Editorial Media Indonesia
Editorial Media Indonesia ()

Ciptakan Peluang dari Brexit

25 Juni 2016 06:37
DUNIA terkesiap saat menyaksikan hasil referendum di Inggris Raya. Sebanyak 51,9% penduduk Inggris memilih keluar dari Uni Eropa, mengalahkan 48,1% yang ingin tetap di blok tersebut. Desakan dari dalam negeri untuk berpisah memang kuat. Sebagian masyarakat merasa Inggris tidak memiliki kebebasan menentukan kebijakan karena terikat dengan kebijakan Uni Eropa. Salah satu yang membuat mereka gelisah ialah serbuan imigran yang dianggap mengancam keamanan dan penghidupan mereka.
 
Namun, dengan berpijak pada stabilitas ekonomi, dunia sebelumnya cukup yakin kemenangan akan jatuh pada kelompok yang memilih tetap tinggal. Keyakinan itu pula yang membuat Perdana Menteri Inggris David Cameron memenuhi janji kampanyenya untuk menggelar referendum. Cameron akhirnya mundur dari jabatannya.
 
Bila dilihat dari respons pasar finansial dunia, kemenangan kelompok Brexit alias Britain Exit sangat jelas menimbulkan kekhawatiran. Nilai tukar pound sterling terhadap dolar AS anjlok ke posisi terendah selama tiga dekade terakhir.
 
Bila pound sterling terus terpuruk, Inggris yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia dapat ikut menyeret pasar finansial global. Secara politis, keputusan Inggris itu pun berpeluang menular ke negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Swedia, misalnya. Sejak krisis melanda kawasan dan tidak kunjung pergi, Swedia terus mempertimbangkan untuk keluar dari Uni Eropa. Bila Swedia mengikuti jejak Inggris, bukan tidak mungkin gelombang perpecahan Uni Eropa tidak lagi bisa terbendung. Itu adalah skenario terburuk. Sesungguhnya tidak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi selanjutnya setelah Inggris hengkang. Demikian pula dengan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Dalam kerangka Uni Eropa, nilai perdagangan Indonesia-Inggris terus menurun sejak 2012.
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perdagangan Indonesia-Inggris pada 2012 mencapai US$3,06 miliar. Pada 2015, nilai perdagangan nonmigas kedua negara tinggal US$2,34 miliar. Meski begitu, surplus perdagangan diraih Indonesia.
 
Lepasnya Inggris dari Uni Eropa bukan tidak mungkin justru membuka peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Inggris. Hal itu dengan catatan Inggris tidak menerapkan regulasi yang sama dengan Uni Eropa dalam penanganan produk impor.
 
Produk-produk Indonesia yang selama ini mendapat halangan masuk ke Uni Eropa, seperti minyak sawit dan perikanan tertentu, terbuka untuk dinegosiasikan masuk Inggris. Peluang-peluang serupa yang menguntungkan Indonesia mesti disisir. Di sinilah peran para diplomat sebagai garda terdepan penjual produk Indonesia sangat diharapkan. Kesempatan tidak akan muncul di tengah kemalasan mencari peluang.
 
Dalam kerangka kawasan, Brexit memberikan pembelajaran bagi upaya pembentukan pasar tunggal ASEAN secara penuh. Dorongan untuk melindungi kepentingan nasional akan muncul lebih kuat ketimbang memuaskan idealisme kawasan. Seluruh aspek harus ditimbang secara matang hingga membawa keuntungan bagi tiap anggota. Jangan sampai Masyarakat Ekonomi ASEAN terbentuk lalu rontok di kemudian hari.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif