PAN Terganggu jika Kritik Amien Rais Terlalu Pedas (2)
Abdul Kohar • 03 Agustus 2018 19:57
Jakarta: Politik di Indonesia sangat dinamis. Apalagi di hari-hari terakhir ini, menjelang pendaftaran capres-cawapres, hampir semua parpol saling bertemu untuk memastikan siapakah yang layak digandeng menjadi koalisi.
Nah, kali ini saya, Pemimpin Redaksi Medcom.ID Abdul Kohar, sedang berada di kediaman salah satu sosok penting yang ikut menentukan bagaimana koalisi politik bagi demokrasi Indonesia ke depan. Ia adalah Zulkifli Hasan, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN).
Abdul Kohar (AK): Suara PAN kan, selain Pak Zulkifli Hasan, ada Amien Rais (Ketua Dewan Kehormatan PAN). Pak Amien sangat pedas mengkritik pemerintah. Apakah sudah dibicarakan?
Baca: 'Kami bukan Setengah-setengah, tapi Kritis' (1)
Zulkifli Hasan (ZH): Pak Amien konsisten dari dulu memang seperti itu. Mulai zaman Pak Harto (Presiden kedua RI Soeharto), saya kira zaman Mbak Mega (Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri) agak kalem, zamannya Gus Dur (Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid) apalagi. Zaman Pak SBY (Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono) waduh lebih keras lagi. Memang Pak Amien mengkritik begitu, untuk apa? Karena kecintaannya kepada negeri ini.
Beliau sudah senior. Gus Dur, Mba Mega, dan Pak Amien saya kategorikan orang-orang spesial, khusus. Mereka bertalenta karena kecintaan yang luar biasa kepada negerinya. Sehingga karena kepekaannya itu, kalau ada hal-hal ganjil, pasti meledak-ledak dan itu konsisten. Memang dari dulu seperti itu.
AK: Tapi PAN tidak terganggu?
ZH: Kadang-kadang kalau pedas, ya ada (terganggu) juga. Bukan terganggu apa-apa, maksudnya kaget.
AK: PAN juga masih bisa kaget?
ZH: Kadang-kadang kaget juga.
AK: Tapi setelah itu mengklarifikasi?
ZH: Karena ilmunya Pak Amien tinggi. Kita makom-nya belum nyampe. Jadi kita kaget.
AK: Tapi pernah menyampaikan ke Pak Amien, 'Pak Amien tolong direm ini...
ZH: Oh, gak pernah. Misal kita minta 'Pak Amien direm.' Oh, gak bisa. Pak Amien ya Pak Amien. Yang bisa kita diskusi. Persoalan ini yang benar begini, a, b, c, a....
AK: Manuver Pak Amien bertemu dengan beberapa tokoh, apakah selalu mengatasnamakan PAN?
ZH: Itu hak prerogatif. Di PAN memang begitu. Sebelum ambil keputusan, kita semua, apalagi Pak Amien. Yang lain juga boleh. PAN itu sangat demokratis. Dengan ketua umum boleh protes, boleh marah. Setiap orang berhak menyatakan pendapat, boleh mengkritik, bebas melakukan inisiatif, bebas melakukan inovasi, gerakan yang dianggap untuk kebaikan itu, tempat kita begitu. Tapi kalau sudah diputuskan A, ya sama.
AK: Termasuk misalnya ternyata PAN tetap memutuskan ke Pak jokowi?
ZH: ke Pak Jokowi ataupun tidak ke Pak Jokowi, kalau itu sudah diputus, yes.
AK: Termasuk Pak Amien tunduk ya?
ZH: Semua. Pasti itu sudah.
AK: Garansi bahwa meskipun sekeras apa pun, ketika partai memutuskan...
ZH: Sudah sama. Selesai. Prosesnya bisa keras. Contohnya dulu kami pernah melaksanakan kongres pertama, ya tensinya tinggi. Kongres kedua dinamikanya tinggi. Kongres ketiga tinggi, tapi setelah selesai sudah.
AK: Beberapa orang kan sempat kecewa....
ZH: Politik itu kan orang banyak. Bahwa ada yang kecewa, ada yang gak puas, ya gak mungkin di parpol 100 persen puas. Ada 7 juta orang.
AK: Di parpol gak boleh baper ya?
ZH: Iya, kan perjuangan jangka panjang. Politik, 7 juta orang, gak mungkin sama. Satu keluarga saja beda-beda, apalagi 7 juta orang.
AK: Tantangan Pak Zul kan tak mudah memimpin partai. Naik turun....
ZH: Di kami itu, kebebasannya itu karena kami meyakini, bagaimana demokrasi mau berkembang di Tanah Air kalau partai sendiri tak demokratis. Demokrasi itu pilar kita berbangsa dan bernegara. Nah, kalau partainya tak demokratis bagaimana.
AK: Sejauh ini Pak Zul seberapa (demokratis) PAN...
ZH: Sangat demokratis. Sangat terbuka
AK: Ada contoh?
ZH: Ya, Pak Amien, Mas Drajad (Drajad Wibowo, mantan Wakil Ketua Umum PAN sekaligus tim sukses eks Ketua Umum PAN Hatta Rajasa), banyak deh. Waktu yang lalu ada Alvin Lie (mantan anggota DPR dua periode dari PAN), itu luar biasa.
AK: Jadi, itu sebagai tolok ukur dan itu akan terus dijaga?
ZH: Terus. Dan kami coba koreksi satu-satu.
AK: Untuk pada level paling rendah, apa yang Pak Zul lakukan agar demokrasi berkembang di PAN?
ZH: Kita makanya, agar berkembang, basisnya kompetensi dan prestasi. Jadi basisnya bukan karena dekat. 'Oh ini teman saya, ini teman saya,' ndak begitu kita. Kita basisnya kompetensi dan prestasi.
AK: Cara mengukurnya?
ZH: Oh jelas dong, kalau di parpol kan jelas. terukur kan.
AK: Termasuk dalam menyeleksi caleg?
ZH: Iya. Bahkan caleg kami hanya 40 persen dari kader. 60 persen dari masyarakat, tokoh masyarakat, berbagai latar belakang yang ingin sama-sama memperbaiki negeri ini.
AK: Tak khawatir mereka tak sejalan dengan visi dan misi PAN?
ZH: Kan dilatih dulu. Kita lihat yang memiliki kompetensi, nanti diberi pelatihan kader.
AK: Apa sih yang paling harus dilakukan setiap person elite politik di republik ini, kali ini?
ZH: Nah, ini menarik pertanyaan. Kita ini, elite politik, kader partai, harus disadari betul, janganlah mengembangkan politik kelompok golongan. Harusnya politik kebangsaan. Bolehlah beda-beda, capres beda-beda, partai beda-beda, pilkada beda-beda, tapi kan kita ini satu keluarga. Merah putihnya sama. Kita sahabat. Anda maju jadi gubernur, saya maju, kan sahabat. Kita bukan musuh.
Yang kita adu itu, berikan keyakinan kepada publik, menurut mereka mana yang terbaik. Adu konsep, adu gagasan. Jangan terulang lagi peristiwa Pilgub Jakarta. Janganlah Indonesia ini dikotori kebencian. Berdosa kita kepada generasi muda dan anak-anak kita.
Oleh karena itu, saya ingin pilpres dan pileg ini yang bermartabat, penuh persahabatan. Seperti di sepak bola, ada juga tekel, bolehlah, tapi jangan mematahkan kaki orang dong. Itu panjang lukanya.
AK: Itu bahaya yang saat ini terjadi?
ZH: Iya, jangan dikembang-kembangkan. Bolehlah, ada #2019GantiPresiden, ada #Jokowi2 Periode, dalam demokrasi kan biasa. Yang gak biasa itu jangan berantem. Foto bareng. Itu kan bagus, rakyat juga suka. Tapi kalau saya yang paling benar, Anda paling salah, terus berantem, itu yang gak boleh. Itu yang dihindari, kita mundur.
Saya mengatakan problem Indonesia ini banyak. Kita 260 juta orang, banyak masalah. Tetangga kita maju berkembang, banyak yang mesti kita kerjakan bersama, gak mungkin negeri ini diurus satu orang. Diurus satu kelompok. Mari kita urus sama-sama.
Nanti bertarung, sudah ayolah. Saling koreksi, saling dukung dengan background, landasan, pondasinya politik kebangsaan. Bukan politik belah bambu.
<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/mQmIu1CP1QY" frameborder="0" allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Politik di Indonesia sangat dinamis. Apalagi di hari-hari terakhir ini, menjelang pendaftaran capres-cawapres, hampir semua parpol saling bertemu untuk memastikan siapakah yang layak digandeng menjadi koalisi.
Nah, kali ini saya, Pemimpin Redaksi Medcom.ID Abdul Kohar, sedang berada di kediaman salah satu sosok penting yang ikut menentukan bagaimana koalisi politik bagi demokrasi Indonesia ke depan. Ia adalah Zulkifli Hasan, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN).
Abdul Kohar (AK): Suara PAN kan, selain Pak Zulkifli Hasan, ada Amien Rais (Ketua Dewan Kehormatan PAN). Pak Amien sangat pedas mengkritik pemerintah. Apakah sudah dibicarakan?
Zulkifli Hasan (ZH): Pak Amien konsisten dari dulu memang seperti itu. Mulai zaman Pak Harto (Presiden kedua RI Soeharto), saya kira zaman Mbak Mega (Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri) agak kalem, zamannya Gus Dur (Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid) apalagi. Zaman Pak SBY (Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono) waduh lebih keras lagi. Memang Pak Amien mengkritik begitu, untuk apa? Karena kecintaannya kepada negeri ini.
Beliau sudah senior. Gus Dur, Mba Mega, dan Pak Amien saya kategorikan orang-orang spesial, khusus. Mereka bertalenta karena kecintaan yang luar biasa kepada negerinya. Sehingga karena kepekaannya itu, kalau ada hal-hal ganjil, pasti meledak-ledak dan itu konsisten. Memang dari dulu seperti itu.
AK: Tapi PAN tidak terganggu?
ZH: Kadang-kadang kalau pedas, ya ada (terganggu) juga. Bukan terganggu apa-apa, maksudnya kaget.
AK: PAN juga masih bisa kaget?
ZH: Kadang-kadang kaget juga.
AK: Tapi setelah itu mengklarifikasi?
ZH: Karena ilmunya Pak Amien tinggi. Kita makom-nya belum nyampe. Jadi kita kaget.
AK: Tapi pernah menyampaikan ke Pak Amien, 'Pak Amien tolong direm ini...
ZH: Oh, gak pernah. Misal kita minta 'Pak Amien direm.' Oh, gak bisa. Pak Amien ya Pak Amien. Yang bisa kita diskusi. Persoalan ini yang benar begini, a, b, c, a....
AK: Manuver Pak Amien bertemu dengan beberapa tokoh, apakah selalu mengatasnamakan PAN?
ZH: Itu hak prerogatif. Di PAN memang begitu. Sebelum ambil keputusan, kita semua, apalagi Pak Amien. Yang lain juga boleh. PAN itu sangat demokratis. Dengan ketua umum boleh protes, boleh marah. Setiap orang berhak menyatakan pendapat, boleh mengkritik, bebas melakukan inisiatif, bebas melakukan inovasi, gerakan yang dianggap untuk kebaikan itu, tempat kita begitu. Tapi kalau sudah diputuskan A, ya sama.
AK: Termasuk misalnya ternyata PAN tetap memutuskan ke Pak jokowi?
ZH: ke Pak Jokowi ataupun tidak ke Pak Jokowi, kalau itu sudah diputus, yes.
AK: Termasuk Pak Amien tunduk ya?
ZH: Semua. Pasti itu sudah.
AK: Garansi bahwa meskipun sekeras apa pun, ketika partai memutuskan...
ZH: Sudah sama. Selesai. Prosesnya bisa keras. Contohnya dulu kami pernah melaksanakan kongres pertama, ya tensinya tinggi. Kongres kedua dinamikanya tinggi. Kongres ketiga tinggi, tapi setelah selesai sudah.
AK: Beberapa orang kan sempat kecewa....
ZH: Politik itu kan orang banyak. Bahwa ada yang kecewa, ada yang gak puas, ya gak mungkin di parpol 100 persen puas. Ada 7 juta orang.
AK: Di parpol gak boleh baper ya?
ZH: Iya, kan perjuangan jangka panjang. Politik, 7 juta orang, gak mungkin sama. Satu keluarga saja beda-beda, apalagi 7 juta orang.
AK: Tantangan Pak Zul kan tak mudah memimpin partai. Naik turun....
ZH: Di kami itu, kebebasannya itu karena kami meyakini, bagaimana demokrasi mau berkembang di Tanah Air kalau partai sendiri tak demokratis. Demokrasi itu pilar kita berbangsa dan bernegara. Nah, kalau partainya tak demokratis bagaimana.
AK: Sejauh ini Pak Zul seberapa (demokratis) PAN...
ZH: Sangat demokratis. Sangat terbuka
AK: Ada contoh?
ZH: Ya, Pak Amien, Mas Drajad (Drajad Wibowo, mantan Wakil Ketua Umum PAN sekaligus tim sukses eks Ketua Umum PAN Hatta Rajasa), banyak deh. Waktu yang lalu ada Alvin Lie (mantan anggota DPR dua periode dari PAN), itu luar biasa.
AK: Jadi, itu sebagai tolok ukur dan itu akan terus dijaga?
ZH: Terus. Dan kami coba koreksi satu-satu.
AK: Untuk pada level paling rendah, apa yang Pak Zul lakukan agar demokrasi berkembang di PAN?
ZH: Kita makanya, agar berkembang, basisnya kompetensi dan prestasi. Jadi basisnya bukan karena dekat. 'Oh ini teman saya, ini teman saya,' ndak begitu kita. Kita basisnya kompetensi dan prestasi.
AK: Cara mengukurnya?
ZH: Oh jelas dong, kalau di parpol kan jelas. terukur kan.
AK: Termasuk dalam menyeleksi caleg?
ZH: Iya. Bahkan caleg kami hanya 40 persen dari kader. 60 persen dari masyarakat, tokoh masyarakat, berbagai latar belakang yang ingin sama-sama memperbaiki negeri ini.
AK: Tak khawatir mereka tak sejalan dengan visi dan misi PAN?
ZH: Kan dilatih dulu. Kita lihat yang memiliki kompetensi, nanti diberi pelatihan kader.
AK: Apa sih yang paling harus dilakukan setiap person elite politik di republik ini, kali ini?
ZH: Nah, ini menarik pertanyaan. Kita ini, elite politik, kader partai, harus disadari betul, janganlah mengembangkan politik kelompok golongan. Harusnya politik kebangsaan. Bolehlah beda-beda, capres beda-beda, partai beda-beda, pilkada beda-beda, tapi kan kita ini satu keluarga. Merah putihnya sama. Kita sahabat. Anda maju jadi gubernur, saya maju, kan sahabat. Kita bukan musuh.
Yang kita adu itu, berikan keyakinan kepada publik, menurut mereka mana yang terbaik. Adu konsep, adu gagasan. Jangan terulang lagi peristiwa Pilgub Jakarta. Janganlah Indonesia ini dikotori kebencian. Berdosa kita kepada generasi muda dan anak-anak kita.
Oleh karena itu, saya ingin pilpres dan pileg ini yang bermartabat, penuh persahabatan. Seperti di sepak bola, ada juga tekel, bolehlah, tapi jangan mematahkan kaki orang dong. Itu panjang lukanya.
AK: Itu bahaya yang saat ini terjadi?
ZH: Iya, jangan dikembang-kembangkan. Bolehlah, ada #2019GantiPresiden, ada #Jokowi2 Periode, dalam demokrasi kan biasa. Yang gak biasa itu jangan berantem. Foto bareng. Itu kan bagus, rakyat juga suka. Tapi kalau saya yang paling benar, Anda paling salah, terus berantem, itu yang gak boleh. Itu yang dihindari, kita mundur.
Saya mengatakan problem Indonesia ini banyak. Kita 260 juta orang, banyak masalah. Tetangga kita maju berkembang, banyak yang mesti kita kerjakan bersama, gak mungkin negeri ini diurus satu orang. Diurus satu kelompok. Mari kita urus sama-sama.
Nanti bertarung, sudah ayolah. Saling koreksi, saling dukung dengan background, landasan, pondasinya politik kebangsaan. Bukan politik belah bambu.