Jakarta: Masyarakat yang tergabung dalam Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik mengkritisi kebijakan pengendalian covid-19 nasional. Salah satunya penamaan pengendalian yang terus berganti.
"Gonta-ganti istilah pengendalian covid-19 yang ditetapkan oleh pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki visi pengendalian covid-19 yang baik dan komprehensif," kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Juli 2021.
Penggunaan istilah pengendalian covid-19 dimulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kemudian, berlanjut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro dan PPKM darurat.
Menurut Rivanlee, penanganan kedaruratan kesehatan masyarakat seharusnya menyesuaikan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Terkait bencana nonalam, pemerintah juga mestinya menyesuaikan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Rivanlee meminta pemerintah tidak menyalahkan masyarakat bila kasus covid-19 terus melonjak. Kondisi tersebut lantaran kurangnya pengetatan oleh pemerintah.
"Justru pemerintah yang melonggarkan pergerakan orang dengan membuka tempat pariwisata serta membuka mal dan perkantoran yang bukan merupakan sektor esensial, serta tidak sungguh-sungguh melarang aktivitas mudik," ujar dia.
(Baca: Regulasi Penanganan Covid-19 Dinilai Percuma Jika Masyarakat Masih Ngeyel)
Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik mendesak pemerintah meminta maaf kepada publik terhadap situasi tersebut. Berikutnya, memberikan formula yang tepat dalam masalah yang ditemui masyarakat.
"Solusi bantuan konkret terhadap keluarga yang berjuang mendapatkan perawatan rumah sakit/ICU/dan layanan medis lainnya," ujar Rivanlee.
Pemerintah juga diminta mengevaluasi penanganan covid-19. Kemudian, menerapkan pengendalian covid-19 sesuai ketentuan yang berlaku.
Serta mengambil tanggung jawab penuh untuk mengendalikan covid-19 secara nasional sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maupun UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Termasuk juga kebijakan penanganan yang terpadu antar daerah," kata Rivanlee.
Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik terdiri atas sejumlah kelompok masyarakat sipil, seperti KontraS, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, hingga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Jakarta: Masyarakat yang tergabung dalam Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik mengkritisi kebijakan pengendalian
covid-19 nasional. Salah satunya penamaan pengendalian yang terus berganti.
"Gonta-ganti istilah pengendalian covid-19 yang ditetapkan oleh pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki visi pengendalian covid-19 yang baik dan komprehensif," kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Juli 2021.
Penggunaan istilah pengendalian covid-19 dimulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kemudian, berlanjut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat
(PPKM) berskala mikro dan PPKM darurat.
Menurut Rivanlee, penanganan kedaruratan kesehatan masyarakat seharusnya menyesuaikan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Terkait bencana nonalam, pemerintah juga mestinya menyesuaikan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Rivanlee meminta pemerintah tidak menyalahkan masyarakat bila kasus covid-19 terus melonjak. Kondisi tersebut lantaran kurangnya pengetatan oleh pemerintah.
"Justru pemerintah yang melonggarkan pergerakan orang dengan membuka tempat pariwisata serta membuka mal dan perkantoran yang bukan merupakan sektor esensial, serta tidak sungguh-sungguh melarang aktivitas mudik," ujar dia.
(Baca:
Regulasi Penanganan Covid-19 Dinilai Percuma Jika Masyarakat Masih Ngeyel)
Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik mendesak pemerintah meminta maaf kepada publik terhadap situasi tersebut. Berikutnya, memberikan formula yang tepat dalam masalah yang ditemui masyarakat.
"Solusi bantuan konkret terhadap keluarga yang berjuang mendapatkan perawatan rumah sakit/ICU/dan layanan medis lainnya," ujar Rivanlee.
Pemerintah juga diminta mengevaluasi penanganan covid-19. Kemudian, menerapkan pengendalian covid-19 sesuai ketentuan yang berlaku.
Serta mengambil tanggung jawab penuh untuk mengendalikan covid-19 secara nasional sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maupun UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Termasuk juga kebijakan penanganan yang terpadu antar daerah," kata Rivanlee.
Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik terdiri atas sejumlah kelompok masyarakat sipil, seperti KontraS, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, hingga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)