Pemilu Serentak 2024, Mendagri: Filosofinya Bagus Tapi Tak Gampang
Theofilus Ifan Sucipto • 22 September 2022 10:49
Jakarta: Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan Pemilihan Umum (pemilu) 2024 adalah kali pertama pemilihan presiden-wakil presiden dan kepala daerah dilakukan serentak. Pemilu tersebut memiliki filosofi yang baik.
“Spirit filosofinya sangat bagus agar keserempakan RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) presiden terpilih dan kepala daerah sama,” kata Tito di Gedung Kementerian PAN-RB, Jakarta Selatan, Kamis, 22 September 2022.
Tito mengatakan selama ini pemilihan presiden dan kepala daerah tidak sepenuhnya serentak. Contohnya, pemilihan kepala daerah serentak pada 2015, 2017, dan 2018 usai pemilihan presiden pada 2014.
“Akhirnya pemimpin daerah (terpilih) berada di tengah dengan visi misi sendiri dan janji politiknya sehingga tidak paralel,” jelas dia.
Pemilu Serentak 2024, kata Tito, membuat presiden dan kepala daerah memiliki garis start yang sama. Sehingga, rencana pembangunan di tingkat nasional maupun daerah bisa selaras.
“Filosofinya bagus tapi praktiknya memang tidak gampang,” ujar mantan Kapolri itu.
Tito menyebut tantangan itu berupa manajemen pengelolaan pemilu yang tidak mudah. Hal itu berimplikasi pada keamanan dan masalah lainnya.
“Ini adalah perubahan paradigma terutama dalam sistem politik dan pemerintahan, yaitu diadopsinya demokratisasi lebih luas. Salah satu konsekuensinya sistem pemilihan dilakukan berbeda,” tutur dia.
Jakarta: Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan Pemilihan Umum (pemilu) 2024 adalah kali pertama pemilihan presiden-wakil presiden dan kepala daerah dilakukan serentak. Pemilu tersebut memiliki filosofi yang baik.
“Spirit filosofinya sangat bagus agar keserempakan RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) presiden terpilih dan kepala daerah sama,” kata Tito di Gedung Kementerian PAN-RB, Jakarta Selatan, Kamis, 22 September 2022.
Tito mengatakan selama ini pemilihan presiden dan kepala daerah tidak sepenuhnya serentak. Contohnya, pemilihan kepala daerah serentak pada 2015, 2017, dan 2018 usai pemilihan presiden pada 2014.
“Akhirnya pemimpin daerah (terpilih) berada di tengah dengan visi misi sendiri dan janji politiknya sehingga tidak paralel,” jelas dia.
Pemilu Serentak 2024, kata Tito, membuat presiden dan kepala daerah memiliki garis start yang sama. Sehingga, rencana pembangunan di tingkat nasional maupun daerah bisa selaras.
“Filosofinya bagus tapi praktiknya memang tidak gampang,” ujar mantan Kapolri itu.
Tito menyebut tantangan itu berupa manajemen pengelolaan pemilu yang tidak mudah. Hal itu berimplikasi pada keamanan dan masalah lainnya.
“Ini adalah perubahan paradigma terutama dalam sistem politik dan pemerintahan, yaitu diadopsinya demokratisasi lebih luas. Salah satu konsekuensinya sistem pemilihan dilakukan berbeda,” tutur dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)