Pengamat radikalisme dan terorisme Muhammad AS Hikam. Medcom.id/Fachri
Pengamat radikalisme dan terorisme Muhammad AS Hikam. Medcom.id/Fachri

Manajemen hingga Finansial Mumpuni Jadi Faktor Bertahannya Kelompok Radikal

Fachri Audhia Hafiez • 05 Juni 2022 06:21
Jakarta: Pengamat radikalisme dan terorisme Muhammad AS Hikam menilai terdapat sejumlah faktor membuat kelompok radikal bertahan. Di antaranya, manajemen yang kuat dan disokong finansial mereka.
 
"Kelompok radikal memiliki manajemen yang solid, hirarkis, dan bersifat rahasia untuk umum dan memiliki jejaring nasional dan internasional yang penting, termasuk finansial network yang cukup complicated dan cukup bervariasi dan masif," kata Hikam dalam diskusi bertajuk 'Ancaman Propaganda Radikalisme terhadap Kehidupan Toleransi di Indonesia', Sabtu, 4 Juni 2022.
 
Hikam mengatakan persoalan radikalisme tidak boleh disepelekan. Ideologi tersebut berupaya mengubah fundamental kehidupan bermasyarakat yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Ancaman strategis baik pada tataran global, regional, dan nasional. Tentu yang paling penting pada tataran nasional," ujar Hikam.
 
Dia menyebut belum ada tanda-tanda positif bahwa kelompok radikal mengalami penurunan secara kuantitas. Hal ini tercermin dari munculnya kelompok radikal lain yang terinspirasi dari pendahulunya.
 
Mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) itu menuturkan intoleransi menjadi sumber utama radikalisme. Tidak bersedia menghormati perbedaan keyakinan merupakan akar intoleransi yang bisa menjadi dasar pengembangan aksi radikalisme.
 
"Menolak mengakui perbedaan pandangan dengan alasan agama, maka kita sedang menyaksikan intoleransi beragama. Ini sangat sering terjadi baik lintas agama maupun antar agama," ucap Hikam.
 
Baca: Densus 88 Cari Bukti Peserta Konvoi Khilafatul Muslimin Terlibat Terorisme
 
Direktur Eksekutif The Lead Indonesia Universitas Paramadina, Suratno, mengungkapkan dunia maya menjadi tempat penyebaran propaganda kelompok radikal paling efektif. Kelompok konservatif dan ekstremis disebut pandai mengolah propaganda.
 
"Banyak riset mengatakan kelompok ekstremis cukup efektif menggunakan media. Banyak kelompok konsevatif dan ekstremis background-nya nonagama. Jadi mereka melek IT, dan sebagainya," ucap Suratno.
 
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi' Alieha atau Savic Ali tak menampik fenomena internet untuk menyebarkan propaganda radikalisme. Namun, pemerintah dinilai berhasil menekan penyebaran konten radikal.
 
"Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir ada perkembangan yang luar biasa untuk membatasi penyebaran konten. Dulu website di Indonesia banyak sekali yang mendukung ISIS dan kekerasan secara terbuka, tapi sekarang sudah jarang karena ribuan konten sudah di-banned Kominfo," ucap Savic.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan