SELAMA ini mudik sering jadi ujian besar Ramadan di Indonesia. Dari masa ke masa pemerintah seperti tidak juga lihai mengelola arus manusia yang secara serempak bergerak dari kota-kota besar ke daerah.
Di Pulau Jawa pemandangannya bahkan kerap begitu semrawut. Kepadatan jalanan makin diperparah dengan ruas jalan dan infrastruktur yang rusak. Akibatnya, perjalanan bisa molor belasan jam bahkan berhari-hari. Perjalanan Jakarta-Yogyakarta melalui pantura, misalnya, ditempuh dalam tiga hari dua malam pada dua tahun lalu.
Namun, tahun ini harapan mudik yang lebih baik telah diberikan pemerintah. Bahkan Presiden Joko Widodo memantau langsung kesiapan arus mudik. Presiden dan jajarannya pun mengidentifikasi titik-titik kepadatan dan segera diupayakan solusi.
Kesungguhan pemerintah mengupayakan mudik yang nyaman juga ditunjukkan dengan penyelesaian infrastruktur jalan secara tepat waktu. Jalan lingkar Sumpiuh yang mulai digarap sejak 2011 akhirnya diresmikan pada 22 Juni. Tidak hanya di Jawa, kesiapan jalan nasional juga dipastikan di Bali, Sumatra, dan Kalimantan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga membuka sementara lima ruas tol untuk melancarkan arus mudik.
Total kini terdapat sekitar 64,1 kilometer ruas tol yang sangat berarti untuk memangkas perjalanan pemudik. Tidak hanya itu, proses pembayaran tol yang kerap memakan waktu juga telah diantisipasi dengan integrasi pembayaran.
Semua ini menunjukkan bahwa pemerintah sungguh-sungguh menjalankan hasil evaluasi dari penyelenggaraan mudik tahun lalu. Tindak lanjut inilah yang sesungguhnya menjadi kunci perbaikan.
Kemahiran dan kecerdasan pengelolaan mudik dapat dicapai jika memahami dan mempelajari tradisi dari generasi ke generasi ini. Dengan begitu, Indonesia semestinya bisa menjadi bangsa yang memiliki tradisi mudik teraman juga ternyaman.
Di sisi lain, mudik yang nyaman dan aman itu tidak akan terwujud tanpa pemudik yang cerdas. Para pemudik harus menyadari bahwa mereka merupakan bagian dari sebuah ritual besar yang melibatkan jutaan orang.
Pemudik harus cerdas memilih jalur alternatif agar tidak terjadi penumpukan di jalur utama. Penggunaan kartu pembayaran tol elektronik merupakan bentuk kecerdasan lain karena itu akan mengurangi antrean di pintu tol.
Tak ada gunanya pemerintah berusaha memperbaiki pengelolaan mudik, tetapi pemudik lalai dan ceroboh. Kelalaian ataupun kecerobohan itu berdampak besar dan merugikan banyak orang.
Sesungguhnya dalam prosesi mudik ini, hal-hal dasar seperti memeriksakan kendaraan dan safe driving bukan sebuah pilihan, melainkan kewajiban. Sudah cukup selama ini banyak orang menjadi korban karena kecerobohan para pemudik itu sendiri.
Tidak hanya itu, para pemudik pun harus mau mengikuti arahan para petugas. Akan lebih baik, tentunya, jika mereka sendiri telah melengkapi diri dengan berbagai informasi yang telah disosialisasikan pemerintah.
Mudik memang layaknya industri tersendiri yang melibatkan banyak sumber daya dan energi. Di sisi lain, mudik juga tetap sebuah tradisi yang mengandung banyak kearifan lokal. Mudik bahkan mengandung nilai ekonomi, yakni perpindahan duit dari kota ke daerah.
Sudah sepantasnya pemerintah dan masyarakat bersama-sama mewujudkan mudik yang ramah bagi semua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di