Webinar dengan tema, Tata Kelola dalam Penyusunan Kebijakan, yang digelar Knowledge Sector Initiative (KSI). Dok. Tangkapan Layar
Webinar dengan tema, Tata Kelola dalam Penyusunan Kebijakan, yang digelar Knowledge Sector Initiative (KSI). Dok. Tangkapan Layar

Fungsi BPHN Harus Dimaksimalkan untuk Mengatasi Tumpang Tindih Aturan

Achmad Zulfikar Fazli • 22 Maret 2022 19:26
Jakarta: Kompleksitas masyarakat dan pergeseran perspektif administrasi negara mengubah tata kelola menjadi agenda dan standar bagi penyelenggaraan negara. Tata kelola pemerintahan yang baik didefinisikan sebagai penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi secara politik maupun administratif.
 
Permintaan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan meningkat seiring dengan kompleksnya kebutuhan masyarakat, sehingga paradigma yang menganggap pemerintah sebagai aktor tunggal pemerintahan negara beralih ke paradigma pemerintahan yang melibatkan tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Keterlibatan multiaktor dalam penyelenggaraan pemerintahan juga penting dalam mendorong terciptanya kebijakan berbasis bukti.
 
Sekretaris Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kurniasih, menjelaskan peran Kemendagri dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang lebih baik, terutama di daerah. Kurniasih mengatakan solusi mengatasi tumpang tindih regulasi ialah dengan lebih memaksimalkan fungsi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan.

"BPHN dan Dirjen perundang-undangan ini melihat lagi, mengidentifikasi seluruh regulasi di level pusat yang akan diimplementasikan di daerah,” kata Kurniasih dalam webinar dengan tema, Tata Kelola dalam Penyusunan Kebijakan, yang digelar Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Katadata, Selasa, 22 Maret 2022.
 
Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) Direktur Regional II, Kedeputian Bidang Pengembangan Regional, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Mohammad Roudo, menjelaskan peran Bappenas dalam menjembatani kolaborasi multipihak dalam penyusunan kebijakan berbasis bukti dan perencanaan pembangunan pada level regional dan daerah.
 
“Ekosistem ekonomi dan politik yang kondusif dapat dicapai melalui tiga hal. Pertama, perlunya koordinasi, kolaborasi pentahelix antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, peneliti, dan kebijakan sebagai modal dasar. Kedua, penyusunan kebijakan, termasuk dari perencanaan, dilandasi dengan basis bukti, data, informasi. Ketiga, memastikan enabling environment untuk mendorong inovasi,” kata Roudo.
 
Baca: Kemendikbudristek Minta Masukan Akademisi Perguruan Tinggi Susun RUU Sisdiknas
 
Sebelumnya, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), M. Nur Solikhin, menjelaskan permasalahan tata kelola perundang-undangan di Indonesia saat ini, upaya yang sudah dijalankan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan tata kelola perundang-undangan, serta proyeksi perbaikan tata kelola perundang-undangan ke depan.
 
Dari sisi proses perencanaan pembangunan yang berkaitan dengan tata kelola pemilu, peneliti Cakra Wikara Indonesia (CWI), Heru Samosir, menjelaskan proses perencanaan pembangunan di tiga undang-undang, yakni UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, serta rekomendasi kebijakan dari CWI untuk mendorong perumusan perencanaan pembangunan yang lebih inklusif dan partisipatif terkait tata kelola pemilu.  
 
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Yayasan BaKTI, Zusanna Gosal, menyampaikan pembelajaran dalam mendorong tata kelola efektif di tingkat lokal untuk memajukan kerja sama multiaktor dan multidisiplin dari program rintisan pengetahuan ke kebijakan di Sulawesi Selatan.
 
Dari sisi tata kelola pendanaan penelitian, peneliti AKATIGA, Rahmad Efendi, menjelaskan bagaimana tata kelola Swakelola Tipe III dapat mendorong kerja sama multiaktor seperti pihak swasta, ormas, dan lembaga think tank untuk mendukung pemerintah dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring, serta evaluasi pembangunan.
 
Manajer Advokasi Seknas FITRA, Ervyn Kaffah, memaparkan praktik baik dan pemanfaatan dari mekanisme tata kelola Swakelola Tipe III di tingkat nasional dan daerah beserta rekomendasi kebijakan terkait perbaikan.
 
Hasil diskusi menyimpulkan tumpang tindih regulasi yang selama ini menjadi penghambat tata kelola penyusunan kebijakan pemerintah dapat dimaksimalkan dengan peran BPHN dan Dirjen Perundang-Undangan, tidak membentuk badan lain selevel badan regulasi nasional, mengoptimalkan biro hukum di masing-masing kementerian/lembaga, dan berkolaborasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mendorong inovasi.  
 
Bappenas di tingkat nasional bekerja sama dengan KSI dan Kemendagri untuk menyusun dua policy brief sebagai upaya replikasi knowledge to policy (K2P) di tingkat pusat sebagai masukan terhadap perbaikan forum-forum perencanaan. Hal ini dapat menjadi pedoman bagi daerah dalam mengusulkan proyek kegiatan saat forum perencanaan di pusat dengan lebih matang.
 
Masukan tersebut telah disampaikan secara resmi oleh KSI, Bappenas akan mendorong tindak lanjut kepada direktorat terkait untuk mewujudkan roadmap kolaborasi dan epistemik komoditas daerah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan