Jakarta: Sebanyak delapan partai politik di parlemen menolak sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional tertutup. Sikap tersebut dinilai tak perlu.
"Karena mereka sudah menyepakati itu (sistem proporsional terbuka) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati saat dihubungi, Minggu, 8 Januari 2023.
Menurut dia, gugatan yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) juga dianggap tak berpengaruh besar terhadap perubahan sistem proporsional yang diterapkan pada Pemilu 2024. Sebab, DPR dan pemerintah sudah memutuskan tidak mengubah UU Pemilu.
"Dengan tidak direvisi itu pun sebetulnya ya peserta pemilu sudah tahu aturan mainnya," ungkap Nur.
Selain itu, dia menilai MK tidak akan mengeluarkan putusan yang membatalkan sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Sebab, yang berhak menentukan sistem adalah pembuat aturan, yaitu pemerintah dan DPR.
"MK juga tidak bisa bilang bahwasanya sistem pemilu A yang konstitusional, sementara yang lain tidak. Masing-masing punya kekurangan dan kelebihan," sebut Nur.
Dia berharap MK bijak membuat keputusan terkait UU Pemilu. Berbagai aspek harus menjadi pertimbangan, salah satunya tahapan pemilu yang sudah berjalan.
"Karena mengubah sistem pemilu di tengah tahapan tentu bukan sesuatu yang ideal," ujar dia.
Jakarta: Sebanyak delapan
partai politik di parlemen menolak sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional tertutup. Sikap tersebut dinilai tak perlu.
"Karena mereka sudah menyepakati itu (sistem proporsional terbuka) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati saat dihubungi, Minggu, 8 Januari 2023.
Menurut dia, gugatan yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) juga dianggap tak berpengaruh besar terhadap perubahan sistem proporsional yang diterapkan pada Pemilu 2024. Sebab, DPR dan pemerintah sudah memutuskan tidak mengubah UU
Pemilu.
"Dengan tidak direvisi itu pun sebetulnya ya peserta pemilu sudah tahu aturan mainnya," ungkap Nur.
Selain itu, dia menilai MK tidak akan mengeluarkan putusan yang membatalkan sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Sebab, yang berhak menentukan sistem adalah pembuat aturan, yaitu pemerintah dan
DPR.
"MK juga tidak bisa bilang bahwasanya sistem pemilu A yang konstitusional, sementara yang lain tidak. Masing-masing punya kekurangan dan kelebihan," sebut Nur.
Dia berharap MK bijak membuat keputusan terkait UU Pemilu. Berbagai aspek harus menjadi pertimbangan, salah satunya tahapan pemilu yang sudah berjalan.
"Karena mengubah sistem pemilu di tengah tahapan tentu bukan sesuatu yang ideal," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)