Jakarta: Ketua Fraksi Partai NasDem DPR Ahmad Ali menilai pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang direncanakan digelar pada 2024 akan menimbulkan banyaknya pelaksana tugas (Plt) kepala daerah. Sebanyak 272 kepala daerah akan habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023.
"Kondisi demikian berpotensi membuka celah bagi terjadinya rekayasa politik untuk mendukung kepentingan pihak tertentu dan jauh dari komitmen pelayanan bagi publik," ujar Ali dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Februari 2021.
Mudarat lain, lanjut dia, adalah penyelenggaraan pilkada pada 2024 juga bakal membuat penumpukan biaya yang membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) juga digelar pada 2024.
"Sementara sistem keuangan dan anggaran pemilu yang ada pada saat ini perlu untuk dipertahankan dan terus disempurnakan," tutur dia.
(Baca: Catatan PKB Bila Pilkada Dilaksanakan pada 2024)
Fraksi NasDem mendorong pelaksanaan pilkada serentak digelar pada 2022 dan 2023. Dia menilai kekhawatiran segelintir pihak bahwa pilkada dapat mengganggu stabilitas pemerintah, tidak relevan.
"Penyatuan pemilu nasional dan pilkada, legislatif dan eksekutif, dan terutama pilpres mengandung risiko sangat besar mengganggu stabilitas politik dan sosial serta dapat berisiko melemahkan arah berjalannya sistem demokrasi," tutur dia.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi NasDem DPR Saan Mustopa mengungkapkan normalisasi Pilkada 2022 dan 2023 akan dilakukan melalui Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Payung hukum penyelenggaraan pilkada akan dijadikan satu paket dengan UU Pemilu.
"Nanti akan dibahas di UU ini (revisi UU Pemilu)," ujar Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 27 Januari 2021.
Jakarta: Ketua Fraksi Partai
NasDem DPR Ahmad Ali menilai pemilihan kepala daerah (
Pilkada) serentak yang direncanakan digelar pada 2024 akan menimbulkan banyaknya pelaksana tugas (Plt) kepala daerah. Sebanyak 272 kepala daerah akan habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023.
"Kondisi demikian berpotensi membuka celah bagi terjadinya rekayasa politik untuk mendukung kepentingan pihak tertentu dan jauh dari komitmen pelayanan bagi publik," ujar Ali dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Februari 2021.
Mudarat lain, lanjut dia, adalah penyelenggaraan pilkada pada 2024 juga bakal membuat penumpukan biaya yang membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pasalnya,
pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) juga digelar pada 2024.
"Sementara sistem keuangan dan anggaran pemilu yang ada pada saat ini perlu untuk dipertahankan dan terus disempurnakan," tutur dia.
(Baca:
Catatan PKB Bila Pilkada Dilaksanakan pada 2024)
Fraksi NasDem mendorong pelaksanaan pilkada serentak digelar pada 2022 dan 2023. Dia menilai kekhawatiran segelintir pihak bahwa pilkada dapat mengganggu stabilitas pemerintah, tidak relevan.
"Penyatuan pemilu nasional dan pilkada, legislatif dan eksekutif, dan terutama pilpres mengandung risiko sangat besar mengganggu stabilitas politik dan sosial serta dapat berisiko melemahkan arah berjalannya sistem demokrasi," tutur dia.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi NasDem DPR Saan Mustopa mengungkapkan normalisasi Pilkada 2022 dan 2023 akan dilakukan melalui Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Payung hukum penyelenggaraan pilkada akan dijadikan satu paket dengan UU Pemilu.
"Nanti akan dibahas di UU ini (revisi UU Pemilu)," ujar Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 27 Januari 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)