Ojek daring. Ilustrasi: Medcom.id/Rakhmat Riyandi.
Ojek daring. Ilustrasi: Medcom.id/Rakhmat Riyandi.

Payung Hukum demi Cegah Eksploitasi Ojek Daring

Muhammad Al Hasan • 24 April 2018 17:28
Jakarta: Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia menekankan payung hukum bagi ojek daring amat mendesak. Aturan soal ojek daring dianggap bisa menyelamatkan mereka dari penindasan pengembang aplikasi. 
 
"Aplikator mengeksploitasi para driver ojek daring," kata Presidium Garda Indonesia Igun Wicaksono kepada Medcom.id, Selasa, 24 April 2018.
 
Menurut Igun, dalam demo belakangan, ada dua inti tuntutan yang disampaikan sopir ojek daring. Pertama, soal payung hukum atau legalitas operasional bagi ojek daring. 

Payung hukum dianggap sebagai bentuk penegasan pemerintah dalam melindungi rakyat. Pasalnya, selama ini para pengemudi resah dengan statusnya. Itu karena sepeda motor yang mereka gunakan belum punya legalitas sebagai transportasi publik.
 
"Karena fakta yang ada saat ini, ojek daring sudah menjadi salah satu moda transportasi yang banyak dibutuhkan oleh publik, khususnya dalam jarak tempuh dan kemudahan akses" ungkap Igun.
 
Tuntutan kedua, pemerintah dan DPR diminta memediasi pengemudi ojek daring dengan dengan pengembang aplikasi soal masalah tarif. Harga yang dipatok saat ini dianggap tidak menyejahterakan para sopir sebagai mitra. Pengemudi merasa sebagai sapi perah penyubur iklan dan investor aplikasi.
 
"Mereka pengembang menentukan tarif semurah mungkin pada para pengguna aplikasi driver-nya untuk mendapatkan pengguna penumpang dan penggunaan aplikasi sebanyak-banyaknya. Dengan data itu, mereka mendapatkan banyak profit dari menjual data aplikasi. Investasi-investasi bernilai triliunan dari berbagai perusahaan."
 
Baca: Payung Hukum Ojek Daring Harga Mati
 
Igun mengaku tidak ingin meributkan profit dari penjualan aplikasi penyedia layanan. Namun, pihaknya hanya menginginkan tarif manusiawi.
 
"Angka rasional ojek daring jika berpatokan pada UMR (upah minimum regional) DKI Jakarta Rp3,648 juta per bulan. Dengan 24 hari kerja selama 8 jam kerja atau 80 kilometer per 8 jam, maka didapat angka tarif rasional Rp3,040 per km," kata Igun.
 
Kini, Garda menunggu waktu berdialog dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Rabu, 25 April 2018. Garda mewanti-wanti pemerintah bila tuntutannya tidak dikabulkan, mereka akan kembali menggelar aksi serupa kemarin.
 
"Aksi merupakan langkah akhir. Tidak adanya kesepakatan akan menimbulkan semangat bersama untuk lakukan penekanan tuntutan kepada pihak terkait," jelas Igun.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan