Jakarta: Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani sepakat dengan amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dengan menghidupkan kembali garis besar haluan negara (GBHN). GBHN dinilai menjadi pakem program pembangunan nasional.
"Saya kira ketika terjadi pergantian presiden itu tidak ada, tidak jelas, kesinambungan programnya karena masing-masing punya fokus yang berbeda. Nah, kalau ada GBHN saya kira itu ada conecting tool ada alat yang menghubungkan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Agustus 2019.
Menurut dia, GBHN menjadi semacam dokumen penghubung arah pembangunan nasional dari satu pemeritahan ke pemerintahan berikutnya. Asumsinya seperti pada masa Orde Baru ada pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan pembangunan lima tahunan.
Arsul menambahkan tidak adanya GBHN menyulitkan lembaga perwakilan mengukur kinerja pemerintah khususnya, presiden. Apakah program-program pembangunan yang dijalankan sudah sesuai atau tidak sulit diketahui.
"Misalnya apakah presiden/pemerintah itu telah berjalan dalam rel sebagaimana yang diinginkan katakan oleh rakyat," jelas Arsul.
Saat ini, dengan tidak adanya GBHN, mandat yang diberikan kepada presiden langsung dari rakyat. Apa yang dilakukan presiden seolah telah mewakili mandat rakyat. Padahal, MPR menjadi lembaga representasi rakyat.
Baca: Pemindahan Ibu Kota Perlu Dituangkan dalam GBHN
"Dulu kenapa dihapus GBHN itu kesepakatan nasional masa reformasi seperti itu. Dipandang bahwa membelenggu kebebasan beekspresi presiden terpilih untuk menjalankan ide-idenya dalam menjalankan pemerintahan," jelas Arsul.
Di sisi lain, kata Arsul GBHN bisa menjadi belenggu seorang presiden apabila tidak benar-benar mencerminkan arah pembangunan yang futuristik. Arah pembangunan tidak cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.
"Sementara GBHN-nya menetapkan seperti itu ya. Itu kan kemudian membatasi pemerintah juga, kecuali kemudian MPR-nya bersidang kembali untuk GBHN menyesuaikan dengan perkembangan global," pungkas dia.
Jakarta: Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani sepakat dengan amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dengan menghidupkan kembali garis besar haluan negara (GBHN). GBHN dinilai menjadi pakem program pembangunan nasional.
"Saya kira ketika terjadi pergantian presiden itu tidak ada, tidak jelas, kesinambungan programnya karena masing-masing punya fokus yang berbeda. Nah, kalau ada GBHN saya kira itu ada
conecting tool ada alat yang menghubungkan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Agustus 2019.
Menurut dia, GBHN menjadi semacam dokumen penghubung arah pembangunan nasional dari satu pemeritahan ke pemerintahan berikutnya. Asumsinya seperti pada masa Orde Baru ada pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan pembangunan lima tahunan.
Arsul menambahkan tidak adanya GBHN menyulitkan lembaga perwakilan mengukur kinerja pemerintah khususnya, presiden. Apakah program-program pembangunan yang dijalankan sudah sesuai atau tidak sulit diketahui.
"Misalnya apakah presiden/pemerintah itu telah berjalan dalam rel sebagaimana yang diinginkan katakan oleh rakyat," jelas Arsul.
Saat ini, dengan tidak adanya GBHN, mandat yang diberikan kepada presiden langsung dari rakyat. Apa yang dilakukan presiden seolah telah mewakili mandat rakyat. Padahal, MPR menjadi lembaga representasi rakyat.
Baca: Pemindahan Ibu Kota Perlu Dituangkan dalam GBHN
"Dulu kenapa dihapus GBHN itu kesepakatan nasional masa reformasi seperti itu. Dipandang bahwa membelenggu kebebasan beekspresi presiden terpilih untuk menjalankan ide-idenya dalam menjalankan pemerintahan," jelas Arsul.
Di sisi lain, kata Arsul GBHN bisa menjadi belenggu seorang presiden apabila tidak benar-benar mencerminkan arah pembangunan yang futuristik. Arah pembangunan tidak cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.
"Sementara GBHN-nya menetapkan seperti itu ya. Itu kan kemudian membatasi pemerintah juga, kecuali kemudian MPR-nya bersidang kembali untuk GBHN menyesuaikan dengan perkembangan global," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)