Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana. Foto: Tangkapan layar Crosscheck
URL Berhasil di Salin
Gawat! 10 Cara Jokowi Ingin Gagalkan Pencapresan Anies: Sebuah Analisis
Medcom • 26 April 2023 11:33
Jakarta: Keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut campur atau cawe-cawe dalam urusan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terendus Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana. Jika hal ini terbukti, Denny menilai upaya Jokowi ini merupakan ancaman nyata bagi demokrasi di Indonesia.
Denny memandang, cawe-cawe Jokowi ini amat kental dengan aroma ingin menjegal Anies Baswedan menjadi calon presiden pada Pilpres 2024. Tak sekadar menuduh, Denny menyertakan 10 tanda atau upaya Jokowi untuk mengagalkan pencalonan mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Sebanyak 10 tanda ini dia ungkap dalam sebuah tulisan berjudul "Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies". Tulisan itu ia unggah melalui laman Integritylawfirm.com pada Senin, 24 April 2023.
"Jokowi terbaca mendukung paslon Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno, lalu juga mencadangkan sokongan kepada Prabowo Subianto-Airlangga Hartarto, sambil tetap berusaha menggagalkan pencapresan Anies Baswedan," demikian narasi Denny dalam tulisannya itu, dikutip Medcom.id, Rabu, 26 Apri 2023.
Berikut adalah 10 tanda atau cara, yang menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini, dilakukan Jokowi untuk menjegal Anies di Pilpres 2024:
1. Melempar opsi menunda pemilu
Di tahap awal Pilpres 2024, Presiden Jokowi melambungkan isu untuk mempertimbangkan opsi menunda pemilu. Di samping itu, beredar kabar adanya perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurut Denny, cara ini masuk melalui alasan pandemi covid-19. Namun, karena gelombang penolakan yang besar, cara ini gagal.
2. Ide memperpanjang masa jabatan presiden
Selanjutnya, muncul lagi ide mengubah konstitusi yang memungkinkan Jokowi menjabat lebih dari dua periode. Namun, opsi ini lekas tenggelam karena sebagian besar parpol menolaknya.
3. Memakai tangan KPK
Menurut Denny, ada upaya lawan politik Anies untuk merangkul kawan dan memukul lawan melalui tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
4. Memanfaatkan kasus hukum
Masih melalui KPK, lawan politik Anies berupaya menjadikannya sebagai tersangka korupsi. Namun, lagi-lagi cara ini tak berhasil
5. Mengancam petinggi parpol
Cara selanjutnya, menurut Denny, melalui ancaman halus terhadap petinggi parpol. Ancamannya antara lain, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia berisiko dicopot dari posisinya.
"Sudah menjadi fakta, seorang pimpinan parpol digeser, salah satu alasannya karena diketahui beberapa kali bertemu dengan bakal calon presiden yang tidak disenangi Jokowi," analisis Denny.
6. Mengganggu Mahkamah Konstitusi (MK)
Selanjutnya, ada upaya mengganggu komposisi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengantisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024.
"Jokowi paham benar peran strategis MK sebagai pengadil dan pemutus akhir pemenang Pilpres 2024. Maka, komposisi hakim konstitusi pun sudah disiapkan untuk bisa mengamankan dan memuluskan jalan pemenangan."
7. Prabowo sebagai back up Ganjar
Strategi Jokowi yang ketujuh, lanjut Denny, adalah tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo. Jokowi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto. Mengapa demikian?
Sedari awal preferensi Jokowi sebenarnya kepada Ganjar Pranowo. Ketika menghubungi para Ketum Partai salah satu poros koalisi bentukannya, Jokowi menginstruksikan tiga hal.
"Satu, segera bentuk koalisi tiga parpol. Dua, deklarasikan pencapresan Ganjar. Tiga, jangan sampai ada Anies Baswedan di Pilpres 2024," kata Denny.
8. Opsi menjadikan Anies tersangka
Cara kedelapan, lanjut Denny, adalah opsi menersangkakan Anies Baswedan di KPK. "Ini sudah menjadi rahasia umum, terkait dugaan korupsi Formula E. Meskipun opsi ini semakin kehilangan momentum, namun belum juga menghilang dari opsi Jokowi," kata dia.
