Pelajaran dari Pengakuan Freddy
Pelajaran dari Pengakuan Freddy ()

Pelajaran dari Pengakuan Freddy

02 Agustus 2016 06:19
KETERLIBATAN aparat dalam bisnis peredaran narkoba mungkin bukan cerita baru. Bukan sekali-dua kali kita mendengar ada polisi atau tentara tertangkap sedang berpesta narkoba atau menjadi kaki tangan jejaring bisnis terlarang itu. Namun, yang kali ini jelas sangat berbeda. Pengakuan terpidana mati Freddy Budiman melalui tulisan Haris Azhar di media sosial yang menyebut ada aliran uang hingga Rp450 miliar kepada BNN dan Rp90 miliar kepada pejabat tertentu di Polri, juga ke pejabat di Bea dan Cukai, jelas tak bisa dianggap sepele.
 
Pertama, uang upeti yang disebut dalam pengakuan itu jumlahnya terbilang besar, ratusan miliar. Kedua, dalam pengakuan yang menjadi viral di media sosial itu bukan lagi menyinggung keterlibatan individual, melainkan keterlibatan institusi yang mestinya justru bertugas memberantas narkoba. Problemnya, saksi kunci yakni Freddy Budiman, orang yang memberi pengakuan itu, sudah dieksekusi mati, pekan lalu. Sudah tentu itu akan menyulitkan kepolisian mengusut kebenaran informasi menghebohkan tersebut. Perlu kerja ekstra keras dan kemauan tinggi dari penegak hukum bila ingin membuat kasus ini menjadi terang benderang.
 
Namun, sesulit apa pun itu, kepolisian tak boleh menggunakannya sebagai alasan untuk tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Bagaimanapun bola panas sudah dilemparkan Fredy melalui tulisan Haris Azhar. Agar isu tersebut tidak berkembang menjadi fitnah, polisi wajib menyelidikinya. Yang mesti dikawal publik, jangan sampai polisi menggunakan alasan 'sulit menggali keterangan saksi' itu sebagai dalih untuk menutupi keengganan mereka mengusut kasus yang melibatkan anggota sendiri.
 
Dari sisi yang berbeda, kasus itu juga menguakkan fakta bahwa pemberantasan narkoba di negeri ini masih amburadul. Perang terhadap narkoba tampaknya belum menjadi darah dan daging, masih sebatas slogan, sekadar perang-perangan. Bila aparat dan institusi yang seharusnya berperan penting dalam menumpas penggunaan dan peredaran narkoba saja terlibat, bagaimana barang haram itu bisa diberantas? Jika Indonesia tak ingin menjadi surga bagi para pengedar dan pemakai narkoba, harus ada pembenahan dalam pelaksanaan pemberantasan narkoba mulai sekarang dan untuk masa mendatang. Perang melawan narkoba harus dilakukan dengan sangat serius karena grafik pengguna narkoba di negeri ini terus meningkat. Dalam perspektif itu, pengakuan Freddy tidak ada salahnya dijadikan bahan introspeksi sekaligus titik awal bagi semua yang terlibat dalam gerakan pemberantasan narkoba untuk mereformasi diri. Benar atau tidaknya informasi yang disampaikan, biarkan hukum yang nanti menentukan. Akan tetapi, bukan berarti pengakuan tersebut lantas boleh dianggap tak penting sebagai pijakan untuk pembenahan sistem.
 
Pelajaran selanjutnya yang bisa dipetik ialah bahwa hukuman mati punya ekses negatif. Seperti pada kasus ini, negara sulit untuk mendapatkan kesaksian penting dari terpidana karena terpidana itu sudah dieksekusi mati. Sama juga ketika negara harus menanggung dosa tak terampuni karena salah menghukum orang, sementara orang itu sudah dieksekusi. Inilah salah satu alasan mengapa hukuman mati patut dipertimbangkan kembali dalam sistem hukum kita. Jika memang ekses negatif hukuman mati lebih banyak ketimbang kemampuannya memberi efek jera, tidak elok pula jika kita berlama-lama mempertahankannya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase narkoba

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif