Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto. Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto. Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo

Peraturan Kapolri untuk Antisipasi UU MD3

Media Indonesia • 20 Maret 2018 10:38
Jakarta: Mabes Polri menyiapkan peraturan Kapolri (perkap) menyusul berlakunya Undang-Undang Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Perkap dibuat sebagai acuan anggota Korps Bhayangkara dalam menjalankan produk legislasi tersebut.
 
"Polri akan merespons (UU MD3) dengan mengeluarkan perkap. Kapan selesainya, tunggu saja," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto di Jakarta, kemarin.
 
Berdasarkan Pasal 73 ayat (4) UU MD3, Polri wajib mengikuti perintah DPR untuk memanggil paksa orang untuk hadir dalam rapat DPR. Bahkan, disebutkan dalam ayat (5), polisi berhak menahan.
 
Setyo mengatakan perkap akan menjabarkan mekanisme yang harus dilakukan anggota Polri dalam melaksanakan UU itu. "Nanti kita lihat materi dari UU itu apa, baru nanti kita buat penjabarannya (dalam perkap)."
 
Sejumlah pihak menilai Pasal 73 UU MD3 berpotensi mengintimidasi masyarakat. Pasal itu bisa menjadi alat memeras pihak lain dan mengarah pada tindak pidana korupsi. "Nanti arahnya bisa mengintimidasi orang. Bahkan, kalau tidak mau dipanggil paksa, mungkin ada kompensasi ekonomi yang berujung korupsi," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang.
 
Baca: DPR Siap Terima Putusan MK soal UU MD3
 
Ia menilai pasal itu berpotensi membuat DPR memperluas pemanggilan paksa karena tidak hanya berkaitan dengan hak angket, tapi juga hal-hal lain terkait keperluan anggota dewan. Pemanggilan paksa yang dibantu kepolisian pun bakal menciptakan efek buruk bagi DPR.
 
"Siapa saja yang tidak memenuhi panggilan DPR, mereka bisa menggunakan polisi untuk memanggil paksa. Kemudian dari situlah kewenangan dan kekuasaan yang mereka miliki itu bisa berbuat apa saja," sebut Sebastian.
 
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo menjamin bahwa keberadaan UU MD3 tidak membuat lembaga perwakilan rakyat menjadi antikritik. Ia menanggapi sorotan terhadap Pasal 122 huruf k yang dinilai memberi peluang keapda anggota dewan untuk membungkam kritik dari masyarakat.
 
Pasal itu berbunyi, 'Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR'.
 
Namun, pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin Judhariksawan berpendapat, polemik mengenai konstitusionalitas UU MD3 hanya dapat diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). "Apa pun ketentuan yang dinilai masyarakat bertentangan dengan UUD, itu bisa diselesaikan melalui uji materi ke MK."
 
Judhariksawan mengatakan uji materi di MK dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk mengetahui hak konstitusional mereka. Masyarakat bisa ikut terlibat dengan menjadi pemohon atau pihak terkait dalam perkara uji materi tersebut.


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan