Jakarta: Partai NasDem mengkritik statemen Ketua KPU Hasyim Asyari yang melontarkan kemungkinan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Selain tidak patut dan tidak etis, pernyataan tersebut juga melangkahi wewenang dan dan kapasitasnya.
Ketua DPP NasDem Willy Aditya menilai wacana untuk kembali ke sistem proporsional tertutup adalah kemuduran berdemokrasi. Hal tersebut, kata dia, hanya ekspresi kemalasan berpikir untuk membangun kemajuan dalam membangun kehidupan politik.
Willy menyatakan sistem proporsional terbuka adalah bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. Ia menerangkan bahwa sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem yang sebelumnya yakni sistem proporsional tertutup.
"Demokratisasi sepatutnya bukan memundurkan yang telah maju, tetapi memperbaiki dan menata ulang hal yang kurang saja. Yang terjadi pada sistem pemilu jika benar kembali ke sistem proporsional tertutup maka terjadi kemunduran luar biasa. Selain menutup peluang rakyat untuk mengenal caleg, rakyat juga dipaksa memilih kucing dalam karung," ungkap Willy melalui pesan tertulis, Kamis, 29 Desember 2022.
Dia menjelaskan bahwa sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem sebelumnya. Willy menerangkan sistem proporsional terbuka dahulu dipilih untuk menjawab persoalan kesenjangan representasi.
"Ada kelemahan pengenalan dan saluran aspiratif rakyat dengan wakil rakyatnya. Dengan kembali ke proporsional tertutup artinya demokrasi kita mengalami kemunduran," jelas Willy.
Willy juga mengingatkan, jika kita menggugat oligarki maka sistem pemilu tertutup justru representasi dari hal tersebut. Di dalam sistem itu, perlombaan untuk mendapatkan nomor urut kecil menjadi pertarungan tersendiri di dalam partai.
Selain itu, kata dia, asal dekat dengan penguasa partai maka soal kinerja yang buruk tidak akan pernah menjadi soal.
"Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai," ungkap dia.
Wakil Ketua Baleg DPR ini tidak menyangkal bahwa masih ada PR dan kekurangan dalam sistem pemilu saat ini. Namun, kata dia, kekurangan itu bukan jadi alasan untuk berpikir mundur.
"Itu sesat pikir namanya. Kalau kita ingin memperbaiki maka harus maju cara berpikirnya, bukan beromantisme dengan sistem lama yang dulu kita koreksi sendiri. Kalau mau, gagas dan uji kembali sistem distrik atau sistem campuran misalnya. Ini namanya kita berpikir dan bergerak maju. Jadi jangan kebalik-balik cara berpikirnya," jelas dia.
Jakarta: Partai
NasDem mengkritik statemen Ketua
KPU Hasyim Asyari yang melontarkan kemungkinan sistem proporsional tertutup dalam
Pemilu 2024. Selain tidak patut dan tidak etis, pernyataan tersebut juga melangkahi wewenang dan dan kapasitasnya.
Ketua DPP NasDem Willy Aditya menilai wacana untuk kembali ke sistem proporsional tertutup adalah kemuduran berdemokrasi. Hal tersebut, kata dia, hanya ekspresi kemalasan berpikir untuk membangun kemajuan dalam membangun kehidupan politik.
Willy menyatakan sistem proporsional terbuka adalah bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. Ia menerangkan bahwa sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem yang sebelumnya yakni sistem proporsional tertutup.
"Demokratisasi sepatutnya bukan memundurkan yang telah maju, tetapi memperbaiki dan menata ulang hal yang kurang saja. Yang terjadi pada sistem pemilu jika benar kembali ke sistem proporsional tertutup maka terjadi kemunduran luar biasa. Selain menutup peluang rakyat untuk mengenal caleg, rakyat juga dipaksa memilih kucing dalam karung," ungkap Willy melalui pesan tertulis, Kamis, 29 Desember 2022.
Dia menjelaskan bahwa sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem sebelumnya. Willy menerangkan sistem proporsional terbuka dahulu dipilih untuk menjawab persoalan kesenjangan representasi.
"Ada kelemahan pengenalan dan saluran aspiratif rakyat dengan wakil rakyatnya. Dengan kembali ke proporsional tertutup artinya demokrasi kita mengalami kemunduran," jelas Willy.
Willy juga mengingatkan, jika kita menggugat oligarki maka sistem pemilu tertutup justru representasi dari hal tersebut. Di dalam sistem itu, perlombaan untuk mendapatkan nomor urut kecil menjadi pertarungan tersendiri di dalam partai.
Selain itu, kata dia, asal dekat dengan penguasa partai maka soal kinerja yang buruk tidak akan pernah menjadi soal.
"Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai," ungkap dia.
Wakil Ketua Baleg DPR ini tidak menyangkal bahwa masih ada PR dan kekurangan dalam sistem pemilu saat ini. Namun, kata dia, kekurangan itu bukan jadi alasan untuk berpikir mundur.
"Itu sesat pikir namanya. Kalau kita ingin memperbaiki maka harus maju cara berpikirnya, bukan beromantisme dengan sistem lama yang dulu kita koreksi sendiri. Kalau mau, gagas dan uji kembali sistem distrik atau sistem campuran misalnya. Ini namanya kita berpikir dan bergerak maju. Jadi jangan kebalik-balik cara berpikirnya," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)