Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak konsisten dalam penyampaian keterangan kasus dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Akibatnya, kasus PSI di kepolisian diberhentikan.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, penanganan terhadap temuan Nomor 002/TM/PL/RI/00.00/IV/2018 dinyatakan tidak diteruskan ke proses penuntutan. Sebab, terdapat perbedaan keterangan yang disampaikan oleh Komisoner KPU Wahyu Setiawan pada saat proses penanganan pelanggaran di Bawaslu dengan keterangan yang disampaikannya pada saat penyidikan di Bareskrim Polri.
"KPU inkosisten dalam penyampaian keterangan kasus dugaan pelanggaran PSI itu," kata Abhan di Media Center Bawaslu RI, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Mei 2018.
Inkosisten KPU itu, kata Abhan, terlihat dari keterangan yang disampaikan Wahyu Setiawan pada 16 Mei 2018. Keterangan itu, mengenai penjelasan kampanye pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Dalam peraturan itu menyatakan, pemilu dapat dikategorikan kampanye apabila terdapat salah satu unsur visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Abhan melanjutkan, KPU pun sudah mengatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan PKPU Nomor 5 Tahun 2018 yang mengatur secara tegas tahapan kampanye.
Baca: Ombudsman Meneliti Laporan PSI soal Bawaslu
"Dalam peraturan itu, pelaksanaan kampanye melalui iklan media massa cetak dan elektronik adalah pada 24 Maret 2019 sampai dengan 13 April 2019," ungkap Abhan.
Dengan demikian, Abhan mengatakan PSI jelas melanggar peraturan tersebut. Sebab, PSI melakukan iklan yang bermuatan kampanye di Surat Kabar Jawa Pos pada 23 April 2018.
"Tayangan gambar simbol parpol yang disertai dengan nomor urut peserta pemilu adalah termasuk dalam kegiatan kampanye pemilu. Sebab, memenuhi unsur meyakinkan pemilih dengan menawarkan citra diri peserta pemilu," ujar Abhan.
Namun, Anggota KPU Wahyu Setiawan mengatakan tayangan iklan PSI di Surat Kabar Jawa Pos tidak termasuk sebagai metode sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai politik.
Baca: Citra Diri Dirumuskan Sebelum Pelanggaran PSI
Atas ketidaksepahaman Bawaslu dengan KPU, Abhan mengakui akan berimplikasi sangat panjang terhadap penegakan hukum. Ia pun mengatakan akan mengkaji hal tersebut.
"Kami nanti akan kaji secara mendalam apa langkah yang akan kami ambil atas ketidakkonsistenan Wahyu Setiawan," terang Abhan.
Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo meyakini, keterangan dari KPU yang menyatakan, perbuatan PSI bukan termasuk kampanye di luar jadwal akan berdampak terhadap ketidaktertiban pemilu.
"Kami memprediksi ini akan menjadi peluang untuk dimanfaatkan partai politik lain atas keterangan KPU itu," ucap Ratna.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Zke0Y0Ob" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak konsisten dalam penyampaian keterangan kasus dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Akibatnya, kasus PSI di kepolisian diberhentikan.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, penanganan terhadap temuan Nomor 002/TM/PL/RI/00.00/IV/2018 dinyatakan tidak diteruskan ke proses penuntutan. Sebab, terdapat perbedaan keterangan yang disampaikan oleh Komisoner KPU Wahyu Setiawan pada saat proses penanganan pelanggaran di Bawaslu dengan keterangan yang disampaikannya pada saat penyidikan di Bareskrim Polri.
"KPU inkosisten dalam penyampaian keterangan kasus dugaan pelanggaran PSI itu," kata Abhan di Media Center Bawaslu RI, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Mei 2018.
Inkosisten KPU itu, kata Abhan, terlihat dari keterangan yang disampaikan Wahyu Setiawan pada 16 Mei 2018. Keterangan itu, mengenai penjelasan kampanye pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Dalam peraturan itu menyatakan, pemilu dapat dikategorikan kampanye apabila terdapat salah satu unsur visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Abhan melanjutkan, KPU pun sudah mengatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan PKPU Nomor 5 Tahun 2018 yang mengatur secara tegas tahapan kampanye.
Baca: Ombudsman Meneliti Laporan PSI soal Bawaslu
"Dalam peraturan itu, pelaksanaan kampanye melalui iklan media massa cetak dan elektronik adalah pada 24 Maret 2019 sampai dengan 13 April 2019," ungkap Abhan.
Dengan demikian, Abhan mengatakan PSI jelas melanggar peraturan tersebut. Sebab, PSI melakukan iklan yang bermuatan kampanye di Surat Kabar Jawa Pos pada 23 April 2018.
"Tayangan gambar simbol parpol yang disertai dengan nomor urut peserta pemilu adalah termasuk dalam kegiatan kampanye pemilu. Sebab, memenuhi unsur meyakinkan pemilih dengan menawarkan citra diri peserta pemilu," ujar Abhan.
Namun, Anggota KPU Wahyu Setiawan mengatakan tayangan iklan PSI di Surat Kabar Jawa Pos tidak termasuk sebagai metode sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai politik.
Baca: Citra Diri Dirumuskan Sebelum Pelanggaran PSI
Atas ketidaksepahaman Bawaslu dengan KPU, Abhan mengakui akan berimplikasi sangat panjang terhadap penegakan hukum. Ia pun mengatakan akan mengkaji hal tersebut.
"Kami nanti akan kaji secara mendalam apa langkah yang akan kami ambil atas ketidakkonsistenan Wahyu Setiawan," terang Abhan.
Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo meyakini, keterangan dari KPU yang menyatakan, perbuatan PSI bukan termasuk kampanye di luar jadwal akan berdampak terhadap ketidaktertiban pemilu.
"Kami memprediksi ini akan menjadi peluang untuk dimanfaatkan partai politik lain atas keterangan KPU itu," ucap Ratna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)