Jakarta: Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyinggung wacana menghidupkan kembali utusan golongan di MPR. Keberadaan utusan golongan diklaim membuat MPR lebih inklusif.
"Wacana menghadirkan kembali utusan golongan sebagai anggota MPR RI merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh. Ruang dialektikanya harus dibuka lebar, tidak boleh ditutup apalagi buru-buru ditangkal. Baik yang pro maupun kontra bisa menyampaikan argumentasinya," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 18 oktober 2021.
Menurut Bamsoet, sejumlah pihak berpendapat utusan golongan dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat yang tidak terwakili partai politik. Dia mengutip pakar kebangsaan Yudi yang menyebut utusan golongan berangkat dari prinsip keadilan multikulturalisme yang mengakui adanya perbedaan-perbedaan golongan dalam masyarakat.
"Perbedaan golongan ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa tiap warga negara, bahkan jika dipandang sebagai subjek hukum, bukanlah individu-individu abstrak yang tercerabut dari akar-akar sosialnya. Terkait itu, pemenuhan hak individu bisa terkait dengan keadaan golongannya," ujar mantan Ketua DPR itu.
Baca: Survei: 70% Responden Tolak PPHN Diakomodasi Via Amendemen UUD 1945
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Hubungan Kelembagaan, Diani Sadiawati, mendukung ide membangun MPR yang lebih inklusif. Utusan golongan dianggap menjadi solusi terhadap adanya celah tidak terwakilinya kelompok keahlian, profesional, asosiasi pelaku usaha, petani, dan pekerja.
Diani menerangkan dalam kondisi sekarang, jika dihidupkan melalui amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, penyusunan pokok-pokok haluan negara (PPHN) dipegang eksklusif oleh partai politik (DPR) dan wakil daerah (DPD). Sementara itu, inklusifitas penyusunan PPHN penting karena berkaitan dengan berbagai komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
SDGs disebut sejatinya memiliki prinsip leave no one behind (tidak ada kelompok yang tertinggal). PPHN seharusnya menjadi karya kolektif bangsa dengan seluruh elemen masyarakat turut terlibat sehingga perencanaan pembangunan nasional menjadi inklusif.
Jakarta: Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyinggung wacana menghidupkan kembali utusan golongan di
MPR. Keberadaan utusan golongan diklaim membuat MPR lebih inklusif.
"Wacana menghadirkan kembali utusan golongan sebagai anggota MPR RI merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh. Ruang dialektikanya harus dibuka lebar, tidak boleh ditutup apalagi buru-buru ditangkal. Baik yang pro maupun kontra bisa menyampaikan argumentasinya," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 18 oktober 2021.
Menurut Bamsoet, sejumlah pihak berpendapat utusan golongan dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat yang tidak terwakili partai politik. Dia mengutip pakar kebangsaan Yudi yang menyebut utusan golongan berangkat dari prinsip keadilan multikulturalisme yang mengakui adanya perbedaan-perbedaan golongan dalam masyarakat.
"Perbedaan golongan ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa tiap warga negara, bahkan jika dipandang sebagai subjek hukum, bukanlah individu-individu abstrak yang tercerabut dari akar-akar sosialnya. Terkait itu, pemenuhan hak individu bisa terkait dengan keadaan golongannya," ujar mantan Ketua DPR itu.
Baca:
Survei: 70% Responden Tolak PPHN Diakomodasi Via Amendemen UUD 1945
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Hubungan Kelembagaan, Diani Sadiawati, mendukung ide membangun MPR yang lebih inklusif. Utusan golongan dianggap menjadi solusi terhadap adanya celah tidak terwakilinya kelompok keahlian, profesional, asosiasi pelaku usaha, petani, dan pekerja.
Diani menerangkan dalam kondisi sekarang, jika dihidupkan melalui
amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, penyusunan pokok-pokok haluan negara (PPHN) dipegang eksklusif oleh partai politik (DPR) dan wakil daerah (DPD). Sementara itu, inklusifitas penyusunan PPHN penting karena berkaitan dengan berbagai komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (
Sustainable Development Goals/SDGs).
SDGs disebut sejatinya memiliki prinsip
leave no one behind (tidak ada kelompok yang tertinggal). PPHN seharusnya menjadi karya kolektif bangsa dengan seluruh elemen masyarakat turut terlibat sehingga perencanaan pembangunan nasional menjadi inklusif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)