Jakarta: DPP Partai NasDem kembali menggelar rangkaian diskusi Prakongres III di NasDem Tower Jakarta. Kali ini, sejumlah pakar melempar pemikiran kritis dalam forum bertajuk ‘Pengelolaan Tambang oleh Ormas Keagamaan: Kepedulian atau Kepentingan?’
Pendiri Lokataru Haris Azhar mengkritik kebijakan pemberian izin tambang eksklusif kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Menurut Haris, kebijakan ini hanya memberikan slot izin tanpa memperhatikan aspek teknis dan administratif yang penting dalam pengelolaan tambang.
"Meskipun ormas keagamaan diberikan hak untuk mengelola tambang, prosedur dan regulasi tetap harus dipatuhi," kata Haris di NasDem Tower, Kamis, 8 Agustus 2024.
Ia menegaskan pengelolaan tambang memerlukan perincian yang jelas mengenai izin lokasi, penguasaan lahan, dan mekanisme operasional yang tidak bisa diabaikan.
Haris melihat ada informasi mengenai alokasi tambang dan peraturan yang berlaku tidak transparan. Serta, menilai bahwa kebijakan ini hanya memberikan hak eksklusif tanpa memastikan implementasi yang efektif.
Haris menyoroti kebijakan tersebut tidak memberikan solusi atas berbagai tantangan teknis dalam pengelolaan tambang. Ia menilai masih belum ada kejelasan mengenai bagaimana ormas keagamaan akan menangani aspek-aspek tersebut.
Sementara itu, Ketua DPP NasDem Atang Irawan menyebut negara memiliki kewajiban untuk mengatur hubungan antara warga negara. Tetapi, dalam perspektif politik, namanya semua elemen bangsa. Ini perlu hak akses mengelola pertambangan.
Atang memberi catatan bahwa urusan tambang itu bukan hanya urusan mengelola lalu mengambil input dari tambang yang bisa berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat. Tetapi, ada hal yang cukup menarik dan implikasinya cukup besar.
"Yakni terkait dengan resistensi lingkungan, itu yang saya kira menjadi catatan penting. Meskipun ada afirmasi dari negara terhadap elemen elemen bangsa ya salah satunya misalnya dari Ormas tetapi juga ini tidak menutup hak hak rakyat lain untuk mengakses dan mengelola pertambangan ini," beber Atang.
Jakarta: DPP Partai NasDem kembali menggelar rangkaian diskusi Prakongres III di NasDem Tower Jakarta. Kali ini, sejumlah pakar melempar pemikiran kritis dalam forum bertajuk ‘Pengelolaan Tambang oleh Ormas Keagamaan: Kepedulian atau Kepentingan?’
Pendiri Lokataru Haris Azhar mengkritik kebijakan pemberian izin tambang eksklusif kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Menurut Haris, kebijakan ini hanya memberikan slot izin tanpa memperhatikan aspek teknis dan administratif yang penting dalam pengelolaan
tambang.
"Meskipun ormas keagamaan diberikan hak untuk mengelola tambang, prosedur dan regulasi tetap harus dipatuhi," kata Haris di NasDem Tower, Kamis, 8 Agustus 2024.
Ia menegaskan pengelolaan tambang memerlukan perincian yang jelas mengenai izin lokasi, penguasaan lahan, dan mekanisme operasional yang tidak bisa diabaikan.
Haris melihat ada informasi mengenai alokasi tambang dan peraturan yang berlaku tidak transparan. Serta, menilai bahwa kebijakan ini hanya memberikan hak eksklusif tanpa memastikan implementasi yang efektif.
Haris menyoroti kebijakan tersebut tidak memberikan solusi atas berbagai tantangan teknis dalam pengelolaan tambang. Ia menilai masih belum ada kejelasan mengenai bagaimana ormas keagamaan akan menangani aspek-aspek tersebut.
Sementara itu, Ketua DPP
NasDem Atang Irawan menyebut negara memiliki kewajiban untuk mengatur hubungan antara warga negara. Tetapi, dalam perspektif politik, namanya semua elemen bangsa. Ini perlu hak akses mengelola pertambangan.
Atang memberi catatan bahwa urusan tambang itu bukan hanya urusan mengelola lalu mengambil input dari tambang yang bisa berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat. Tetapi, ada hal yang cukup menarik dan implikasinya cukup besar.
"Yakni terkait dengan resistensi lingkungan, itu yang saya kira menjadi catatan penting. Meskipun ada afirmasi dari negara terhadap elemen elemen bangsa ya salah satunya misalnya dari Ormas tetapi juga ini tidak menutup hak hak rakyat lain untuk mengakses dan mengelola pertambangan ini," beber Atang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)