Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengkritisi pelatihan online Program Kartu Prakerja. Ada sejumlah kekurangan dari implementasi yang baru berjalan tersebut.
Netty menjelaskan pertama, anggaran yang dikeluarkan tidak sebanding dengan bentuk pelatihan yang diberikan. Peserta hanya disajikan video pelatihan yang dibeli oleh pihak provider.
"Seharusnya bisa dicarikan cara alernatif lain, agar tidak perlu membutuhkan dana sebesar itu hanya untuk membeli video pelatihan," kata Netty kepada Medcom.id, Senin, 4 Mei 2020
Kedua, penunjukan platform. Dia menilai proses penentuan mitra kerja pelatihan online tidak transparan. Lembaga yang ditunjuk juga sangat sedikit.
"Hanya delapan platform tersebut. Ibaratnya, pemerintah mengeluarkan uang untuk belajar masyarakat tapi hanya bisa digunakan di beberapa tempat saja. Ini kan tidak adil bagi yang lain," tutur dia.
(Baca: Pelatihan Daring Kartu Prakerja Sebaiknya Ditunda)
Ketiga, pelaksanaan program Kartu Prakerja sulit diawasi DPR. Sebab, penanggung jawab Kartu Prakerja adalah Kementerian Koordinator Perekonomian yang bukan mitra langsung DPR.
Keempat, tidak ada jaminan lulusan bisa langsung bekerja. Sebab, saat ini tidak ada industri yang membuka lowongan akibat covid-19 (korona).
"Selain itu yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan langsung alih-laih pelatihan bekerja. Untuk apa melatih jika industrinya tidak ada yang buka," sebut dia.
Kelima, sertifikat yang diberikan penyedia platform saat mengikuti program dianggap tidak ada nilainya di dunia kerja. Sebab, provider penyedia pelatihan online bukan lembaga berwenang.
"Misal pelatihan menjadi jurnalis harusnya diberikan oleh Dewan Pers, bukan dari lembaga bimbel (bimbingan belajar)," ujar dia.
Netty meminta pelatihan online Kartu Prakerja dihentikan. Program tersebut dianggap menghabiskan anggaran negara.
Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mengkritisi pelatihan
online Program Kartu Prakerja. Ada sejumlah kekurangan dari implementasi yang baru berjalan tersebut.
Netty menjelaskan pertama, anggaran yang dikeluarkan tidak sebanding dengan bentuk pelatihan yang diberikan. Peserta hanya disajikan video pelatihan yang dibeli oleh pihak provider.
"Seharusnya bisa dicarikan cara alernatif lain, agar tidak perlu membutuhkan dana sebesar itu hanya untuk membeli video pelatihan," kata Netty kepada
Medcom.id, Senin, 4 Mei 2020
Kedua, penunjukan
platform. Dia menilai proses penentuan mitra kerja pelatihan
online tidak transparan. Lembaga yang ditunjuk juga sangat sedikit.
"Hanya delapan
platform tersebut. Ibaratnya, pemerintah mengeluarkan uang untuk belajar masyarakat tapi hanya bisa digunakan di beberapa tempat saja. Ini kan tidak adil bagi yang lain," tutur dia.
(Baca:
Pelatihan Daring Kartu Prakerja Sebaiknya Ditunda)
Ketiga, pelaksanaan program Kartu Prakerja sulit diawasi DPR. Sebab, penanggung jawab Kartu Prakerja adalah Kementerian Koordinator Perekonomian yang bukan mitra langsung DPR.
Keempat, tidak ada jaminan lulusan bisa langsung bekerja. Sebab, saat ini tidak ada industri yang membuka lowongan akibat covid-19 (korona).
"Selain itu yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan langsung alih-laih pelatihan bekerja. Untuk apa melatih jika industrinya tidak ada yang buka," sebut dia.
Kelima, sertifikat yang diberikan penyedia
platform saat mengikuti program dianggap tidak ada nilainya di dunia kerja. Sebab, provider penyedia pelatihan
online bukan lembaga berwenang.
"Misal pelatihan menjadi jurnalis harusnya diberikan oleh Dewan Pers, bukan dari lembaga bimbel (bimbingan belajar)," ujar dia.
Netty meminta pelatihan
online Kartu Prakerja dihentikan. Program tersebut dianggap menghabiskan anggaran negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)