9. Mengganggu Demokrat
Langkah kesembilan, lanjut dia, adalah berupaya mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Partai Demokrat adalah satu di antara tiga partai selain Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendukung pencapresan Anies.
"Saya ingin kita jujur dan tegas mengatakan yang mengambil alih Demokrat adalah Presiden Jokowi, bukan Moeldoko. Sudah jelas Moeldoko adalah KSP Presiden Jokowi, orang lingkar satu istana. Maka setiap langkahnya kalau dibiarkan, berarti mendapat persetujuan sang Presiden," tulis Denny menyimpulkan.
10. Kerap membohongi publik
Dan cara terakhir yang dilakukan, menurut Denny, adalah berbohong kepada publik. Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para ketua umum parpol, bukan urusan Presiden. Jokowi pun sempat protes ketika semua soal capres dikaitkan dengan dirinya.
Namun, protes itu dinilai tidak jujur. "Di pertemuan buka puasa yang diadakan PAN saja, setelah melakukan pertemuan tertutup, Presiden Jokowi dengan seluruh partai pendukung pemerintah—kecuali Partai Nasdem yang tidak diundang untuk hadir, di hadapan media menyampaikan ide tentang koalisi besar, antara KIB dengan Gerindra dan PKB. Jelaslah, pembentukan koalisi besar ada urun andil dari Presiden Jokowi," simpul Denny.
Baca: Orkestrasi Kekuasaan Jokowi untuk Pertahankan Proyek Mercusuar
Denny berharap cara-cara seperti itu tak dilakukan oleh Presiden Jokowi. Jika memang benar ada upaya, dia melihat hal itu melanggar konstitusi.
"Presiden Jokowi tentu boleh punya preferensi capres jagoannya. Tetapi, menggunakan pengaruh dan kekuatan kepresidenannya untuk menjegal bakal capres yang lain, seharusnya tidak dilakukan. Demokrasi dan Pilpres 2024 akan dicatat sebagai pemilu yang penuh rekayasa politik yang kotor, dan itulah legacy Presiden Jokowi yang harus dihentikan, sebelum menjadi kenyataan," kata Denny menutup analisisnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut campur atau cawe-cawe dalam urusan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terendus Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana. Jika hal ini terbukti, Denny menilai upaya Jokowi ini merupakan ancaman nyata bagi demokrasi di Indonesia.
Denny memandang, cawe-cawe Jokowi ini amat kental dengan aroma ingin menjegal Anies Baswedan menjadi calon presiden pada Pilpres 2024. Tak sekadar menuduh, Denny menyertakan 10 tanda atau upaya Jokowi untuk mengagalkan pencalonan mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Sebanyak 10 tanda ini dia ungkap dalam sebuah tulisan berjudul "Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies". Tulisan itu ia unggah melalui laman Integritylawfirm.com pada Senin, 24 April 2023.
"Jokowi terbaca mendukung paslon Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno, lalu juga mencadangkan sokongan kepada Prabowo Subianto-Airlangga Hartarto, sambil tetap berusaha menggagalkan pencapresan Anies Baswedan," demikian narasi Denny dalam tulisannya itu, dikutip Medcom.id, Rabu, 26 Apri 2023.
Berikut adalah 10 tanda atau cara, yang menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini, dilakukan Jokowi untuk menjegal Anies di Pilpres 2024:
1. Melempar opsi menunda pemilu
Di tahap awal Pilpres 2024, Presiden Jokowi melambungkan isu untuk mempertimbangkan opsi menunda pemilu. Di samping itu, beredar kabar adanya perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurut Denny, cara ini masuk melalui alasan pandemi covid-19. Namun, karena gelombang penolakan yang besar, cara ini gagal.
2. Ide memperpanjang masa jabatan presiden
Selanjutnya, muncul lagi ide mengubah konstitusi yang memungkinkan Jokowi menjabat lebih dari dua periode. Namun, opsi ini lekas tenggelam karena sebagian besar parpol menolaknya.
3. Memakai tangan KPK
Menurut Denny, ada upaya lawan politik Anies untuk merangkul kawan dan memukul lawan melalui tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
4. Memanfaatkan kasus hukum
Masih melalui KPK, lawan politik Anies berupaya menjadikannya sebagai tersangka korupsi. Namun, lagi-lagi cara ini tak berhasil
5. Mengancam petinggi parpol
Cara selanjutnya, menurut Denny, melalui ancaman halus terhadap petinggi parpol. Ancamannya antara lain, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia berisiko dicopot dari posisinya.
"Sudah menjadi fakta, seorang pimpinan parpol digeser, salah satu alasannya karena diketahui beberapa kali bertemu dengan bakal calon presiden yang tidak disenangi Jokowi," analisis Denny.
6. Mengganggu Mahkamah Konstitusi (MK)
Selanjutnya, ada upaya mengganggu komposisi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengantisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024.
"Jokowi paham benar peran strategis MK sebagai pengadil dan pemutus akhir pemenang Pilpres 2024. Maka, komposisi hakim konstitusi pun sudah disiapkan untuk bisa mengamankan dan memuluskan jalan pemenangan."
7. Prabowo sebagai back up Ganjar
Strategi Jokowi yang ketujuh, lanjut Denny, adalah tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo. Jokowi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto. Mengapa demikian?
Sedari awal preferensi Jokowi sebenarnya kepada Ganjar Pranowo. Ketika menghubungi para Ketum Partai salah satu poros koalisi bentukannya, Jokowi menginstruksikan tiga hal.
"Satu, segera bentuk koalisi tiga parpol. Dua, deklarasikan pencapresan Ganjar. Tiga, jangan sampai ada Anies Baswedan di Pilpres 2024," kata Denny.
8. Opsi menjadikan Anies tersangka
Cara kedelapan, lanjut Denny, adalah opsi menersangkakan Anies Baswedan di KPK. "Ini sudah menjadi rahasia umum, terkait dugaan korupsi Formula E. Meskipun opsi ini semakin kehilangan momentum, namun belum juga menghilang dari opsi Jokowi," kata dia.
9. Mengganggu Demokrat
Langkah kesembilan, lanjut dia, adalah berupaya mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Partai Demokrat adalah satu di antara tiga partai selain Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendukung pencapresan Anies.
"Saya ingin kita jujur dan tegas mengatakan yang mengambil alih Demokrat adalah Presiden Jokowi, bukan Moeldoko. Sudah jelas Moeldoko adalah KSP Presiden Jokowi, orang lingkar satu istana. Maka setiap langkahnya kalau dibiarkan, berarti mendapat persetujuan sang Presiden," tulis Denny menyimpulkan.
10. Kerap membohongi publik
Dan cara terakhir yang dilakukan, menurut Denny, adalah berbohong kepada publik. Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para ketua umum parpol, bukan urusan Presiden. Jokowi pun sempat protes ketika semua soal capres dikaitkan dengan dirinya.
Namun, protes itu dinilai tidak jujur. "Di pertemuan buka puasa yang diadakan PAN saja, setelah melakukan pertemuan tertutup, Presiden Jokowi dengan seluruh partai pendukung pemerintah—kecuali Partai Nasdem yang tidak diundang untuk hadir, di hadapan media menyampaikan ide tentang koalisi besar, antara KIB dengan Gerindra dan PKB. Jelaslah, pembentukan koalisi besar ada urun andil dari Presiden Jokowi," simpul Denny.
Denny berharap cara-cara seperti itu tak dilakukan oleh Presiden Jokowi. Jika memang benar ada upaya, dia melihat hal itu melanggar konstitusi.
"Presiden Jokowi tentu boleh punya preferensi capres jagoannya. Tetapi, menggunakan pengaruh dan kekuatan kepresidenannya untuk menjegal bakal capres yang lain, seharusnya tidak dilakukan. Demokrasi dan Pilpres 2024 akan dicatat sebagai pemilu yang penuh rekayasa politik yang kotor, dan itulah legacy Presiden Jokowi yang harus dihentikan, sebelum menjadi kenyataan," kata Denny menutup analisisnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id