Jakarta: Seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 menjadi momen pertaruhan DPR RI dalam merealisasikan amanat konstitusi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menyebut, komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Menurut Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Titi Anggraini, realisasi amanat tersebut akan membuktikan bahwa DPR, dalam hal ini Komisi II, berkomitmen menghadirkan kebutuhan penyelenggaraan pemilu yang inklusif. Namun, jika jumlah perempuan yang dipilih hanya satu, DPR hanya akan menjadi aktor negara penghambat keterwakilan perempuan.
"Jadi jangan heran kalau kemudian kita berhadapan dengan situasi kesulitan, kerumitan, untuk menghadirkan keterwakilan perempuan yang lebih baik di berbagai institusi politik dan publik," kata Titi dalam konferensi pers daring, dilansir Media Indonesia, Minggu, 13 Februari 2022.
Baca: Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu, DPR Diingatkan soal Keterwakilan 30% Perempuan
Lebih jauh, ia juga menyebut proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tidak menggunakan mekanisme pasar bebas. Sebaliknya, DPR sendiri lah yang mengendalikan pasar. Oleh karena itu, Titi mengatakan DPR lebih mudah mewujudkan komitemen keterwakilan anggota perempuan dalam KPU dan Bawaslu.
Titi berharap, keputusan Komisi II nantinya merupakan refleksi dari keberpihakan dan komitmen partai politik di DPR. Hal tersebut akan menggambarkan bahwa rangkaian seleksi calon anggota penyelenggara pemilu betul-betul proses yang bermakna dengan memperhatikan kompetensi, rekam jejak, serta inklusifitas.
"Ataukah sekadar hanya menjadi stempel kesepakatan-kesepakatan politik yang sebetulnya sudah terbangun sebelum itu?" tandas Titi.
Hal senada juga disampaikan Sekertaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka. Menurutnya, dorongan untuk merealisasikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen adalah langkah awal terwujudnya mekanisme kerja berkeadilan gender dan inklusi sosial.
"Ke depan, saya yakin juga mungkin calon-calon laki-laki yang lainnya itu juga punya perspektif yang sama dan mau memperjuangkan hal-hal yang sama juga yang diperjuangkan anggota perempuan," ujar Mike.
Jakarta: Seleksi calon anggota
KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 menjadi momen pertaruhan DPR RI dalam merealisasikan amanat konstitusi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menyebut, komposisi keanggotaan KPU dan
Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Menurut Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Titi Anggraini, realisasi amanat tersebut akan membuktikan bahwa DPR, dalam hal ini Komisi II, berkomitmen menghadirkan kebutuhan penyelenggaraan pemilu yang inklusif. Namun, jika jumlah perempuan yang dipilih hanya satu, DPR hanya akan menjadi aktor negara penghambat keterwakilan perempuan.
"Jadi jangan heran kalau kemudian kita berhadapan dengan situasi kesulitan, kerumitan, untuk menghadirkan keterwakilan perempuan yang lebih baik di berbagai institusi politik dan publik," kata Titi dalam konferensi pers daring, dilansir
Media Indonesia, Minggu, 13 Februari 2022.
Baca:
Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu, DPR Diingatkan soal Keterwakilan 30% Perempuan
Lebih jauh, ia juga menyebut proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tidak menggunakan mekanisme pasar bebas. Sebaliknya, DPR sendiri lah yang mengendalikan pasar. Oleh karena itu, Titi mengatakan DPR lebih mudah mewujudkan komitemen keterwakilan anggota perempuan dalam KPU dan Bawaslu.
Titi berharap, keputusan Komisi II nantinya merupakan refleksi dari keberpihakan dan komitmen partai politik di DPR. Hal tersebut akan menggambarkan bahwa rangkaian seleksi calon anggota penyelenggara pemilu betul-betul proses yang bermakna dengan memperhatikan kompetensi, rekam jejak, serta inklusifitas.
"Ataukah sekadar hanya menjadi stempel kesepakatan-kesepakatan politik yang sebetulnya sudah terbangun sebelum itu?" tandas Titi.
Hal senada juga disampaikan Sekertaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka. Menurutnya, dorongan untuk merealisasikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen adalah langkah awal terwujudnya mekanisme kerja berkeadilan gender dan inklusi sosial.
"Ke depan, saya yakin juga mungkin calon-calon laki-laki yang lainnya itu juga punya perspektif yang sama dan mau memperjuangkan hal-hal yang sama juga yang diperjuangkan anggota perempuan," ujar Mike.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DEV)