medcom.id, Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai aturan penggunaan kotak suara transparan bukan sebuah hal yang mendesak. Masih banyak hal penting lainnya yang bisa memajukan kualitas pemilu di Indonesia.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan saat ini belum ada urgensi dari penggunaan kotak suara transparan. Sebab, selama ini pemilu tak pernah bermasalah hanya karena jenis kotak suara.
"Persoalannya justru di pengamanan kotak suara itu agar tidak dirusak, dicuri, atau bahkan hilang," kata Fadli saat dihubungi Metrotvnews.com, Kamis, 3 Agustus 2017.
Menurutnya, sejumlah persoalan itu yang seharusnya dicari jalan keluar. Selain itu, kata dia, penggunaan kotak suara transparan bakal menambah biaya pemilu serentak 2019. Pasalnya, pengadaan barang tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana yang tak sedikit.
"Pemilu kita semakin mahal kalau kotak suara diadakan lagi," ujar dia.
Ketua KPU Arief Budiman menyebut butuh 3 juta kotak suara baru jika aturan tersebut diterapkan. Jumlah itu dikalkulasi dari total 600 ribu TPS dan setiap TPS rata-rata membutuhkan lima kotak suara.
Baca: KPU tak Diajak Bahas Aturan Kotak Suara Transparan di DPR
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, sukses tidaknya keberlangsungan pemilu, bukan dilihat dari kualitas kotak suara. Pengawasan saat pemungutan dan penghitungan suara justru lebih penting. Terutama penghitungan suara di TPS.
"Harus dilakukan terbuka, akuntabel, transparan, dan tidak manipulatif. Semua orang harus mendapat akses dan salinan hasil di TPS. Hasil inilah yang akan menjadi alat uji saat rekapitulasi di tingkat lebih atas," kata dia.
Titi menyebut kotak suara juga bagian penting dalam pemilu, tapi tidak dengan bentuknya. "Bentuknya transparan atau tidak, itu pilihan."
Aturan penggunaan kotak suara transparan tercantum di Pasal 341 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. Pasal itu menyebutkan perlengkapan kotak suara untuk pemungutan suara harus bersifat transparan atau isi kotak suara bisa terlihat dari luar.
medcom.id, Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai aturan penggunaan kotak suara transparan bukan sebuah hal yang mendesak. Masih banyak hal penting lainnya yang bisa memajukan kualitas pemilu di Indonesia.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan saat ini belum ada urgensi dari penggunaan kotak suara transparan. Sebab, selama ini pemilu tak pernah bermasalah hanya karena jenis kotak suara.
"Persoalannya justru di pengamanan kotak suara itu agar tidak dirusak, dicuri, atau bahkan hilang," kata Fadli saat dihubungi
Metrotvnews.com, Kamis, 3 Agustus 2017.
Menurutnya, sejumlah persoalan itu yang seharusnya dicari jalan keluar. Selain itu, kata dia, penggunaan kotak suara transparan bakal menambah biaya pemilu serentak 2019. Pasalnya, pengadaan barang tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana yang tak sedikit.
"Pemilu kita semakin mahal kalau kotak suara diadakan lagi," ujar dia.
Ketua KPU Arief Budiman menyebut butuh 3 juta kotak suara baru jika aturan tersebut diterapkan. Jumlah itu dikalkulasi dari total 600 ribu TPS dan setiap TPS rata-rata membutuhkan lima kotak suara.
Baca: KPU tak Diajak Bahas Aturan Kotak Suara Transparan di DPR
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, sukses tidaknya keberlangsungan pemilu, bukan dilihat dari kualitas kotak suara. Pengawasan saat pemungutan dan penghitungan suara justru lebih penting. Terutama penghitungan suara di TPS.
"Harus dilakukan terbuka, akuntabel, transparan, dan tidak manipulatif. Semua orang harus mendapat akses dan salinan hasil di TPS. Hasil inilah yang akan menjadi alat uji saat rekapitulasi di tingkat lebih atas," kata dia.
Titi menyebut kotak suara juga bagian penting dalam pemilu, tapi tidak dengan bentuknya. "Bentuknya transparan atau tidak, itu pilihan."
Aturan penggunaan kotak suara transparan tercantum di Pasal 341 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. Pasal itu menyebutkan perlengkapan kotak suara untuk pemungutan suara harus bersifat transparan atau isi kotak suara bisa terlihat dari luar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)