Jakarta: Masyarakat tak setuju dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Hal itu terlihat dalam survei Indikator Indonesia terkait wacana amendemen UUD 1945.
Survei tersebut dilakukan terhadap dua kelompok. Yakni, masyarakat umum dan elite atau pemuka opini.
"Elite yang setuju perubahan periode jabatan presiden tiga periode hanya empat persen. Sedangkan yang tidak setuju itu mencapai 90 persen lebih," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, dalam Diskusi Publik Fraksi NasDem, Rabu, 13 Oktober 2021.
Sedangkan kelompok masyarakat yang tak setuju perubahan periode presiden menjadi tiga periode relatif kecil daripada kelompok elite. Namun, angkanya tetap di atas 50 persen.
"Opini publik yang tidak setuju sekitar 70-an persen lebih," ungkap dia.
Selain itu, Burhanuddin menyampaikan latar belakang responden yang menyatakan tidak setuju perubahan periode jabatan presiden. Mereka berasal dari pemilih Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2019.
Adapun pemilih Jokowi yang tak setuju perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode sebesar 58,9 persen. Sedangkan pemilih Prabowo sebesar 87,8 persen.
"Over all pendukung Pak Prabowo dan Pak Jokowi tidak setuju (perpanjangan periode jabatan presiden)," ujar dia.
Baca: NasDem: Amendemen UUD 1945 Harus Berlandaskan Keinginan Rakyat
Survei dilakukan pada 2 hingga 7 September 2021. Jumlah responden kelompok publik sebanyak 1.220 orang dengan penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling.
Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Margin of error sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Sedangkan responden kelompok elite berjumlah 313 orang dari 16 wilayah di Indonesia. Pemilihan berdasarkan purposif karena tidak adanya populasi tetap terkait kelompok ini.
Survei dilakukan melalui metode wawancara secara langsung dan virtual. Waktu pelaksanaannya dilakukan selama September 2021.
Jakarta: Masyarakat tak setuju dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Hal itu terlihat dalam survei Indikator Indonesia terkait wacana
amendemen UUD 1945.
Survei tersebut dilakukan terhadap dua kelompok. Yakni, masyarakat umum dan elite atau pemuka opini.
"Elite yang setuju perubahan periode jabatan presiden tiga periode hanya empat persen. Sedangkan yang tidak setuju itu mencapai 90 persen lebih," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, dalam Diskusi Publik
Fraksi NasDem, Rabu, 13 Oktober 2021.
Sedangkan kelompok masyarakat yang tak setuju perubahan periode presiden menjadi tiga periode relatif kecil daripada kelompok elite. Namun, angkanya tetap di atas 50 persen.
"Opini publik yang tidak setuju sekitar 70-an persen lebih," ungkap dia.
Selain itu, Burhanuddin menyampaikan latar belakang responden yang menyatakan tidak setuju perubahan periode jabatan presiden. Mereka berasal dari pemilih Prabowo Subianto dan Joko Widodo
(Jokowi) pada Pilpres 2019.
Adapun pemilih Jokowi yang tak setuju perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode sebesar 58,9 persen. Sedangkan pemilih Prabowo sebesar 87,8 persen.
"
Over all pendukung Pak Prabowo dan Pak Jokowi tidak setuju (perpanjangan periode jabatan presiden)," ujar dia.
Baca:
NasDem: Amendemen UUD 1945 Harus Berlandaskan Keinginan Rakyat
Survei dilakukan pada 2 hingga 7 September 2021. Jumlah responden kelompok publik sebanyak 1.220 orang dengan penarikan sampel menggunakan metode
multistage random sampling.
Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Margin of error sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Sedangkan responden kelompok elite berjumlah 313 orang dari 16 wilayah di Indonesia. Pemilihan berdasarkan purposif karena tidak adanya populasi tetap terkait kelompok ini.
Survei dilakukan melalui metode wawancara secara langsung dan virtual. Waktu pelaksanaannya dilakukan selama September 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)