Ketua DPP Partai NasDem Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik, Ahmad Baidowi. Foto: YouTube
Ketua DPP Partai NasDem Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik, Ahmad Baidowi. Foto: YouTube

Masih Banyak Bolongnya, NasDem Dorong RUU Sisdiknas yang Benar-Benar Baru

Citra Larasati • 08 Agustus 2024 16:37
Jakarta: Partai NasDem mendorong adanya sebuah rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang benar-benar baru. Dengan RUU Sisdiknas yang baru tersebut, diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pendidikan yang dapat diukur, pembiayaan yang dapat diprediksi juga keterlibatan masyarakat yang lebih besar.
 
Pernyataan ini disampaikan Ketua DPP Partai NasDem Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik, Ahmad Baidowi dalam Simposium Peta Jalan Pendidikan 2024-2034, di Kampus Akademi Bela Negara, Kamis 8 Agustus 2024.  Keberadaan UU Sisdiknas maupun naskah revisi RUU Sisdiknas yang ada dinilai masih memiliki banyak celah. 
 
"Karena dalam beberapa hal, bolongnya masih banyak dan kami memandang memang ini harus betul-betul mulai saat ini kita serius mengurusi persoalan pendidikan untuk tercapainya cita-cita para founding father kita," kata Baidowi dalam kesempatan tersebut, Kamis, 8 Agustus 2024.

Cita-cita pendiri Bangsa seperto anak-anak yang cerdas, tanpa diskriminasi, akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas.

Partisipasi Masyarakat

Selain itu, salah satunya persoalan yang disampaikan Baidowi dalam simposium tersebubt adalah keberadaan UU Sisdiknas yang belum dapat mengatasi persoalan partisipasi masyarakat seperti keluarga dan orang tua dalam pendidikan. Padahal, seharunya orang tua dan keluarga menjadi penanggungjawab utama pendidikan anak sebelum sekolah. 
 
"Sayangnya, di dalam UU Sisdiknas kita yang existing maupun di dalam RUU Sisdiknas yang kemarin diinisiasi ingin direvisi, problem partisipasi masyarakat, keluarga, dan orang tua itu hampir tidak muncul," kata Baidowi.
 
Satu-satunya keterlibatan masyarakat yang disebut dalam UU maupun RUU Sisdiknas hanyalah dalam nomenklatur komite sekolah. "Sangat terbatas," kata Baidowi.
 
Baidowi menyayangkan, selama 25 tahun terakhir diskusi-diskusi terkait pendidikan hanya berbicara sebatas ranah yang sangat formal, yakni sekolah.  Terutama tentang bagaimana sekolah dikelola dan siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan tersebut.
 
"Tapi kemudian kita lupa untuk meletakkan ranah lain yang seharusnya mendukung sistem persekolahan, namanya keluarga dan masyarakat. Ini sering diingatkan oleh Ki Hajar Dewantara," jelasnya.
 
Celah dalam kebijakan inilah yang kemudian membuat orang tua kerap kurang terlibat dalam pendidikan anak.  "Nah, selama ini seakan-akan kenapa orang tua kita sekarang kalau sudah menitipkan anaknya di sekolah itu problemnya menjadi selesai. Begitu anaknya kita sekolahkan mereka bilang urusan pendidikan selesai itu tanggung jawab pemerintah. Ya kan? Padahal harusnya keluarga itu menjadi penanggung jawab pertama sebelum sekolah," tegasnya.

Pendidikan mudah dipolitisasi

Kondisi ini pula yang menyebabkan pendidikan akhirnya mudah untuk dipolitisir.  "Kenapa dia menjadi rentan? Karena ranahnya menjadi ranah eksekutif aja yang bicara soal pendidikan," ujar Baidowi.
 
"Ketika eksekutif berbicara soal pendidikan, kata Baidowi, maka dengan pola demokrasi saat ini yang muncul adalah kalau saya jadi bupati, kalau saya jadi gubernur, kalau saya jadi presiden, pendidikan gratis," ucapnya.
 
Padahal, kata Baidowi, pengelolaan pendidikan itu tidak akan pernah mungkin gratis.  "Mungkin kata gratis ini harus segera ditinjau ulang supaya skema pembiayaan ini menjadi sangat transparan apa yang menjadi kewajiban negara itu diselesaikan," tegasnya.
 
Kewajiban negara seperti infrastruktur dan guru, seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.  Baru kemudian hal-hal yang bersifat strategis itu dilakukan oleh sekolah dan keluarga. Sedangkan pengembangan pendidikan, dapat dilakukan oleh pemerintah daerah.
 
"Nah ini lama sekali dalam 25 tahun terakhir ini RUU Sikdiknas itu kita tidak berbicara soal aspek pembiayaan dalam konteks yang lebih luas.  Ini yang menyebabkan akhirnya kita terperangkap pada diskusi-diskusi ketika diskusi pembiayaan, seperti kata Pak Amich (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Bappenas, Amich Alhumami) tadi, ini ada diskusi soal pembiayaan yang ranahnya politik. Kita enggak pernah tau. Tiba-tiba muncul ternyata masyarakat kan enggak tahu," ujar Baidowi.
 
Masyarakat hanya mengetahui, sebesar 20 persen APBN dialokasikan untuk anggaran fungsi pendidikan. "Nah ternyata kalau enggak salah tadi nilainya hampir 77 miliar eh, triliun itu dialokasikan kepada kementerian dan lembaga. Artinya bukan hanya pendidikan itu, polisi aja dapet dana pendidikan sampai Rp500 miliar, TNI dapat, BRIN dapat Rp30 miliar," sebutnya.
 
Apa yang masyarakat tahu adalah 20 persen dana pendidikan dikelola Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).  "Padahal yang didistribusi kepada anak-anak kita, itu hanya melalui dana BOS, yang jumlahnya hanya 10-11 persen. Betul kan? 10-11 persen dari total 20 persen alokasi pendidikan. Itulah kenapa pendidikan kita enggak bisa bergerak secara baik," tegasnya.
 
Hal inilah yang menjadi fokus Partai NasDem, yakni adanya sebuah rancangan baru dari Undang-Undang Sisdiknas. Dengan RUU Sisdiknas yang benar-benar baru tersebut, dapat mewujudkan tata kelola pendidikan yang dapat diukur, pembiayaan yang dapat diprediksi.
 
"Bukan RUU Sisdiknas yang hari ini ada, yang existing, atau yang mau diusulkan itu. Kita ingin ada RUU Sisdiknas yang betul-betul baru, yang bisa meng-cover seluruh ranah pendidikan yang harusnya ada, dari mulai persekolahan, masyarakat, juga keluarga," tandas Baidowi.
 
Baca juga: Sebelum Kaji Ulang RUU Sisdiknas, Kemendikbudristek Mesti Evaluasi UU Sisdiknas 2003
 
Baca juga: P2G Desak Kemendikbudristek Kembali Buka Uji Publik RUU Sisdiknas
 
Baca juga:  9 Tokoh Indonesia Penerima Beasiswa Chevening, Intip Profil Singkatnya

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan