?Membersihkan Kleptokrat di Sektor Pertambangan
?Membersihkan Kleptokrat di Sektor Pertambangan ()

Membersihkan Kleptokrat di Sektor Pertambangan

26 Agustus 2016 06:29
Pemberian izin penggunaan lahan kerap menjadi modus bagi penguasa daerah untuk mengeruk kekayaan. Dengan kewenangan yang ada padanya, penguasa daerah memberikan konsesi kepada investor di wilayah tertentu. Celakanya, pemberian izin itu tidak gratis, tetapi diembel-embeli pemberian uang atau berbagai bentuk gratifikasi lainnya. Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/8), mempraktikkan modus 'jual beli' perizinan semacam itu.
 
Nur Alam diduga telah menerima suap tidak kurang dari US$4,5 juta atau lebih dari Rp45 miliar selama periode 2009-2014 untuk mengeluarkan surat keputusan (SK) yang mengatur persetujuan pencadangan wilayah pertambangan dan persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi kepada perusahaan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana.
 
Bukan hanya menerima suap, Nur Alam juga diduga telah menerobos aturan lain dengan memberikan izin untuk wilayah pertambangan di kawasan hutan lindung. Diduga, tidak kurang dari 500 hektare kawasan hutan lindung di Kabupaten Bombana harus menjadi korban atas tindak pidana korupsi yang dilakukan kader Partai Amanat Nasional itu.
 
Kita mendukung langkah KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Lebih daripada itu, kita pun mendorong lembaga antirasywah untuk mengusut semua pihak yang terlibat dalam pusaran kasus Nur Alam. Selain Nur Alam sebagai penerima suap, KPK juga harus menjerat pemberi suap yang terkait dengan pemilik izin usaha pertambangan, serta seluruh penikmat uang suap yang mengalir dari Nur Alam. Kita meminta KPK menerapkan prinsip follow the money. KPK harus mengikuti seluruh arah aliran uang terkait dengan kasus Nur Alam. Ke arah hilir, KPK harus melacak dan memproses siapa pun penerima kucuran uang dari Nur Alam. Jika benar ada aliran suap Nur Alam ke sejumlah elite partai tertentu, KPK tidak boleh ragu dan takut untuk mengusutnya hingga tuntas.
 
Ke arah hulu, KPK harus melacak dari mana saja kucuran dana suap kepada Nur Alam berasal serta memprosesnya secara tuntas dan seadil-adilnya. Ini perlu kita tekankan, karena dalam kasus suap, pengusutan tidak jarang dilakukan lebih intens hanya kepada penerima. Sebaliknya, kepada pemberi, hal itu kerap luput dari pengusutan tuntas dan adil. Dalam kasus Nur Alam, kita ingin memastikan hal itu tidak terjadi.
 
Kita juga mendesak KPK agar tidak berhenti pada kasus Nur Alam. Korupsi serupa ditengarai juga dilakukan sejumlah kepala daerah lain. Dugaan tersebut muncul karena Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2013 menemukan transaksi mencurigakan di rekening sejumlah kepala daerah.
 
Dari penelusuran PPATK, sumber aliran dana mencurigakan itu biasanya berkaitan dengan penyalahgunaan pemberian perizinan, termasuk perizinan tambang. Selain itu, aliran dana mencurigakan itu berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan, penyelewengan anggaran, dan gratifikasi.
 
Senyatanya, dugaan korupsi di sektor pertambangan dengan modus pemberian izin oleh kepala daerah sudah merebak sejak beberapa tahun terakhir. Hingga Mei 2016, sebanyak 3.000 izin usaha pertambangan, menurut sejumlah catatan, dinyatakan tidak clear and clean. Oleh karena itu, desakan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menertibkan hal itu pun menjadi semakin urgen.
 
Korupsi di sektor pertambangan harus dimusnahkan. Pintu masuknya ialah menyelisik seluruh pemberian izin di sektor tersebut. Jika itu dapat terus dilakukan, kita percaya KPK akan sampai di titik point of no return untuk membersihkan sektor pertambangan dari para kleptokrat. Itulah yang ingin kita pastikan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif