MA Tidak Acuh, Keadilan Runtuh
MA Tidak Acuh, Keadilan Runtuh ()

MA Tidak Acuh, Keadilan Runtuh

24 Mei 2016 06:33
Sampai dengan 10 tahun yang lalu, badan usaha milik negara yang mengelola layanan transportasi kereta api (KA) selalu merugi. Padahal, penumpang kereta kerap membeludak sehingga membuat gerbong penuh sesak oleh penumpang yang tidak kebagian tempat duduk. Puluhan hingga ratusan orang menumpang kereta dengan duduk di atas gerbong menjadi pemandangan biasa.
 
Penumpang tidak harus membeli tiket, cukup membayar petugas di kereta. Tentu dengan jumlah uang yang lebih kecil ketimbang membeli tiket. Calo-calo bergentayangan, memborong tiket, siap memangsa calon penumpang dengan harga tiket yang berlipat-lipat.
'
Kini, petugas nakal dan para calo tidak berkutik. Celah penyelewengan ditutup sistem penjualan tiket yang transparan dengan akses publik yang luas. Jika disandingkan dengan sistem layanan KA, penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) masih setara era sebelum satu dekade lalu. Celah-celah penyelewengan bertaburan di banyak tempat. Ruang-ruang gelap seakan dibiarkan untuk menaungi sepak terjang mafia peradilan.
 
Para calo perkara leluasa mengatur kapan salinan putusan diterbitkan. Waktunya bisa tahunan, bergantung pada keinginan pemesan. Bahkan, dalam kondisi tertentu, ketika kerja sama dengan hakim agung terjalin erat, mereka bisa menentukan hasil putusan sesuai dengan pesanan. Di tengah kasus suap pejabat di lingkungan MA yang diduga melibatkan Sekretaris MA, publik tengah menunggu iktikad baik MA untuk memperbaiki diri. Namun, bukannya memenuhi harap¬an tersebut, MA cenderung bersikap acuh tak acuh, hanya menyerahkan semua kepada KPK.
 
Yang paling kentara ialah ketidakjelasan rimba sopir Sekretaris MA. Ia seperti disembunyikan agar borok-borok mafia peradilan teronggok tak terkuak. Sikap menyerahkan semua ke KPK di satu sisi seperti memberikan jalan kepada KPK untuk melakukan penyidikan di tubuh MA. Di sisi lain, MA memberi kesan semakin menutup diri dan membiarkan KPK mengorek-ngorek sendiri jaringan mafia peradilan. Semestinya, sebagai institusi publik, tanpa diminta pun MA menjelaskan secara terbuka ihwal dugaan praktik mafia peradilan selama ini. Tunjukkan bahwa MA siap bersih-bersih dengan proaktif memberikan informasi soal orang-orang yang namanya diduga terkait dengan pengaturan perkara.
 
MA tak bisa lagi berkelit mengaku telah melakukan reformasi untuk menyajikan peradilan yang bersih. Kalaupun sudah dilakukan, artinya reformasi itu jauh dari cukup. Secara gamblang praktisi ataupun pengamat peradilan dapat menunjukkan celah-celah penyelewengan masih ada.
 
MA juga tidak bisa membantah bahwa mafia peradilan masih bebas melakukan aksi. Kuatnya mafia peradilan dibuktikan dari hasil investigasi Ombudsman RI di beberapa pengadilan negeri di kota besar di Jawa selama 1 Januari 2014-31 Maret 2016. Dari investigasi tersebut ditemukan, praktik mafia atau percaloan di lembaga peradilan masih marak. Para calo menjanjikan dapat memenangi perkara dengan imbalan uang sekitar Rp25 juta-Rp80 juta. Peradilan yang bersih mutlak memerlukan lembaga penegak hukum yang bersih pula, yang tak segan mengoreksi diri dan berpegang teguh pada filosofi keadilan harus ditegakkan walau langit runtuh. Tanpa itu, keadilan akan runtuh.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase suap di ma

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif