Jakarta: Muatan soal restorative justice di revisi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dinilai sebagai bentuk payung hukum. Mencuat ada usulan bila restorative justice dibuat jadi UU tersendiri.
"Saya apresiasi adanya ketentuan adanya restorative justice ini tentang ada kebutuhan untuk ada payung hukum dari restorative justice," kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Taufik Basari, saat rapat pleno penyusunan revisi UU Kejaksaan di ruang rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023.
Pada Pasal 30D ayat 1 sebagai muatan baru di revisi UU Kejaksaan yang disusun tim ahli disebutkan bahwa, Kejaksaan dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dapat melakukan penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Kemudian, pada Pasal 30D ayat 2 dibeberkan bahwa, Penyelesaian perkara di luar pengadilan tersebut dilakukan melalui mediasi panel sebagai implementasi dari keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan.
Taufik juga mengapresiasi narasi pada muatan pada Pasal 30D ayat 3. Yakni, soal penyebutan pelibatan pelaku, korban, dan masyarakat.
"Karena selama ini banyak yang salah kaprah juga dengan restorative justice seolah-olah itu soal menghentikan perkara saja. Padahal kan dari isi katanya memulihkan ini juga berlaku korban utamanya, jadi dalam proses ini wajib untuk melibatkan korban," ucap politikus Partai NasDem itu.
Sebelumnya, Anggota Baleg DPR Supriansa mengusulkan agar restorative justice menjadi undang-undang (UU). Aturan itu harus tersendiri tak terselip pada revisi UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
"Saya mengusulkan bahwa ketika kita menggunakan niat baik ini untuk menghadirkan sebuah restorative justice, maka jauh lebih bagus kita berpikir melahirkan undang-undang restorative justice yang menjadi payung hukum untuk kejaksaan dan kepolisian," kata Supriansa.
Jakarta: Muatan soal
restorative justice di revisi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dinilai sebagai bentuk payung hukum. Mencuat ada usulan bila
restorative justice dibuat jadi UU tersendiri.
"Saya apresiasi adanya ketentuan adanya
restorative justice ini tentang ada kebutuhan untuk ada payung hukum dari
restorative justice," kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Taufik Basari, saat rapat pleno penyusunan revisi UU Kejaksaan di ruang rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023.
Pada Pasal 30D ayat 1 sebagai muatan baru di revisi UU Kejaksaan yang disusun tim ahli disebutkan bahwa,
Kejaksaan dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dapat melakukan penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Kemudian, pada Pasal 30D ayat 2 dibeberkan bahwa,
Penyelesaian perkara di luar pengadilan tersebut dilakukan melalui mediasi panel sebagai implementasi dari keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan.
Taufik juga mengapresiasi narasi pada muatan pada Pasal 30D ayat 3. Yakni, soal penyebutan pelibatan pelaku, korban, dan masyarakat.
"Karena selama ini banyak yang salah kaprah juga dengan
restorative justice seolah-olah itu soal menghentikan perkara saja. Padahal kan dari isi katanya memulihkan ini juga berlaku korban utamanya, jadi dalam proses ini wajib untuk melibatkan korban," ucap politikus Partai NasDem itu.
Sebelumnya, Anggota Baleg DPR Supriansa mengusulkan agar
restorative justice menjadi undang-undang (UU). Aturan itu harus tersendiri tak terselip pada revisi UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
"Saya mengusulkan bahwa ketika kita menggunakan niat baik ini untuk menghadirkan sebuah restorative justice, maka jauh lebih bagus kita berpikir melahirkan undang-undang
restorative justice yang menjadi payung hukum untuk kejaksaan dan kepolisian," kata Supriansa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)