Jakarta: Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dinilai harus segera diakhiri. Pemerintah dan DPR diminta mengutamakan penanggulangan virus korona (covid-19) daripada membuat RUU HIP.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai pembahasan RUU HIP tidak penting. Apalagi, RUU tersebut dapat menurunkan kadar filosofi dan ideologi Pancasila dari yang tercantum sebelumnya di UUD 1945.
“Secara umum, menurut saya RUU ini tidak diperlukan karena dua sebab. Pertama, soal urgensi dan kontekstualitas produk legislasi yang dihasilkan DPR pada suatu waktu. Fokus lembaga legislatif di mana pun saat ini ialah soal menghadapi pandemi covid-19 dan akibat turunannya seperti pengangguran, ekonomi, juga hal lain,” kata Bivitri kepada Media Indonesia, Senin, 15 Juni 2020.
Menurut dia, pengawalan DPR terhadap penanganan virus korona dengan seluruh fungsinya ialah dari legislasi, pengawasan, hingga anggaran. Kritik soal RUU yang tetap disahkan bukan berarti DPR tidak boleh bekerja, melainkan agar substansinya tetap mencerminkan kehendak rakyat.
“Pancasila tentu amat sangat penting, tetapi masalah riil yang kita hadapi ialah pandemi covid-19. Pancasila penting, tapi tidak urgen,” ujarnya.
Alasan kedua, kata dia, RUU HIP justru menempatkan Pancasila menjadi ke bawah. Dalam hukum, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, bahkan lebih tinggi dari UUD.
Sementara itu, Fraksi Partai NasDem enggan melanjutkan pembahasan RUU HIP. Karena embrio regulasi ini menuai pro kontra dan dapat memperlebar polarisasi di tengah kondisi ekonomi bangsa yang terpukul virus korona.
“Pandemi covid-19 membawa dampak sangat signifikan atas kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau RUU HIP dipaksakan dibahas DPR saat ini, hanya akan menambah polarisasi di masyarakat di tengah ekonomi yang sangat sulit saat ini,” papar anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem Syamsul Luthfi.
Menurut dia, Fraksi Partai NasDem mengutamakan untuk menjaga perasaan masyarakat yang berusaha kembali bersatu di tingkat akar rumput seusai Pemilu 2019, dan fokus membantu memulihkan ekonomi akibat pandemi virus korona.
Baca: Tap MPRS Harus Jadi Landasan
Bertentangan dengan UUD 1945
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak DPR segera mengakhiri pembahasan RUU HIP. Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, RUU HIP tidak mendesak serta materinya bertentangan dengan UUD 1945 dan beberapa regulasi lain.
“Terutama UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ungkap Mu'ti saat jumpa pers di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta.
Mu’ti menambahkan, Muhammadiyah berpendapat RUU HIP sebaiknya tak dilanjutkan pembahasannya untuk menjadi undang-undang. Berdasarkan kajian yang dilakukan tim PP Muhammadiyah, kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai ideologi negara sejatinya sudah sangat kuat sehingga tidak diperlukan lagi UU yang mengaturnya.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan DPR akan menerima masukan semua pihak atas RUU HIP. Dia mengatakan pembahasan RUU HIP belum berjalan dan belum bisa diputuskan apakah akan dilanjutkan atau tidak.
“RUU HIP itu kan masih pembahasan, masih juga menunggu inventarisasi masalah (DIM) dari fraksi-fraksi. Tentunya, DPR juga, seperti yang sudah kami janjikan, apabila ada satu UU yang menarik perhatian masyarakat, pasti kami akan meminta masukan dari masyarakat. Ada jangka waktunya sebelum kemudian melakukan pembahasan,” ujar Dasco.
Jakarta: Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dinilai harus segera diakhiri. Pemerintah dan DPR diminta mengutamakan penanggulangan virus korona (covid-19) daripada membuat RUU HIP.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai pembahasan RUU HIP tidak penting. Apalagi, RUU tersebut dapat menurunkan kadar filosofi dan ideologi Pancasila dari yang tercantum sebelumnya di UUD 1945.
“Secara umum, menurut saya RUU ini tidak diperlukan karena dua sebab. Pertama, soal urgensi dan kontekstualitas produk legislasi yang dihasilkan DPR pada suatu waktu. Fokus lembaga legislatif di mana pun saat ini ialah soal menghadapi pandemi covid-19 dan akibat turunannya seperti pengangguran, ekonomi, juga hal lain,” kata Bivitri kepada Media Indonesia, Senin, 15 Juni 2020.
Menurut dia, pengawalan DPR terhadap penanganan virus korona dengan seluruh fungsinya ialah dari legislasi, pengawasan, hingga anggaran. Kritik soal RUU yang tetap disahkan bukan berarti DPR tidak boleh bekerja, melainkan agar substansinya tetap mencerminkan kehendak rakyat.
“Pancasila tentu amat sangat penting, tetapi masalah riil yang kita hadapi ialah pandemi covid-19. Pancasila penting, tapi tidak urgen,” ujarnya.
Alasan kedua, kata dia, RUU HIP justru menempatkan Pancasila menjadi ke bawah. Dalam hukum, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, bahkan lebih tinggi dari UUD.
Sementara itu, Fraksi Partai NasDem enggan melanjutkan pembahasan RUU HIP. Karena embrio regulasi ini menuai pro kontra dan dapat memperlebar polarisasi di tengah kondisi ekonomi bangsa yang terpukul virus korona.
“Pandemi covid-19 membawa dampak sangat signifikan atas kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau RUU HIP dipaksakan dibahas DPR saat ini, hanya akan menambah polarisasi di masyarakat di tengah ekonomi yang sangat sulit saat ini,” papar anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem Syamsul Luthfi.
Menurut dia, Fraksi Partai NasDem mengutamakan untuk menjaga perasaan masyarakat yang berusaha kembali bersatu di tingkat akar rumput seusai Pemilu 2019, dan fokus membantu memulihkan ekonomi akibat pandemi virus korona.
Baca: Tap MPRS Harus Jadi Landasan
Bertentangan dengan UUD 1945
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak DPR segera mengakhiri pembahasan RUU HIP. Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, RUU HIP tidak mendesak serta materinya bertentangan dengan UUD 1945 dan beberapa regulasi lain.
“Terutama UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ungkap Mu'ti saat jumpa pers di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta.
Mu’ti menambahkan, Muhammadiyah berpendapat RUU HIP sebaiknya tak dilanjutkan pembahasannya untuk menjadi undang-undang. Berdasarkan kajian yang dilakukan tim PP Muhammadiyah, kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai ideologi negara sejatinya sudah sangat kuat sehingga tidak diperlukan lagi UU yang mengaturnya.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan DPR akan menerima masukan semua pihak atas RUU HIP. Dia mengatakan pembahasan RUU HIP belum berjalan dan belum bisa diputuskan apakah akan dilanjutkan atau tidak.
“RUU HIP itu kan masih pembahasan, masih juga menunggu inventarisasi masalah (DIM) dari fraksi-fraksi. Tentunya, DPR juga, seperti yang sudah kami janjikan, apabila ada satu UU yang menarik perhatian masyarakat, pasti kami akan meminta masukan dari masyarakat. Ada jangka waktunya sebelum kemudian melakukan pembahasan,” ujar Dasco.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)