Jakarta: Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) resmi disahkan menjadi UU. Undang-undang sapu jagat itu terdiri dari 15 bab dan 185 pasal.
“Saya mohon persetujuan dalam forum rapat paripurna ini. Bisa disepakati?” kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 5 Oktober 2020.
Seluruh hadirin menjawab setuju. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Atgas menuturkan UU Ciptaker lahir dari 64 kali rapat: dua kali rapat kerja, enam kali rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus dan Timsin), serta 56 kali rapat Panitia Kerja (Panja).
Ada tujuh undang-undang yang dikeluarkan dari UU Ciptaker. Hal ini meliputi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan turut dikeluarkan. UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian turut ditarik dari omnibus law itu.
“RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti, hak haid, dan cuti hamil yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan,” tegas Supratman.
UU Ciptaker disepakati tujuh fraksi yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menolak pengesahan UU Ciptaker.
Supratman mengaku salah satu poin pembahasan yang alot yakni klaster ketenagakerjaan. Namun, dia menyebut sejatinya seluruh fraksi memiliki niat naik memperjuangkan hak masyarakat.
“Seluruh fraksi di DPR menaruh sungguh-sungguh perhatian bagaimana kepastian hak pekerja selalu menjadi perhatian dan diperjuangkan,” tutur politikus PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, pembahasan pengesahan RUU Ciptaker sempat dihujani interupsi. Salah satunya datang dari anggota Komisi II Fraksi Demokrat Benny K Harman yang bersikeras meminta kesempatan menyampaikan pandangan partai.
“RUU ini kami anggap sangat penting dan ingin publik tahu mengapa fraksi kami menyatakan penolakan,” kata Benny dalam rapat paripurna DPR.
Benny berpendapat Fraksi Demokrat berhak menyampaikan argumen soal penolakan RUU Ciptaker. Benny ngotot ingin membacakan pandangan fraksi hingga maju ke podium.
Baca: DPR Tak Ingin Ada Penundaan Pengesahan Revisi dan RUU
Azis Syamsuddin menilai pandangan fraksi sudah disampaikan dalam rapat-rapat sebelumnya sehingga tidak perlu dibacakan lagi untuk menghemat waktu. Akhirnya, Benny memilih keluar dari rapat.
“Kami Fraksi Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab,” tegas Benny.
Jakarta: Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (
RUU Ciptaker) resmi disahkan menjadi UU. Undang-undang sapu jagat itu terdiri dari 15 bab dan 185 pasal.
“Saya mohon persetujuan dalam forum rapat paripurna ini. Bisa disepakati?” kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 5 Oktober 2020.
Seluruh hadirin menjawab setuju. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Atgas menuturkan UU Ciptaker lahir dari 64 kali rapat: dua kali rapat kerja, enam kali rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus dan Timsin), serta 56 kali rapat Panitia Kerja (Panja).
Ada tujuh undang-undang yang dikeluarkan dari UU Ciptaker. Hal ini meliputi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan turut dikeluarkan. UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian turut ditarik dari
omnibus law itu.
“RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti, hak haid, dan cuti hamil yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan,” tegas Supratman.
UU Ciptaker disepakati tujuh fraksi yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menolak pengesahan UU Ciptaker.
Supratman mengaku salah satu poin pembahasan yang alot yakni klaster ketenagakerjaan. Namun, dia menyebut sejatinya seluruh fraksi memiliki niat naik memperjuangkan hak masyarakat.
“Seluruh fraksi di DPR menaruh sungguh-sungguh perhatian bagaimana kepastian hak pekerja selalu menjadi perhatian dan diperjuangkan,” tutur politikus PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, pembahasan pengesahan RUU Ciptaker sempat dihujani interupsi. Salah satunya datang dari anggota Komisi II Fraksi Demokrat Benny K Harman yang bersikeras meminta kesempatan menyampaikan pandangan partai.
“RUU ini kami anggap sangat penting dan ingin publik tahu mengapa fraksi kami menyatakan penolakan,” kata Benny dalam rapat paripurna DPR.
Benny berpendapat Fraksi Demokrat berhak menyampaikan argumen soal penolakan RUU Ciptaker. Benny ngotot ingin membacakan pandangan fraksi hingga maju ke podium.
Baca:
DPR Tak Ingin Ada Penundaan Pengesahan Revisi dan RUU
Azis Syamsuddin menilai pandangan fraksi sudah disampaikan dalam rapat-rapat sebelumnya sehingga tidak perlu dibacakan lagi untuk menghemat waktu. Akhirnya, Benny memilih keluar dari rapat.
“Kami Fraksi Demokrat menyatakan
walk out dan tidak bertanggung jawab,” tegas Benny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)