medcom.id, Jakarta: Proses penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) sesuai konstitusi. Prosesnya ada dalam UU.
"Perppu ini pada dasarnya kalau undang-undang yang ada, pemerintah kalau mau membubarkan harus lewat pengadilan, jadi pengadilan yang memutuskan akhirnya. Perppu ini di balik sedikit, pemerintah membubarkan, kemudian yang tidak setuju dibawa ke pengadilan," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu 25 Oktober 2017.
Pernyataan Kalla disampaikan untuk menanggapi pro dan kontra penerbitan Perppu tentang Ormas, dan anggapan bahwa pemerintah semena-mena dalam penetapannya.
"Jadi katakanlah HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dibubarin, dia pergi ke pengadilan. Kalau pengadilan mengatakan tidak sah, ya, tidak. Tapi kalau dulu, pemerintah tidak setuju, bawa ke pengadilan. Prinsip pokoknya, keadilan tetap ada," ujar Wapres.
Baca: PDIP Menyayangkan Sikap PAN Berubah di Menit Akhir
HTI yang dibubarkan Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Juli 2017 dengan dasar perppu tersebut juga telah mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi.
Setelah DPR mengesahkan Perppu No.2/2017 tentang Ormas menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa 24 Oktober 2017, maka semua permohonan uji materi Perppu tersebut di MK secara otomatis gugur.
Baca: UU Ormas Diminta Segera Disempurnakan
Oleh karena itu, Kalla menegaskan pemerintah tidak bertindak semena-mena. Karena telah melakukan prosesnya sesuai konstitusi, hanya saja alurnya di balik.
"Tidak sama sekali pemerintah bertindak diktaktor karena tetap ada instansi atau lembaga peradilan yang membatalkan pemerintah punya. Itu esensinya, jadi perbedaan sistem saja, dibalik saja," kata dia.
DPR RI mengesahkan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang melalui mekanisme pemungutan suara terbuka yang diikuti 445 anggota.
Hasil voting tersebut menunjukkan 314 anggota dari tujuh fraksi menyatakan setuju dan 131 anggota dari tiga fraksi, yakni Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan tidak setuju.
medcom.id, Jakarta: Proses penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) sesuai konstitusi. Prosesnya ada dalam UU.
"Perppu ini pada dasarnya kalau undang-undang yang ada, pemerintah kalau mau membubarkan harus lewat pengadilan, jadi pengadilan yang memutuskan akhirnya. Perppu ini di balik sedikit, pemerintah membubarkan, kemudian yang tidak setuju dibawa ke pengadilan," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu 25 Oktober 2017.
Pernyataan Kalla disampaikan untuk menanggapi pro dan kontra penerbitan Perppu tentang Ormas, dan anggapan bahwa pemerintah semena-mena dalam penetapannya.
"Jadi katakanlah HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dibubarin, dia pergi ke pengadilan. Kalau pengadilan mengatakan tidak sah, ya, tidak. Tapi kalau dulu, pemerintah tidak setuju, bawa ke pengadilan. Prinsip pokoknya, keadilan tetap ada," ujar Wapres.
Baca: PDIP Menyayangkan Sikap PAN Berubah di Menit Akhir
HTI yang dibubarkan Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Juli 2017 dengan dasar perppu tersebut juga telah mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi.
Setelah DPR mengesahkan Perppu No.2/2017 tentang Ormas menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa 24 Oktober 2017, maka semua permohonan uji materi Perppu tersebut di MK secara otomatis gugur.
Baca: UU Ormas Diminta Segera Disempurnakan
Oleh karena itu, Kalla menegaskan pemerintah tidak bertindak semena-mena. Karena telah melakukan prosesnya sesuai konstitusi, hanya saja alurnya di balik.
"Tidak sama sekali pemerintah bertindak diktaktor karena tetap ada instansi atau lembaga peradilan yang membatalkan pemerintah punya. Itu esensinya, jadi perbedaan sistem saja, dibalik saja," kata dia.
DPR RI mengesahkan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang melalui mekanisme pemungutan suara terbuka yang diikuti 445 anggota.
Hasil voting tersebut menunjukkan 314 anggota dari tujuh fraksi menyatakan setuju dan 131 anggota dari tiga fraksi, yakni Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan tidak setuju.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)