Jakarta: Fraksi NasDem DPR ingin Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang sedang direvisi berkualitas dan tak berkutat di isu klasik. Aturan yang dibuat legislatif seharusnya tidak melulu diubah setelah pesta demokrasi dilakukan.
"Jadi rasanya anggota DPR tidak bisa bicara soal UU Pemilu belum lengkap. Kita itu selalu membahas UU Pemilu setiap tahun," kata Sekretaris Fraksi NasDem Saan Mustopa dalam dikusi Redesain UU Pemilu, serta Kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada, di Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2020.
Wakil Ketua Komisi II DPR itu menyebut poin yang dibahas setiap revisi selalu sama. Isu klasik tersebut, di antaranya ambang batas parlemen dan sistem terbuka atau tertutup.
Saan menyebut fokus pembahasan selalu berkutat di masalah klasik sangat tidak baik. Sebab, pembahasan memakan waktu lama karena lobi panjang antarpartai politik. Akhirnya, suara dewan terbelah dan berujung tidak produktif.
NasDem harap debat kusir tidak terulang di revisi kali ini. Partai besutan Surya Paloh itu ingin aturan pesta demokrasi dibuat dengan semangat pelembagaan sistem politik di Indonesia untuk jangka panjang.
"Sehingga produk dari sebuah demokrasi itu lahir pemimpin dan elite politik yang memang sesuai dengan yang kita harapkan," ujar dia.
Penyandang disabilitas mental menggunakan hak pilihnya di TPS. Foto: Antara/Nova Wahyudi
Komisi II konsinyering buat memetakan isu-isu strategis revisi Undang-Undang Pemilu. Komisi II akan menyiapkan kerangka pembahasan khususnya perihal peta perbaikan menuju pemilu berkualitas, murah, dan sederhana.
Tiap fraksi mengusulkan sejumlah poin revisi. Antara lain, penerapan rekapatulasi elektronik, ambang batas presiden, ambang batas parlemen, dan sistem pemilu. Isu ambang batas parlemen memicu polemik tersendiri karena usulan yang terlalu tinggi dikhawatirkan memutus jalan partai bersuara kecil ke Senayan.
Jakarta: Fraksi NasDem DPR ingin Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang sedang direvisi berkualitas dan tak berkutat di isu klasik. Aturan yang dibuat legislatif seharusnya tidak melulu diubah setelah pesta demokrasi dilakukan.
"Jadi rasanya anggota DPR tidak bisa bicara soal UU Pemilu belum lengkap. Kita itu selalu membahas UU Pemilu setiap tahun," kata Sekretaris Fraksi NasDem Saan Mustopa dalam dikusi Redesain UU Pemilu, serta Kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada, di Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2020.
Wakil Ketua Komisi II DPR itu menyebut poin yang dibahas setiap revisi selalu sama. Isu klasik tersebut, di antaranya ambang batas parlemen dan sistem terbuka atau tertutup.
Saan menyebut fokus pembahasan selalu berkutat di masalah klasik sangat tidak baik. Sebab, pembahasan memakan waktu lama karena lobi panjang antarpartai politik. Akhirnya, suara dewan terbelah dan berujung tidak produktif.
NasDem harap debat kusir tidak terulang di revisi kali ini. Partai besutan Surya Paloh itu ingin aturan pesta demokrasi dibuat dengan semangat pelembagaan sistem politik di Indonesia untuk jangka panjang.
"Sehingga produk dari sebuah demokrasi itu lahir pemimpin dan elite politik yang memang sesuai dengan yang kita harapkan," ujar dia.

Penyandang disabilitas mental menggunakan hak pilihnya di TPS. Foto: Antara/Nova Wahyudi
Komisi II
konsinyering buat memetakan isu-isu strategis revisi Undang-Undang Pemilu. Komisi II akan menyiapkan kerangka pembahasan khususnya perihal peta perbaikan menuju pemilu berkualitas, murah, dan sederhana.
Tiap fraksi mengusulkan sejumlah poin revisi. Antara lain, penerapan rekapatulasi elektronik, ambang batas presiden, ambang batas parlemen, dan sistem pemilu. Isu ambang batas parlemen memicu polemik tersendiri karena usulan yang terlalu tinggi dikhawatirkan
memutus jalan partai bersuara kecil ke Senayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)