Ketua DPR Bambang Soesatyo/MI/Rommy Pujianto
Ketua DPR Bambang Soesatyo/MI/Rommy Pujianto

Bamsoet Persilakan Polri Mengkaji UU MD3

Yogi Bayu Aji • 20 Februari 2018 12:10
Jakarta: Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mempersilakan Polri mengkaji Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dia tidak memusingkan produk hukum kontroversial itu dibedah semua pihak.
 
"Sekarang semua bisa mengkaji," tegas Bamsoet di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Februari 2018.
 
Bamsoet menjelaskan UU MD3 bisa menjadi pijakan penegak hukum bila DPR meminta bantuan menjemput paksa seseorang. Pasalnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sempat tak memenuhi permintaan DPR memanggil pihak-pihak terkait untuk Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"(Polri) bukan menolak. Sedang dicari hukum acaranya. Nah, kemarin kan sudah disediakan, akan ada turunannya soal pelaksanaan dari UU ini. Peraturan DPR ya. Lagi disusun, supaya ada pijakan bagi penegak hukum untuk melakukan UU itu plus hukum acaranya," jelas dia.
 
Baca: Polri Mengkaji UU MD3
 
Politikus Golkar itu memastikan setiap UU sudah dibahas bersama pemerintah. Mereka yang tak setuju berhal menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
 
"Nanti MK akan mengkaji apakah MD3 sudah sesuai dengan UUD 1945, semangat Pancasila, dan segala macam. Kita serahkan sepenuhnya kepada MK," jelas eks Ketua Komisi III itu.
 
Polri sedang mendalami UU MD3 yang baru saja disahkan. Posisi Polri tersorot dalam payung hukum yang dinilai kontroversial itu.
 
"Divisi hukum (Polri) sedang mengkaji. Dari beberapa ahli juga dilibatkan untuk diminta pandangannya," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin, 19 Februari 2018.
 
Baca: Formappi: Pasal Antikritik UU MD3 Menyandera Demokrasi
 
Setyo tak merinci poin apa yang bakal dikaji. Sejauh ini, kata Setyo, fokus kajian terkait tugas dan wewenang Polri yang tercantum dalam UU MD3 yang baru.
 
"Substansinya nanti teman-teman Divisi Hukum (merinci)," ujar Setyo.
 
Setidaknya, ada tiga pasal yang secara langsung maupun tidak bersinggungan dengan institusi kepolisian. Pasal 73 ayat 4 menyatakan DPR melalui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dapat memanggil paksa siapa pun dan pihak mana pun dengan bantuan Polri. Dalam konstruksi hukum ketatanegaraan, pasal ini hanya berlaku dalam konteks penggunaan hak angket.
 
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai DPR sudah berlaku seperti lembaga penegak hukum. Padahal, kewenangan DPR sebatas penyelidikan dengan hak angket, bukan penyidikan ataupun eksekutor.
 
"Yang bisa memaksa itu kalau ada due process of law. Misalnya orang dalam kasus sebagai tersangka dan sudah dalam proses penyidikan. Sementara DPR diberikan hak itu dalam konteks penggunaan hak angket yakni hak melakukan penyelidikan, bukan penyidikan," ujar Refly dalam dialog Metro Siang, Rabu, 14 Februari.
 
Baca: DPR Diminta tak Berlindung di UU MD3
 
Pasal 22 tentang langkah hukum kepada siapa pun yang merendahkan DPR dan anggota DPR juga bakal melibatkan Polri. Aturan itu dinilai sebagai pasal karet lantaran bisa memunculkan beragam tafsiran.
 
Terakhir, Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR yang harus meminta izin MKD dan presiden. Pasal ini dinilai publik sebagai upaya anggota dewan membentengi diri dari proses hukum.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan