainnya seperti Kalimantan dan Sulawesi.
Penyandang dana serangan teror di Sarinah yang menewaskan 7 orang dan 19 orang luka ini masih diburu.
 
Polri, Badan Intelijen Negara dan seluruh kekuatan intelijen, TNI, serta BNPT tengah melanjutkan pengembangan penelusuran terkait serangan model IS di kawasan Sarinah tersebut.
 
Polri dan Badan Intelijen Negara, TNI serta BNPT selama akhir tahun berhasil menggagalkan rencana pengeboman dengan menangkap teroris di Bekasi, Solo, dan lain-lain.
 
Pengenalan dan pengejaran terhadap teror terkait ISIS ini pun diduga berafiliasi dengan jaringan yang sudah ada di Indonesia.
 
Dukungan terhadap IS oleh kelompok radikal bukan hal baru.
 
IS muncul pada Mei 2014.
 
Serangkaian selebaran dukungan terhadap ISIS secara implisit dan eksplisit merebak di wilayah benteng pendukung radikalisme, yakni Cianjur, Bekasi, Solo, Temanggung, Riau, Poso, Jakarta, Ciputat, Sukabumi, Bima, dan bahkan di beberapa tempat lain seperti Malang.
 
Hanya karena berkat kesigapan aparat Polri, BIN, TNI, serta BNPT dukungan itu menghilang, ada yang memvakumkan diri sementara walau sempat dikenali.
 
Oleh karena itu, rakyat Indonesia harus mendukung langkah Polri, BIN, TNI, BNPT serta kerja sama lembaga terkait lainnya dalam menguak kelompok teror di Jakarta dan juga menangkap penyandang dana teror.
 
Secara umum aksi teror di Sarinah tidak memiliki dampak yang begitu signifikan terhadap kondisi perekonomian dibandingkan dengan aktivitas politik di dalam negeri.
 
Rakyat Indonesia seperti kita ketahui telah cukup tough menghadapi aksi teror kali ini.
 
Aksi teror awal tahun ini terindikasi sebagai soft launch, sebagai pembuktian eksistensi kelompok termasuk uji coba untuk menguak sistem keamanan di Indonesia.
 
Dalam suatu aksi antisipasi cegah teror, aparat keamanan harus kita apresiasi.
 
Karena dalam faktanya, aksi teror pada Desember lalu dapat dicegah dan untuk aksi teror kali ini adalah rekor di mana korban meninggal sudah sangat berusaha diminimalisasi.
 
Aparat keamanan dan intelijen tentu sangat hati-hati dalam menentukan sikap.
 
Kredibilitas Indonesia dalam menghadapi aksi terorisme juga mendapat respons positif karena rakyat Indonesia, aparat keamanan secara keseluruhannya dapat menstabilkan kondisi dalam waktu yang terhitung cepat.
 
Perebutan posisi
 
Ancaman teror diprediksi masih mengalami perkembangan.
 
Kelompok lain akan meningkatkan aksinya mengingat misi Musim Asia Tenggara dan perebutan kemampuan antarpimpinan kelompok teroris setiap negara di Asia Tenggara sedang berlangsung.
 
Kelompok yang muncul pada 14 Januari 2016 di Sarinah jelas tergolong belum matang dalam perencanaan, mengandalkan keberanian dan perlengkapan seadanya.
 
Kehadiran mereka untuk memperlihatkan pada dunia khususnya kawan-kawan kelompok teroris di negara Asia Tenggara lainnya bahwa jaringan IS di Indonesia telah aktif.
 
Integrasi kerja antara pihak intelijen dan aparat keamanan telah cukup profesional.
 
Jika dibandingkan dengan negara maju lainnya, seperti Singapura, Amerika Serikat, dan negara-negara di kawasan Eropa, integrasi kerja antara pihak intelijen dan aparat keamanan di Indonesia masih lemah dalam pemberian wewenang kelembagaan dalam mengeksekusi kasus, karena wewenang pihak intelijen di Indonesia dalam perbandingannya sangat terbatas dalam menangani kasus terorisme.
 
Pihak intelijen Indonesia pun sangat hati-hati dalam menentukan keputusan dan mengestafetkan informasi untuk kemudian dieksekusi oleh pihak dari aparat keamanan sehingga rentang waktu estafet inilah yang membutuhkan proses cukup rigid dan tidak instan.
 
Peran badan intelijen
 
Perlu adanya revisi UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU No 17/2011 tentang Intelijen Negara guna memberikan bold enhancement dalam kinerja pihak intelijen agar tugas pokok yang membuat BIN sebagai ujung tombak bagi pertahanan dan melakukan koordinasi membawahi lembaga intelijen lainnya dapat dijalankan dalam proses estafet yang ringkas.
 
Dalam UU No 17/2011, Badan Intelijen Negara sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menangkap maupun menahan seseorang yang diduga, terindikasi terkait jaringan terorisme.
 
Pasal 31 UU Intelijen menyatakan bahwa BIN memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi terhadap sasaran.
 
Namun, di Pasal 34; Penggalian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan.
 
Jadi dalam hal ini, BIN telah melakukan tindakan sesuai kewenangan Pasal 31 dan Pembatasan oleh Pasal 34 di atas.
BIN hanya dapat melakukan penangkapan yakni dengan berkoordinasi dengan kepolisian agar segera menangkap seseorang yang diduga kuat terlibat atau terindikasi masuk dalam jaringan teroris tersebut.
 
Pihak BIN berdasarkan UU tersebut, sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan.
 
Ini bermasalah dengan soal waktu saat mana harus ditangkap.
 
Sementara polisi tidak dapat menangkap sebelum ada dua bukti permulaan yang cukup, sehingga lolos lagi.
Tentunya dengan adanya revisi UU ini, kinerja BIN dalam membawahi dan bekerja sama dengan aparat keamanan dan lembaga terkait lainnya makin diperkuat dan mampu mengurangi kekhawatiran terhadap ancaman teror di Indonesia.
 
Kepada keluarga mantan terpidana teroris yang belum diketahui rimbanya maupun saudara kita yang masih buron, mari kita ajak mereka untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi, tanpa harus menumpahkan darah di medan damai seperti Indonesia.
 
Salam perdamaian, Barat dan Timur harus saling merendah dan merangkul, bukan saling serang dengan balutan kepentingan politik dengan mengorbankan nyawa yang tak paham akan perseteruan itu.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase ledakan di sarinah

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif