Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

RUU Ketahanan Keluarga

BDSM Dinilai Bertentangan dengan Tujuan Pernikahan

Anggi Tondi Martaon • 20 Februari 2020 11:25
Jakarta: Pengusul Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga Ali Taher menyebut aktivitas seks sadisme dan masokhisme atau biasa dikenal Bondage and Discipline, Sadism and Masochism (BDSM) merupakan penyimpangan. Ali menyebut praktik itu tidak boleh terjadi dalam suatu keluarga, termasuk hubungan seks suami istri.
 
"Seks itu kan persoalan cinta, persoalan kasih sayang di antara itu digunakan dalam konteks reproduksi bagi keluarga yang masih muda, atau digunakan sebagai kebahagiaan bersama antara kedua belah pihak dan itulah tujuan esensi utama dari pernikahan," kata Ali Taher di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Februari 2020.
 
Politikus PAN itu menilai BDSM bertentangan dengan nilai kasih sayang. Ali menuturkan unsur penganiayaan tidak boleh terjadi meski menjadi kesepakatan suami istri.

"Kalau ada penganiayaan, perlu ada negara hadir. Ada orang sampai dibunuh itu kan bagaimana? Undang-undang belum mengatur sejauh itu, apalagi KUHP yang baru belum terbit," tutur dia.
 
Mantan Ketua Komisi VIII itu memastikan pihak pengusul terbuka dengan berbagai masukan dalam pembahasan. Dia berharap rancangan aturan bisa memberikan perlindungan dan kepastian hukum.
 
BDSM Dinilai Bertentangan dengan Tujuan Pernikahan
Politikus PAN Ali Taher. Foto: MI/Susanto 
 
BDSM ialah aktivitas seksual merujuk perbudakan fisik, sadisme dan masokhisme yang dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Draf RUU Ketahanan Keluarga Pasal 85 ayat 1 menyebut aktivitas seks sadisme dan masokhisme merupakan penyimpangan seksual.
 
a. Sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.
 
b. Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.
 
Kemudian, Pasal 86 menyatakan, keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan.
 
RUU Ketahanan Keluarga diusulkan lima anggota dewan, Ledia Hanifa (PKS), Netty Prasetiyani (PKS), Sodik Mudjahid (Gerindra), Ali Taher (PAN),  dan Endang Maria (Golkar). RUU itu menuai kritik. Beberapa pasal dianggap kontroversial, seperti penanganan krisis keluarga akibat perilaku seks menyimpang, pelarangan donor sperma, dan peran perempuan dalam keluarga.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan