UNTUK sementara ini, kesengkarutan masalah transportasi yang melibatkan transportasi umum konvensional versus transportasi berbasis aplikasi daring cukup teredam. Kini isu pun bergeser menjadi persoalan angkutan legal atau ilegal menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Siapa pun penyedia transportasi itu, baik yang berbasis aplikasi, yang konvensional, maupun yang primitif sekalipun, bila mampu menyelenggarakan angkutan umum yang memenuhi syarat keamanan, kenyamanan, dan perizinan sesuai Undang-Undang LLAJ, sah beroperasi di negeri ini. Sebaliknya, jika tak mampu mematuhi syarat, artinya ilegal.
Lewat pendekatan itu pula pemerintah memberi batas waktu hingga 31 Mei 2016 bagi penyedia transportasi berbasis aplikasi untuk menyelesaikan segala perizinan agar status mereka menjadi legal. Ada masa transisi selama 2 bulan bagi mereka untuk membereskan semua. Dalam perspektif tersebut kita mendukung keputusan pemerintah itu. Paling tidak, kali ini pemerintah mampu mengambil keputusan cukup cepat meski masih ada sedikit nuansa reaktif. Dukungan juga mesti diberikan karena ada spirit dari keputusan itu untuk mengakomodasi kepentingan dua jenis transportasi yang memang seharusnya bisa berjalan seiring untuk memberikan pilihan beragam kepada masyarakat. Ketersediaan pilihan itu menjadi sangat penting ketika kondisi transportasi umum di negeri ini masih amburadul. Polemik kemarin memberi pelajaran bahwa ketika pemerintah tak kunjung mampu menawarkan solusi ampuh mengurai ketidakberesan transportasi publik, mesti¬nya mereka pun tak gampang tertular virus alergi ketika muncul tawaran solusi dari pihak lain.
Pemerintah mesti ingat, di era ini ada empat prinsip angkutan publik yang mestinya menjadi pegangan para penyedianya. Tak cukup hanya aman dan nyaman, angkutan umum juga mesti menawarkan harga terjangkau dan kemudahan akses. Dua yang pertama saja kerap gagal diwujudkan meskipun UU sudah mengaturnya, bagaimana kita berharap lainnya terakomodasi? Pada poin itulah sejatinya titik sentuh antara transportasi berbasis aplikasi daring dan masyarakat. Bagaimanapun, masyarakat mudah ‘jatuh cinta’ pada jenis transportasi baru itu karena kemudahan mereka untuk diakses dan harga yang jauh lebih murah ketimbang angkutan konvensional.
Karena itu, dari sisi kemanan, kenyamanan, dan ketaatan terhadap regulasi, kita mendukung langkah terbaru pemerintah untuk meminta dua penyedia aplikasi daring, Uber dan Grab, supaya mengurus legalitas sebagai angkutan umum. Sejauh ini permintaan pemerintah itu direspons cukup baik oleh mereka. Akan tetapi, dari sisi yang lain, pemerintah mesti menggunakan momentum ini untuk menghentikan kekacauan transportasi yang terjadi. Negara harus cepat dan cermat membenahi transportasi publik secara menyeluruh. Tidak salah bila keunggulan kemudahan serta tarif wajar yang kini banyak ditawarkan transportasi berbasis aplikasi jadi salah satu dasar pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun peta jalan mewujudkan layanan transportasi yang ideal. Karena itu, sudah saatnya memberikan solusi menyeluruh, bukan jalan keluar yang bersifat tambal sulam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
