Tiada Ruang bagi Wacana Usang
Tiada Ruang bagi Wacana Usang ()

Tiada Ruang bagi Wacana Usang

24 Maret 2017 08:09
DPR dan pemerintah sedang berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. RUU tersebut harus rampung pada akhir April. Bila itu molor, persiapan hajatan besar Pemilu 2019 bakal terganggu.
 
Waktu yang sempit sebagian telah terpakai oleh agenda pelesiran berbungkus studi banding tim Pansus RUU Pemilu ke Jerman dan Meksiko. Salah satu oleh-oleh mereka ialah wacana membolehkan kembali anggota partai politik untuk menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum. Wacana itu sama sekali tidak ada dalam draf awal RUU Pemilu yang disampaikan pemerintah ataupun dalam daftar inventarisasi masalah yang diajukan fraksi-fraksi.
 
Pelaksanaan studi banding ke luar negeri saja telah menuai kecaman dari publik. Kini Pansus RUU Pemilu memunculkan usulan yang menerabas konstitusi dan tidak mengacuhkan pengalaman masa lalu.
 
Lebih menyedihkan lagi, salah satu Wakil Ketua DPR, yakni Fahri Hamzah, ikut mendukung usulan pansus. Menurut pemimpin dewan yang katanya terhormat itu, keanggotaan KPU dari partai politik justru akan meminimalisasi kecurangan. Kalaupun ada kecurangan, itu tidak masalah. Toh, yang dicurangi dan yang mencurangi sama-sama ada dalam tubuh KPU, jadi bisa diselesaikan di dalam KPU sendiri. Ia bahkan menjadikan Pemilu 1999 sebagai contoh yang baik dengan memasukkan anggota parpol ke KPU. Padahal, rapat-rapat penyelenggara pemilu di masa tersebut kerap buntu dan tak jarang disertai gontok-gontokan antarkubu. Kentalnya kepentingan yang ditunggangi partai-partai politik yang berseberangan membuat banyak keputusan tidak bisa diambil.
 
Pansus DPR seharusnya juga ingat ada putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat. Pada 4 Januari 2012, MK menambahkan syarat anggota KPU tidak sekadar mundur dari keanggotaan partai politik, tapi tidak boleh aktif sebagai anggota parpol selama sedikitnya lima tahun ke belakang.
 
Syarat tersebut melekat pada Undang-Undang No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. MK dalam putusan yang lain memang menginstruksikan aturan terkait dengan pemilu yang selama ini terpisah dalam tiga undang-undang disatukan dalam satu undang-undang. Namun, itu bukan berarti putusan tentang larangan masuknya unsur parpol ke KPU boleh diubah.
 
MK sudah secara tegas menyatakan penyelenggara pemilu tidak boleh berpihak, ia wajib independen. Sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa diperoleh dari anggota KPU yang berasal dari partai politik.
 
Dalam putusan mereka, MK menyebut keberpihakan penyelenggara pemilu kepada peserta pemilu akan mengakibatkan ketidakpercayaan serta menimbulkan proses dan hasil yang dipastikan tidak adil. Dari situ, hilanglah makna demokrasi yang berusaha diwujudkan melalui pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
 
Pemilu 2019 merupakan hajatan besar nasional. Dua tahun lagi, untuk pertama kalinya, rakyat Indonesia memilih presiden dan anggota parlemen secara serentak dalam satu hari. Persiapannya pasti membutuhkan waktu yang lebih panjang dan kerja yang lebih keras.
 
Tidak ada lagi waktu dan ruang untuk memainkan wacana usang. Apalagi wacana yang hanya mengakomodasi nafsu untuk melahap kekuasaan dari segala lini. Kepada DPR dan pemerintah, kita ingin UU Penyelenggaraan Pemilu selekasnya disahkan dengan aturan main yang betul-betul jujur dan adil serta mematuhi konstitusi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif