Presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming/Medcom.id/Tri
Presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming/Medcom.id/Tri

Keniscayaan Oposan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Dinda Shabrina • 23 April 2024 21:39
Jakarta: Pengamat kebijakan publik dan juga pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Yanuar Nugoroho mengatakan pemerintahan Prabowo-Gibran sangat memerlukan oposisi. Menurut dia, oposisi itu penting dalam suatu pemerintahan agar tidak ada kemutlakan dalam menentukan sebuah kebijakan.
 
“Kalau tidak ada oposisi, yang ada adalah kemutlakan. Perlu fungsi check and balances. Penyelenggaraan negara itu memang perlu dikawal,” ujarnya saat memberi kuliah ‘Pentingnya Oposisi dalam Demokrasi Indonesia dan Oposisi yang Beretika’, Selasa, 23 April 2024.
 
Dia memberi contoh terkait program makan siang gratis yang digagas oleh Prabowo-Gibran. Menurut dia, program tersebut akan melibatkan banyak kementerian dan lembaga dalam pengimplementasiannya.
 
Baca: Soal Menteri dan Koalisi Akan Dibahas Usai Prabowo-Gibran Ditetapkan Jadi Pemenang

Makan siang gratis untuk sekitar 82,9 juta anak sekolah dibutuhkan daging ayam 1,3 juta ton/tahun, dan daging sapi 500 ribu ton/tahun. Kemudian, ikan 1 juta ton/tahun dan beras 6,7 juta ton/pertahun.

“Itu melibatkan setidaknya 10 kementerian dan lembaga, kementerian pertanian, kementerian perdagangan, kementerian sosial, kemendikbud, kementerian kesehatan, Bulog, BUMN, Kemenag, UMKM, Kemendes, BPOM dan seterusnya. Di bawah koordinasi Kemenko Ekonomi, Kemenko PMK, Bappenas, Kemenkeu dan Kumham,” jelas Yanuar.
 
Menurut dia, kemungkinan gagal dari program ini sangat besar. Namun, pemerintah tak boleh pesimistis.
 
"Kok pesimis? Bukan, ini soal bagiamana penyelenggaraan negara dilakukan,” tambahnya.
 
Pihak yang beroposisi di pemerintahan punya tugas untuk mengawal dan mengawasi implementasi program makan siang gratis itu agar berjalan dengan baik dan sesuai aturan hukum.
 
Alasan lain mengapa oposisi sangat penting dalam pemerintahan suatu negara, Yanuar menyebut agar meminimalisir kemungkinan terciptanya negara yang represif atau otoritarian. Kecenderungan negara yang anti-kritik dan anti-sanis sangat mudah ditemukan dalam pemerintahan yang tidak memiliki oposisi.
 
“Kalau tidak ada oposisi. Kecenderungan negara anti-kritik itu ada. Jangan mengkritik kebijakan makan siang gratis dong, jangan mengkritik food estate, jangan mengkritik kebijakan hilirasasi, kecenderungan pelemahan peran kritis media, kooptasi aktivis, akademisi ke dalam pemerintahan, dwi fungsi TNI, kembalinya pemerintahan rasa orde baru,” jelasnya.
 
“Saya memberi tahu kenyataan. PR yang harus dipikirkan, masyarakat sipil kita itu sudah lemah dan dilemahkan. Faktanya masyarakat sipil kita lemah. Gerakan pro-demokrasi terfragmentasi. Ini fakta. Jadi mengapa kita perlu oposisi? This another thing to address, suka tidak suka, mau tidak mau,” pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan