Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta tidak ada yang menghalangi penyidikan maupun penegakan hukum. Terutama, terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum," ujar Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 29 Maret 2023.
Pernyataan keras Mahfud ini merespons pernyataan Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang menyebut laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi mencurigakan itu seharusnya tidak boleh diumumkan ke publik. Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan ada ancaman pidana empat tahun bagi yang membocorkan.
"Berani kah Saudara Arteria bilang begitu kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Pak Budi Gunawan? Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bertanggung jawab bukan anak buah Menko Polhukam, melainkan setiap minggu laporan resmi info intelijen kepada Menko Polhukam," jelasnya.
Sebagai Menko Polhukam, Mahfud mengatakan memiliki hak untuk mengumumkan suatu informasi ke publik. Hal tersebut sudah sering sehingga dia mempertanyakan mengapa persoalan ini baru menjadi ramai.
"Saya umumkan dan Saudara diam saja. Kita yang umumkan kasus Indosurya yang sampai sekarang bebas di pengadilan, kita tangkap lagi, karena kasusnya banyak itu 'kan PPATK, kok, baru ribut soal ini," tutur Mahfud.
Selain itu, pada saat penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe banyak warga Papua yang turun ke jalanan. Dia meminta PPATK mengungkap persoalan itu dan membekukan uang Lukas Enembe.
"Kalau tidak begitu, tidak bisa ditangkap. Kita tahu dari intel Polri. 'Pak kateringnya tiap hari turun, itu sudah tidak ada kekuatannya, itu 'kan intel, masa tidak boleh," imbuhnya.
Mahfud berbalik 'menggertak' agar tak ada pihak yang coba menghalangi pengungkapan polemik transaksi mencurigakan Rp349 triliun. Sebab, ada juga ancaman pidanya lantaran masuk kategori menghalangi penegakan hukum.
Kasus serupa pernah terjadi. Mahfud menyontohkan ketika pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunandi, berusaha menghalangi penegakan hukum. Mahkamah Agung (MA) lantas memperberat hukuman Fredrich menjadi 7,5 tahun dari 7 tahun.
"Dia melaporkan sembarangan orang. Menghalang-halangi penyidikan, menghalangi penegakan hukum, lalu tangkap. Jadi, jangan main ancam-ancam begitu, kita ini sama," cetus Mahfud.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD meminta tidak ada yang menghalangi penyidikan maupun penegakan hukum. Terutama, terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum," ujar Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 29 Maret 2023.
Pernyataan keras Mahfud ini merespons pernyataan Anggota Komisi III DPR
Arteria Dahlan yang menyebut laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi mencurigakan itu seharusnya tidak boleh diumumkan ke publik. Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan ada ancaman pidana empat tahun bagi yang membocorkan.
"Berani kah Saudara Arteria bilang begitu kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Pak Budi Gunawan? Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bertanggung jawab bukan anak buah Menko Polhukam, melainkan setiap minggu laporan resmi info intelijen kepada Menko Polhukam," jelasnya.
Sebagai Menko Polhukam, Mahfud mengatakan memiliki hak untuk mengumumkan suatu informasi ke publik. Hal tersebut sudah sering sehingga dia mempertanyakan mengapa persoalan ini baru menjadi ramai.
"Saya umumkan dan Saudara diam saja. Kita yang umumkan kasus Indosurya yang sampai sekarang bebas di pengadilan, kita tangkap lagi, karena kasusnya banyak itu 'kan PPATK, kok, baru ribut soal ini," tutur Mahfud.
Selain itu, pada saat penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe banyak warga Papua yang turun ke jalanan. Dia meminta
PPATK mengungkap persoalan itu dan membekukan uang Lukas Enembe.
"Kalau tidak begitu, tidak bisa ditangkap. Kita tahu dari intel Polri. 'Pak kateringnya tiap hari turun, itu sudah tidak ada kekuatannya, itu 'kan intel, masa tidak boleh," imbuhnya.
Mahfud berbalik 'menggertak' agar tak ada pihak yang coba menghalangi pengungkapan polemik transaksi mencurigakan Rp349 triliun. Sebab, ada juga ancaman pidanya lantaran masuk kategori menghalangi penegakan hukum.
Kasus serupa pernah terjadi. Mahfud menyontohkan ketika pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunandi, berusaha menghalangi penegakan hukum. Mahkamah Agung (MA) lantas memperberat hukuman Fredrich menjadi 7,5 tahun dari 7 tahun.
"Dia melaporkan sembarangan orang. Menghalang-halangi penyidikan, menghalangi penegakan hukum, lalu tangkap. Jadi, jangan main ancam-ancam begitu, kita ini sama," cetus Mahfud.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)