PARLEMEN kembali memutuskan perkara krusial pada menit-menit akhir. DPR lagi-lagi mempertontonkan mentalitas last minute yang mestinya sudah enyah di era sekarang ini. Diberi waktu 30 hari untuk melaksanakan proses pemilihan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2017-2022, DPR justru tidak memanfaatkan waktu panjang itu dan memilih bergerak di hari-hari terakhir sebelum batas waktu.
Baru pada Rabu (5/4) dini hari, Komisi II DPR akhirnya merampungkan pemilihan calon komisioner KPU dan Bawaslu secara voting. Tujuh pemimpin KPU dan lima pemimpin Bawaslu itu dipilih setelah menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan selama dua hari berturut-turut. Itu pun, patut kita duga, DPR akhirnya mau ngebut di menit akhir karena kuatnya tekanan publik yang menginginkan DPR tak menunda-nunda memilih komisioner dua lembaga tersebut.
Sebelumnya ada kesan, DPR lambat menguji kepatutan dan kelayakan calon anggota KPU dan Bawaslu itu karena ada tarik ulur kepentingan yang kencang dalam proses tersebut. Dugaan itu tergambar dari, misalnya, sejumlah anggota DPR sempat melontarkan opsi fit and proper test sebaiknya menunggu pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu selesai. Salah satu alasannya, menurut mereka, soal kemungkinan penambahan jumlah komisioner KPU dan Bawaslu mengingat tantangan pemilu serentak yang cenderung lebih berat.
Itu dalih mereka, tapi boleh jadi itu hanya siasat DPR untuk memasukkan pasal ke RUU Pemilu bahwa keanggotaan KPU salah satunya berasal dari unsur partai politik. Wacana itu belakangan memang cukup kencang dikemukakan. Jika pemilihan anggota KPU ditunda, amat mungkin DPR akan ngotot memasukkan unsur parpol dalam pembahasan RUU Pemilu. Karena itu, hari ini kita patut bersyukur bahwa tekanan publik akhirnya mampu meredam niat dan siasat itu.
Kini publik berharap mereka yang akhirnya lulus uji kelayakan dan kepatutan untuk menduduki kursi pimpinan KPU dan Bawaslu betul-betul yang memiliki independensi, integritas, kepemimpinan, dan tentu saja kemampuan tata kelola pemilu. Meskipun terpilih melalui proses akhir di parlemen yang terkesan tergesa-gesa, kita ingin anggota KPU dan Bawaslu yang dihasilkan ialah orang-orang yang punya kompeten dan kapabilitas, bukan calon-calon karbitan, bukan komisioner-komisioner instan. Hal itu sangat penting karena merekalah yang akan menjadi ujung tombak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.
Kita tahu, Pemilu 2019 ialah peristiwa untuk pertama kalinya negara ini akan melaksanakan pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) secara bersamaan. Tantangannya tentu tak sesederhana pemilu-pemilu sebelumnya. Mereka juga yang akan mengawal pilkada serentak tahap ketiga pada 2018. Artinya, KPU dan Bawaslu tak cuma butuh kecakapan, tapi juga kesigapan untuk menyiapkan segala sesuatu terkait dengan pilkada yang pelaksanaannya hanya berjarak setahun dari sekarang.
Dalam konteks itu pula kita mendesak DPR segera merampungkan pembahasan RUU Pemilu yang akan menjadi landasan penyelenggaraan pemilu-pemilu yang akan datang. Tidak ada gunanya menunda-nunda. Cukuplah 'mental menit-menit akhir' dipakai untuk terakhir kali dalam pemilihan anggota KPU dan Bawaslu, tempo hari. Mental seperti itu mencerminkan buruknya penghargaan terhadap waktu, padahal kita sedang beradu pacu dengan waktu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
