Jakarta: Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai berlebihan. Apalagi, dasar pemecatan Arief yang mengeluarkan surat KPU meminta Komisioner Evi Novida Ginting Manik kembali bertugas juga dilatarbelakangi putusan DKPP dan pengadilan.
"Putusan DKPP dan Putusan PTUN itu wajib ditindaklanjuti oleh Ketua KPU secara kelembagaan," kata peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Ihsan Maulana, dalam diskusi secara daring, Sabtu, 16 Januari 2021.
Ihsan menjelaskan putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tertanggal 18 Maret 2020 terkait pemecatan Evi Novida Ginting Manik bersifat final dan mengikat. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 458 ayat 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Selain itu, Putusan MK Nomor 31/PUU-XI/2013 juga mempertegas tafsir konstitusional bahwa putusan DKPP bersifat final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan Bawaslu. Di sisi lain, keputusan pemecatan Evi terbentur putusan PTUN
Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT yang membatalkan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 34/P.Tahun 2020.
"Kepres mengatur tentang pemberhentian secara tidak terhormat pada Evi untuk melengkapi putusan DKPP," ujarnya.
Ihsan menuturkan KPU wajib menindaklanjuti putusan PTUN tersebut. Jika tidak, KPU disebut melawan hukum. Skema ini membuat Arief Budiman yang menjabat sebagai Ketua KPU harus menghadapi dua putusan yang harus ditindaklanjuti, namun bersubstansi sangat berbeda.
Sehingga, Arief Budiman menindaklanjuti putusan PTUN tersebut dengan mengeluarkan surat KPU yang meminta Evi kembali melaksanakan tugas. Menurut Ihsan, keputusan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pembangkangan terhadap putusan DKPP.
"Maka sangat terlampau jauh jika DKPP akhirnya memutuskan untuk melakukan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU dalam kasus demikian," kata Ihsan.
Baca: Dilengserkan, Arief Budiman Tetap Berstatus Anggota KPU
DKPP memberhentikan Arief Budiman sebagai ketua KPU. Arief terbukti melanggar kode etik. Keputusan tersebut disampaikan dalam sidang etik putusan perkara dengan nomor 123-PKE-DKPP/X/2020. Arief juga mendapat sanksi peringatan keras.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku ketua KPU RI,” tulis putusan DKPP.
Arief Budiman angkat bicara soal putusan DKPP memecat dirinya. Ada dua pokok aduan yang tercantum dalam putusan DKPP yang langsung dibantah Arief.
Jakarta: Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (
DKPP) yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai berlebihan. Apalagi, dasar pemecatan Arief yang mengeluarkan surat KPU meminta Komisioner Evi Novida Ginting Manik kembali bertugas juga dilatarbelakangi putusan DKPP dan pengadilan.
"Putusan DKPP dan Putusan PTUN itu wajib ditindaklanjuti oleh Ketua KPU secara kelembagaan," kata peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Ihsan Maulana, dalam diskusi secara daring, Sabtu, 16 Januari 2021.
Ihsan menjelaskan putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tertanggal 18 Maret 2020 terkait pemecatan Evi Novida Ginting Manik bersifat final dan mengikat. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 458 ayat 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Selain itu, Putusan MK Nomor 31/PUU-XI/2013 juga mempertegas tafsir konstitusional bahwa putusan DKPP bersifat final dan mengikat bagi Presiden,
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan Bawaslu. Di sisi lain, keputusan pemecatan Evi terbentur putusan PTUN
Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT yang membatalkan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 34/P.Tahun 2020.
"Kepres mengatur tentang pemberhentian secara tidak terhormat pada Evi untuk melengkapi putusan DKPP," ujarnya.
Ihsan menuturkan KPU wajib menindaklanjuti putusan PTUN tersebut. Jika tidak, KPU disebut melawan hukum. Skema ini membuat Arief Budiman yang menjabat sebagai Ketua KPU harus menghadapi dua putusan yang harus ditindaklanjuti, namun bersubstansi sangat berbeda.
Sehingga, Arief Budiman menindaklanjuti putusan PTUN tersebut dengan mengeluarkan surat KPU yang meminta Evi kembali melaksanakan tugas. Menurut Ihsan, keputusan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pembangkangan terhadap putusan DKPP.
"Maka sangat terlampau jauh jika DKPP akhirnya memutuskan untuk melakukan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU dalam kasus demikian," kata Ihsan.
Baca:
Dilengserkan, Arief Budiman Tetap Berstatus Anggota KPU
DKPP memberhentikan Arief Budiman sebagai ketua KPU. Arief terbukti melanggar kode etik. Keputusan tersebut disampaikan dalam sidang etik putusan perkara dengan nomor 123-PKE-DKPP/X/2020. Arief juga mendapat sanksi peringatan keras.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku ketua KPU RI,” tulis putusan DKPP.
Arief Budiman angkat bicara soal putusan DKPP memecat dirinya. Ada dua pokok aduan yang tercantum dalam putusan DKPP yang langsung dibantah Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)