Koalisi Ruwet
Koalisi Ruwet ()

Koalisi Ruwet

01 Agustus 2018 09:36
Membentuk koalisi politik memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Demikian halnya ketika hendak mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk diajukan pekan depan. Pembicaraan antarpucuk pimpinan partai harus digelar berkali-kali. Itu pun belum tentu mencapai kesepakatan.
 
Dari kubu mana pun, belum terang benderang pasangan capres dan cawapres yang akan diusung. Akan tetapi, sudah ada klaim dari kubu petahana bahwa cawapres bagi Jokowi sudah definitif. Tinggal diumumkan pada 8 Agustus mendatang, dua hari sebelum pendaftaran ditutup.
 
Di kubu penantang Jokowi lebih samar-samar lagi meski sudah hampir bisa dipastikan hanya ada satu pasangan rival. Partai Gerindra dan Partai Demokrat telah sepakat mengusung Prabowo Subianto sebagai capres. Koalisi keduanya sudah memenuhi syarat untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
 
Di sisi lain ada PKS yang seperti tersingkir, padahal partai tersebut lebih dahulu merapat ke Gerindra kendati tidak lantang mendukung Prabowo sebagai capres. Ada pula PAN yang ikut terombang-ambing. Namun, PAN hanya bisa pasrah mengikuti arus koalisi Gerindra karena kecilnya kekuatan kursi yang dimiliki untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres. Secara tersurat, Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Umum Partai Demokrat mengaku tidak memaksakan cawapres dari Demokrat. Terlepas apa yang sesungguhnya ada di benak SBY, pernyataannya itu membuka peluang musyawarah dengan PKS dan PAN untuk ikut menentukan cawapres pendamping Prabowo.
 
Akan tetapi, sulit bagi publik untuk tidak menduga-duga bahwa SBY secara tersirat 'bernafsu' menyorongkan anak kesayangannya, Agus Harimurti Yudhoyono, untuk menjadi cawapres Prabowo. Selain di antara keempat partai koalisi penantang itu perolehan suara Partai Demokrat ada di urutan kedua setelah Partai Gerindra, SBY diyakini menyimpan banyak gizi alias logistik.
 
Apalagi, sang putra mahkota batal menjadi jenderal, juga gagal menjadi Gubernur DKI. Hanya posisi cawapres yang mampu mengobati luka sang buah hati.
 
Di lain pihak, Ijtima Ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama merekomendasikan pasangan Prabowo-Salim Segaf Al Jufri. Salim Segaf ialah Ketua Dewan Syuro PKS. Rekomendasi ulama tidak boleh diabaikan begitu saja karena PKS ialah sekutu Prabowo dan Gerindra yang paling lama dan loyal. Tega nian bila Prabowo 'melupakan' jasa PKS.
 
Pucuk pimpinan keempat parpol memang bergerak cukup intensif selama sepekan terakhir untuk mematangkan koalisi. Mereka saling membalas kunjungan. Meski begitu, pembicaraan masih digelar secara terbatas, hanya melibatkan dua parpol dalam satu waktu.
 
Walhasil, koalisi penantang Jokowi di sepekan menjelang pendaftaran capres-cawapres masih dilanda keruwetan memilih cawapres. Alangkah baiknya bila kemudian Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mampu mencapai kesepakatan tentang siapa yang bakal menjadi cawapres yang mereka usung bersama.
 
Ada kepentingan rakyat yang besar dalam Pilpres 2019. Kita tidak ingin petahana maju ke pilpres untuk berkompetisi dengan kotak kosong. Rakyat berhak mendapatkan pilihan calon-calon pemimpin yang berkualitas dengan basis dukungan yang kuat. Bukan calon pemimpin yang asal maju ke pilpres demi memuaskan ambisi partai, keluarga, apalagi ambisi pribadi.
 
Dengan hadirnya calon-calon kuat disertai kompetisi yang sehat di ajang pilpres, siapa pun yang menjadi pemenangnya ialah kemenangan rakyat. Kewajiban rakyat selanjutnya ialah mendukung kepemimpinan mereka sambil terus bersikap kritis tanpa niat menjatuhkan atau mencari-cari kesalahan. Hanya dengan rakyat yang bersatu, negeri ini mampu tumbuh pesat dengan kemakmuran yang merata. Semoga.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase pilpres 2019

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif