Jakarta: Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk ‘Sikap Publik terhadap Pancasila dalam rangka Konsolidasi Sistem Politik Indonesia’ menunjukan hanya 64,6 persen publik yang mengetahui semua sila pancasila. Survei itu memerinci sebanyak 10,2 persen benar menyebutkan 4 sila, 5,1 persen tiga sila, 3,9 persen dua dan satu sila, serta masih ada 12,3 persen publik yang tidak bisa menyebutkan dengan benar satu pun sila.
Adapun survei ini dilakukan pada 10-17 Mei 2022 dengan total 1220 responden. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yaitu mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Baca: Hari Lahir Pancasila Momentum Melawan Kastanisasi di Dunia Pendidikan
Menanggapi itu, pengamat politik Firman Noor menuturkan banyaknya masyarakat yang tak hapal sila pancasila karena fungsinya masih bersifat politis. “Ini membuktikan bahwa dunia kerja juga tidak berfungsi Pancasila itu. Pancasila itu bukan working ideology, tapi masih bersifat politis agar terpisah dengan realitas,” tutur Firman saat dihubungi, Rabu, 1 Juni 2022.
Firman mengaku sempat riset di wilayah-wilayah pinggiran atau pedalaman Indonesia terkait pemahaman pancasila warga. Ia menyebut di sana menjadi hal yang biasa saat masyarakat tak paham pancasila.
“Berarti memang bisa dikatakan ada problem di sekolah kita sehingga banyak orang yang harusnya hapal sebagai anak sekolah, ternyata tidak,” tuturnya.
Firman juga menilai banyaknya masyarakat yang tak hapal pancasila lantaran dalam dunia kerja hingga ekonomi, pancasila hanya sekadar sesuatu yang awam dan tidak digunakan dalam keseharian.
Pancasila, lanjut Firman, seharusnya sudah dianggap sebagai kebutuhan yang sifatnya aspiratif serta menjadi salah satu motivator yang kemudian dijiwai dan dijalankan. Bahkan, Pancasila seharusnya tidak hanya sekadar di hapalkan, namun dijalani.
“Ini memprihatinkan katanya negara pancasialis, ini pemerintah kita harus kerja bersama, karena ini warning,” tegasnya.
Firman menyebut jangan sampai Pancasila hanya sebatas jargon. “Karena seharusnya masyarakat ingin Indonesia semakin berketuhanan, semakin bermusyawarah. Ini yang saya kira harus diimplementasikan,” ungkap dia.
Jakarta:
Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk ‘Sikap Publik terhadap
Pancasila dalam rangka Konsolidasi Sistem Politik Indonesia’ menunjukan hanya 64,6 persen publik yang mengetahui semua sila pancasila. Survei itu memerinci sebanyak 10,2 persen benar menyebutkan 4 sila, 5,1 persen tiga sila, 3,9 persen dua dan satu sila, serta masih ada 12,3 persen publik yang tidak bisa menyebutkan dengan benar satu pun sila.
Adapun survei ini dilakukan pada 10-17 Mei 2022 dengan total 1220 responden. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang yang punya hak pilih dalam
pemilihan umum, yaitu mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Baca:
Hari Lahir Pancasila Momentum Melawan Kastanisasi di Dunia Pendidikan
Menanggapi itu, pengamat politik Firman Noor menuturkan banyaknya masyarakat yang tak hapal sila pancasila karena fungsinya masih bersifat politis. “Ini membuktikan bahwa dunia kerja juga tidak berfungsi Pancasila itu. Pancasila itu bukan
working ideology, tapi masih bersifat politis agar terpisah dengan realitas,” tutur Firman saat dihubungi, Rabu, 1 Juni 2022.
Firman mengaku sempat riset di wilayah-wilayah pinggiran atau pedalaman Indonesia terkait pemahaman pancasila warga. Ia menyebut di sana menjadi hal yang biasa saat masyarakat tak paham pancasila.
“Berarti memang bisa dikatakan ada problem di sekolah kita sehingga banyak orang yang harusnya hapal sebagai anak sekolah, ternyata tidak,” tuturnya.
Firman juga menilai banyaknya masyarakat yang tak hapal pancasila lantaran dalam dunia kerja hingga ekonomi, pancasila hanya sekadar sesuatu yang awam dan tidak digunakan dalam keseharian.
Pancasila, lanjut Firman, seharusnya sudah dianggap sebagai kebutuhan yang sifatnya aspiratif serta menjadi salah satu motivator yang kemudian dijiwai dan dijalankan. Bahkan, Pancasila seharusnya tidak hanya sekadar di hapalkan, namun dijalani.
“Ini memprihatinkan katanya negara pancasialis, ini pemerintah kita harus kerja bersama, karena ini
warning,” tegasnya.
Firman menyebut jangan sampai Pancasila hanya sebatas jargon. “Karena seharusnya masyarakat ingin Indonesia semakin berketuhanan, semakin bermusyawarah. Ini yang saya kira harus diimplementasikan,” ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)