Mengakhiri Boikot
Mengakhiri Boikot ()

Mengakhiri Boikot

25 Maret 2017 07:58
UNTUK kesekian kalinya, Komisi VI DPR menolak kehadiran Menteri BUMN Rini Soemarno dalam rapat kerja lembaga wakil rakyat dengan pemerintah. Untuk ke¬sekian kalinya pula, pemerintah mewakilkan posisi Rini tersebut dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
 
Kita semakin lama semakin tidak memahami aksi boikot yang dilakukan DPR tersebut. Sudah terlalu lama, yakni setahun aksi penolakan terhadap Rini itu berlangsung.
 
Penolakan itu bermula sejak keluarnya rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II DPR pada Desember 2015. Adalah Plt Ketua DPR Fadli Zon yang mengeluarkan surat kepada pimpinan Komisi VI. Isinya melarang Komisi VI menggelar rapat kerja dengan Menteri BUMN Rini Soemarno.
 
Dengan dalih bahwa Menteri BUMN telah melakukan pembiaran atas terjadinya tindakan melawan hukum di PT Pelindo II, DPR meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Rini. Memang, sejak rekomendasi itu dikeluarkan, Presiden Joko Widodo hingga kini tidak menggubris permintaan Komisi VI DPR tersebut. Meski sudah dua kali melakukan perombakan kabinet, posisi Rini tetap dipertahankan. Sebagai jalan tengah, Presiden mengutus Menkeu Sri Mulyani jika pemerintah melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR.
 
Kita tentu saja mendukung sepenuhnya sikap dan pilihan kebijakan Presiden Jokowi tersebut. Karena dengan mengutus Menkeu Sri Mulyani, Presiden Jokowi tidak perlu menyalahi etika dalam hubungan antarlembaga negara, khususnya dengan DPR.
 
Di lain sisi, dengan mengutus Menkeu Sri Mulyani, program pemerintah yang dibahas dengan DPR pun diharapkan tidak terkendala.
 
Akan tetapi, sampai kapan hal itu akan berlangsung? Kita melihat sudah saatnya pola komunikasi semacam itu diakhiri. Yang mengemuka dalam pemberitaan, baik DPR maupun pemerintah, sudah sama-sama mengeluhkan pola komunikasi yang tidak kondusif tersebut.
 
Kita mengingatkan DPR bahwa permintaan kepada Presiden untuk mengganti menteri sesungguhnya bukan permintaan patut. Mengangkat dan memberhentikan menteri atau merombak kabinet sepenuhnya hak prerogatif Presiden.
 
Lagi pula, wakil rakyat yang duduk di DPR pada dasarnya juga merupakan wakil dari partai. Kita mencatat, partai-partai yang duduk di DPR, dalam proporsi yang sangat mayoritas sudah menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Artinya, jika penolakan terhadap Rini masih dipertahankan, sikap dan dukungan dari partai-partai di DPR terhadap pemerintah sama sekali tidak tecermin.
 
Harus dicamkan oleh wakil rakyat bahwa dalam rapat kerja dengan DPR, Rini tidak bertindak sebagai pribadi, tetapi mewakili Joko Widodo sebagai presiden. Bila DPR menolak kehadiran Rini sebagai menteri BUMN, bukankah itu sama artinya dengan menolak Presiden Jokowi?
 
Karena itulah, kita meminta DPR mengubah dan memperbaiki sikap yang tidak konsisten tersebut. Kita percaya, dengan komunikasi yang baik dan penuh keterbukaan, DPR dan pemerintah dapat menemukan win-win solution untuk mengakhiri kebuntuan komunikasi yang sama sekali tidak diperlukan itu.
 
Kita menghormatii dan menghargai bila DPR dan pemerintah bersedia mengevaluasi sikap masing-masing dan segera menetapkan tekad untuk membangun islah. Dengan islah itu, komunikasi yang lebih hangat terbangun sehingga pembahasan program kerja bisa berjalan jauh lebih konstruktif.
 
Jika tidak, program kerja pemerintah menjadi terhambat. Itu sama artinya rakyat yang paling banyak dirugikan. Jangan sampai itu terjadi!
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif