Jakarta: Legalisasi pernikahan penghayat kepercayaan melalui PP Nomor 40 Tahun 2019 dinilai menghapus diskriminasi. Melalui regulasi itu penghayat kepercayaan diberi keleluasaan menikah dan mencatatkan pernikahannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.
"Dengan pencatatan ini penghayat kepercayaan bisa memperoleh akta perkawinan yang diakui oleh negara," ujar juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sigit Widodo, Kamis, 25 Juli 2019.
Menurut Sigit penerbitan PP yang merupakan revisi dari aturan sebelumnya tentang Administrasi Kependudukan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan angin segar bagi penghayat kepercayaan. Pasalnya, mereka selama ini seolah tersisih dan harus menjadi penganut agama yang diakui negara jika ingin pernikahannya dianggap sah secara hukum.
Baca juga: Aturan Pencatatan Perkawinan Penghayat Kepercayaan Diterbitkan
Akibatnya, penghayat kepercayaan tak mendapat layanan kependudukan sebagaimana yang didapatkan warga negara lain. Sekaligus menimbulkan masalah baru bagi anak-anak yang lahir dari pasangan penghayat kepercayaan.
"Sangat menyedihkan. Selama puluhan tahun mereka tidak bisa menikah secara resmi, sehingga tidak memiliki KTP dan Kartu Keluarga. Anak-anak mereka tidak dianggap sebagai anak dari perkawinan yang sah dan muncul masalah-masalah berantai lainnya," beber Sigit.
Sigit menilai melalui regulasi baru penghayat kepercayaan tak perlu lagi pura-pura memeluk salah satu agama hanya agar diakui negara. Ia pun mengapresiasi tindakan pemerintah yang menghapus diskriminasi tersebut.
“Biarkanlah mereka menjalankan kepercayaan-kepercayaan yang diyakininya tanpa ada diskriminasi. Ini bagian dari kebhinekaan bangsa yang harus kita jaga bersama,” pungkasnya.
Jakarta: Legalisasi pernikahan penghayat kepercayaan melalui PP Nomor 40 Tahun 2019 dinilai menghapus diskriminasi. Melalui regulasi itu penghayat kepercayaan diberi keleluasaan menikah dan mencatatkan pernikahannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.
"Dengan pencatatan ini penghayat kepercayaan bisa memperoleh akta perkawinan yang diakui oleh negara," ujar juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sigit Widodo, Kamis, 25 Juli 2019.
Menurut Sigit penerbitan PP yang merupakan revisi dari aturan sebelumnya tentang Administrasi Kependudukan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan angin segar bagi penghayat kepercayaan. Pasalnya, mereka selama ini seolah tersisih dan harus menjadi penganut agama yang diakui negara jika ingin pernikahannya dianggap sah secara hukum.
Baca juga:
Aturan Pencatatan Perkawinan Penghayat Kepercayaan Diterbitkan
Akibatnya, penghayat kepercayaan tak mendapat layanan kependudukan sebagaimana yang didapatkan warga negara lain. Sekaligus menimbulkan masalah baru bagi anak-anak yang lahir dari pasangan penghayat kepercayaan.
"Sangat menyedihkan. Selama puluhan tahun mereka tidak bisa menikah secara resmi, sehingga tidak memiliki KTP dan Kartu Keluarga. Anak-anak mereka tidak dianggap sebagai anak dari perkawinan yang sah dan muncul masalah-masalah berantai lainnya," beber Sigit.
Sigit menilai melalui regulasi baru penghayat kepercayaan tak perlu lagi pura-pura memeluk salah satu agama hanya agar diakui negara. Ia pun mengapresiasi tindakan pemerintah yang menghapus diskriminasi tersebut.
“Biarkanlah mereka menjalankan kepercayaan-kepercayaan yang diyakininya tanpa ada diskriminasi. Ini bagian dari kebhinekaan bangsa yang harus kita jaga bersama,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)