()

Mengakhiri Tragedi Haji

25 September 2015 07:12
TRAGEDI maut saat puncak ibadah haji seperti enggan berhenti. Belum kering air mata duka akibat jatuhnya crane yang menewaskan lebih dari 100 jemaah di Masjidil Haram, Mekah, dua pekan lalu, umat muslim kembali harus berduka akibat kematian lebih dari 400 jemaah dan luka-luka lebih dari 700 jemaah saat hendak melontar jumrah, di Mina, kemarin.
 
Peristiwa itu merupakan tragedi yang kesepuluh kalinya sejak 1980-an. Dari 10 peristiwa tragis tersebut, tujuh di antaranya terjadi saat prosesi melontar jumrah. Para jemaah saling dorong di Jalan 204, sebuah jalan menuju lokasi lempar jumrah, membuat sebagian jemaah jatuh dan terinjak-injak. Volume jemaah yang akan melakukan lempar jumrah aqabah sangat tinggi dan bertemu di jalan menuju jamarat yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Mekah tersebut.
 
Jemaah tumpang-tindih, saling dorong, bahkan ada yang menyebut berlanjut ke pertengkaran yang berujung pada jatuhnya para korban jiwa. Ritual melontar jumrah yang sebenarnya merupakan simbol dari mengusir iblis dari jiwa-jiwa manusia pun berubah menjadi seperti perlombaan menjemput kematian. Kita berduka, amat berduka atas tragedi yang terus berulang tersebut.
 
Kita juga sangat prihatin, mengapa ritual melontar jumrah yang sudah berkali-kali merenggut korban jiwa hingga ratusan jemaah itu tidak kunjung bisa diatasi. Tidak semestinya kita terus berlindung di balik pikiran keliru tentang makna kepasrahan. Amat tidak bisa diterima jika kelalaian dan kegagalan dalam mengurus ritual haji selalu ditutupi dengan kalimat 'penghiburan' bahwa itu semua sudah menjadi takdir Tuhan. Ibadah haji merupakan silaturahim akbar yang diikuti lebih dari 2,1 juta orang dari berbagai negara dan bangsa, dalam rentang waktu yang sama. Dengan kondisi seperti itu, jelas bukan perkara mudah untuk menanganinya. Namun, bukan berarti itu tidak bisa dikelola secara baik dan aman. Dalam berbagai kesempatan di forum ini kita berkali-kali mendesak pemerintah Arab Saudi agar membuka diri bagi masuknya peran negara lain untuk ikut serta mengatur prosesi haji.
 
Campur tangan tersebut sangat masuk akal mengingat para jemaah yang mengikuti ibadah haji berasal dari berbagai belahan dunia. Menjadi tugas tiap-tiap pemerintahan di negara-negara asal para jemaah untuk melindungi warga mereka. Jangankan kematian, perlindungan dari serangan penyakit pun mesti diupayakan. Karena itu, kita juga terus mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak pernah bosan 'membujuk' pemerintah Arab Saudi membuka tangan bagi hadirnya relawan profesional dari berbagai negara.
 
Berikan kesempatan kepada tenaga-tenaga yang profesional untuk mengurus prosesi ibadah haji yang tiap tahun hampir terus bertambah jumlahnya itu. Tragedi Mina harus pula terus-menerus menjadi pengingat bagi para calon haji asal Indonesia yang hendak berangkat di tahun-tahun berikutnya. Mereka harus mematuhi segala aturan yang sudah dibuat petugas haji, demi keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kekhusyukan ibadah haji.
 
Menjadi tugas para pemuka agama Islam agar senantiasa mengajak umat Islam Indonesia untuk lebih menghayati makna terdalam dari setiap proses ibadah haji. Jangan biarkan sebagian umat berjalan sendiri dengan mementingkan urusan 'kulit luar' ibadah, misalnya mengejar pahala sebanyak-banyaknya, tetapi mengabaikan keselamatan manusia lainnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase tragedi mina 2015

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif