Jakarta: Politik di Indonesia sangat dinamis. Apalagi di hari-hari terakhir ini, menjelang pendaftaran capres-cawapres, hampir semua parpol saling bertemu untuk memastikan siapakah yang layak digandeng menjadi koalisi.
Nah, kali ini saya, Pemimpin Redaksi Medcom.ID Abdul Kohar, sedang berada di kediaman salah satu sosok penting yang ikut menentukan bagaimana koalisi politik bagi demokrasi Indonesia ke depan. Ia adalah Zulkifli Hasan, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN).
Abdul Kohar (AK): Sibuk terus ya?
Zulkifli Hasan (ZH) : Biasa. Satu (ada urusan) caleg, apalagi putusan MK mendadak seperti nuklir datang. Anggota DPD tak boleh dari partai. Kita ada beberapa daerah yang kombinasi, harus mundur salah satu. Kedua, sekarang intens nih, sebentar lagi 4 Agustus pendaftaran capres, tanggal 10 sudah close. Saya kira, hari-hari terakhir ini menentukan bagi partai dan bagi bangsa dan negara.
AK: Silaturahmi politik tetap berlangsung, tapi sebetulnya sampai detik ini posisi PAN ada di mana?
ZH: Semua masih dalam proses. Belum ada keputusan final. Proses terus semakin intens, mana yang terbaik untuk negeri itulah yang kami putuskan. Itu pada waktu rekomendasi yang akan datang.
AK: Terbaik untuk negeri itu kriterianya apa?
ZH: Kita koalisi ya tentu tak terhindarkan soal capres-cawapres, tapi yang paling penting bagi PAN apakah bisa bersama-sama dulu untuk mengarahkan Indonesia ini mau di bawa ke mana. Bagaimana Indonesia lebih berdaulat, bagaimana Indonesia lebih adil, bagaimana hukum bisa tegak tidak pandang bulu. Bagaimana ada kesetaraan, bagaimana ekonomi tumbuh, dan sebagainya. kita ikut duduk bersama-sama.
Ya, tentu tak terhindarkan capres, cawapres, ada menteri satu, dua, dan tiga. Tapi yang lebih penting bagi PAN adalah bagaimana arah Indonesia ke depan mau seperti apa.
AK: Beberapa pengurus PAN mengatakan bahwa hingga detik ini PAN belum bergeser dari posisi di rakernas yang menyatakan bahwa baik capres maupun cawapres adalah Zulkifli Hasan?
ZH: Nah, itu dia. Pasti ada proses. Kita menyadari syarat 20 persen (ambang batas pencalonan presiden) itu tak mudah. Oleh karena itu, ada gabungan parpol. Dalam gabungan tentu tidak bisa menang-menangan. Harus, harus, Harga mati. Yang ada justru harga hidup, harga musyawarah, harga diskusi, dan harga bagaimana Indonesia lebih baik lagi.
Tentu dengan proses yang intens, dengan berbagai politik, kemarin dengan Pak Presiden, nanti dengan Pak SBY (Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono), nanti dengan Pak Prabowo (Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto), dan seterusnyalah. Ini intens.
AK: Dari sekian banyak pertemuan, tentu saja termasuk dengan Pak Jokowi, meskipun PAN ini dipandang setengah-setengah, artinya setengah ada di pemerintahan, setengah ada di luar. Kalau boleh dihitung, sebetulnya proporsinya berapa-berapa sih?
ZH: Kita bukan soal luar dan dalam atau bukan oposisi dan tidak oposisi. Indonesia sebetulnya tak mengenal. Kalau parlementer, iya. Kita presidensial, presiden berkuasa.
Kalau Presiden kita anggap akan membuat kerugian bagi bangsa dan negara, ya tentu kita sampaikan. Misal, ada keputusan mengenai rekomendasi 200 ulama, kami keras. 'Oh, ini memecah belah, Pak. Ini politik belah bambu, gak bagus. 200 diambil yang lain dibijak (dibuang).'
Kami sampaikan, tak bisa kami iya, iya terus, iya terus. Nah, sebagai teman, sebagai koalisi, kami memilih koalisi yang kritis, yang kami anggap kurang tepat kami sampaikan. Untuk kebaikan bersama.
AK: Nah, Pak Zulkifli kan sering juga bertemu dengan Pak Jokowi karena sebagian kaki ada di pemerintah. Respon Pak Jokowi terhadap kritik-kritik PAN ini seperti apa?
ZH: Tentu ada juga komplain. Kalau memang tak proporsional, saya sampaikan kepada beliau, kami minta maaf. Tapi, tak ada niat sedikit pun, apalagi ingin menjatuhkan, sama sekali tak ada. Yang kami sampaikan itu adalah untuk kebaikan Indonesia, kebaikan kita bersama.
Ada keputusan-keputusan kami yang berbeda dengan apa yang sudah diputuskan pemerintah. Misalnya, UU mengenai presidential threshold 20 persen. Kami berbeda karena dalam UUD sudah jelas.
Apalagi PT itu sudah dipakai dengan yang lalu. MK kan tak konsisten. Parpol belum sah, tetapi hasilnya sudah diakui sebagai hasil yang sah. Padahal kan kita ingin pilegnya nanti, tapi berbarengan. Misalnya hal-hal seperti itu kami luruskan. Tapi kalau sudah diputuskan di DPR ya kami ikut, kami patuh.
AK: Apa sih yang paling dikomplain oleh Pak Jokowi?
ZH: Tentu kritik-kritik pedas. Pak presiden kan orangnya sangat demokratis ya. Kalau berdasarkan fakta, berdasarkan data, beliau lengkap. Tapi kalau dirasakan itu seperti tak berdasar, tentu komplain. Tapi bukan ke Pak Presiden langsung, melalui staf-staf yang ada. 'Kok begitu ya." Tentu kita evaluasi.
<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/mQmIu1CP1QY" frameborder="0" allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Politik di Indonesia sangat dinamis. Apalagi di hari-hari terakhir ini, menjelang pendaftaran capres-cawapres, hampir semua parpol saling bertemu untuk memastikan siapakah yang layak digandeng menjadi koalisi.
Nah, kali ini saya, Pemimpin Redaksi Medcom.ID Abdul Kohar, sedang berada di kediaman salah satu sosok penting yang ikut menentukan bagaimana koalisi politik bagi demokrasi Indonesia ke depan. Ia adalah Zulkifli Hasan, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN).
Abdul Kohar (AK): Sibuk terus ya?
Zulkifli Hasan (ZH) : Biasa. Satu (ada urusan) caleg, apalagi putusan MK mendadak seperti nuklir datang. Anggota DPD tak boleh dari partai. Kita ada beberapa daerah yang kombinasi, harus mundur salah satu. Kedua, sekarang intens nih, sebentar lagi 4 Agustus pendaftaran capres, tanggal 10 sudah close. Saya kira, hari-hari terakhir ini menentukan bagi partai dan bagi bangsa dan negara.
AK: Silaturahmi politik tetap berlangsung, tapi sebetulnya sampai detik ini posisi PAN ada di mana?
ZH: Semua masih dalam proses. Belum ada keputusan final. Proses terus semakin intens, mana yang terbaik untuk negeri itulah yang kami putuskan. Itu pada waktu rekomendasi yang akan datang.
AK: Terbaik untuk negeri itu kriterianya apa?
ZH: Kita koalisi ya tentu tak terhindarkan soal capres-cawapres, tapi yang paling penting bagi PAN apakah bisa bersama-sama dulu untuk mengarahkan Indonesia ini mau di bawa ke mana. Bagaimana Indonesia lebih berdaulat, bagaimana Indonesia lebih adil, bagaimana hukum bisa tegak tidak pandang bulu. Bagaimana ada kesetaraan, bagaimana ekonomi tumbuh, dan sebagainya. kita ikut duduk bersama-sama.
Ya, tentu tak terhindarkan capres, cawapres, ada menteri satu, dua, dan tiga. Tapi yang lebih penting bagi PAN adalah bagaimana arah Indonesia ke depan mau seperti apa.
AK: Beberapa pengurus PAN mengatakan bahwa hingga detik ini PAN belum bergeser dari posisi di rakernas yang menyatakan bahwa baik capres maupun cawapres adalah Zulkifli Hasan?
ZH: Nah, itu dia. Pasti ada proses. Kita menyadari syarat 20 persen (ambang batas pencalonan presiden) itu tak mudah. Oleh karena itu, ada gabungan parpol. Dalam gabungan tentu tidak bisa menang-menangan. Harus, harus, Harga mati. Yang ada justru harga hidup, harga musyawarah, harga diskusi, dan harga bagaimana Indonesia lebih baik lagi.
Tentu dengan proses yang intens, dengan berbagai politik, kemarin dengan Pak Presiden, nanti dengan Pak SBY (Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono), nanti dengan Pak Prabowo (Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto), dan seterusnyalah. Ini intens.
AK: Dari sekian banyak pertemuan, tentu saja termasuk dengan Pak Jokowi, meskipun PAN ini dipandang setengah-setengah, artinya setengah ada di pemerintahan, setengah ada di luar. Kalau boleh dihitung, sebetulnya proporsinya berapa-berapa sih?
ZH: Kita bukan soal luar dan dalam atau bukan oposisi dan tidak oposisi. Indonesia sebetulnya tak mengenal. Kalau parlementer, iya. Kita presidensial, presiden berkuasa.
Kalau Presiden kita anggap akan membuat kerugian bagi bangsa dan negara, ya tentu kita sampaikan. Misal, ada keputusan mengenai rekomendasi 200 ulama, kami keras. 'Oh, ini memecah belah, Pak. Ini politik belah bambu, gak bagus. 200 diambil yang lain dibijak (dibuang).'
Kami sampaikan, tak bisa kami iya, iya terus, iya terus. Nah, sebagai teman, sebagai koalisi, kami memilih koalisi yang kritis, yang kami anggap kurang tepat kami sampaikan. Untuk kebaikan bersama.
AK: Nah, Pak Zulkifli kan sering juga bertemu dengan Pak Jokowi karena sebagian kaki ada di pemerintah. Respon Pak Jokowi terhadap kritik-kritik PAN ini seperti apa?
ZH: Tentu ada juga komplain. Kalau memang tak proporsional, saya sampaikan kepada beliau, kami minta maaf. Tapi, tak ada niat sedikit pun, apalagi ingin menjatuhkan, sama sekali tak ada. Yang kami sampaikan itu adalah untuk kebaikan Indonesia, kebaikan kita bersama.
Ada keputusan-keputusan kami yang berbeda dengan apa yang sudah diputuskan pemerintah. Misalnya, UU mengenai presidential threshold 20 persen. Kami berbeda karena dalam UUD sudah jelas.
Apalagi PT itu sudah dipakai dengan yang lalu. MK kan tak konsisten. Parpol belum sah, tetapi hasilnya sudah diakui sebagai hasil yang sah. Padahal kan kita ingin pilegnya nanti, tapi berbarengan. Misalnya hal-hal seperti itu kami luruskan. Tapi kalau sudah diputuskan di DPR ya kami ikut, kami patuh.
AK: Apa sih yang paling dikomplain oleh Pak Jokowi?
ZH: Tentu kritik-kritik pedas. Pak presiden kan orangnya sangat demokratis ya. Kalau berdasarkan fakta, berdasarkan data, beliau lengkap. Tapi kalau dirasakan itu seperti tak berdasar, tentu komplain. Tapi bukan ke Pak Presiden langsung, melalui staf-staf yang ada. 'Kok begitu ya." Tentu kita evaluasi.