Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, menilai permasalahan itu mesti menjadi pelajaran bagi partai politik (parpol). Khususnya, dalam mengusung pasangan calon (paslon) kepala daerah.
"Menjadi pembelajaran bagi parpol yang harus cermat dalam menjaring bakal paslon kepala daerah. Sebelum memutuskan untuk memberikan rekomendasi kepada paslon yang maju pemilihan kepala daerah," ujar Ihsan dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 April 2021.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ihsan menyambut baik putusan MK yang mengharuskan pemungutan suara ulang (PSU) dan mendiskualifikasi Orient. Sebab, Orient terbukti memiliki dua kewarganegaraan, yakni Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Putusan MK, kata Ihsan, menjadi refleksi bagi bakal paslon kepala daerah untuk jujur dalam pencalonan. Asas kepemiluan, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil harus ditegakkan.
"Kasus Orient menunjukkan, ada asas jujur yang diingkari dalam aspek syarat pencalonan yang dilanggar. Sehingga mengakibatkan diskualifikasi sekalipun paslon tersebut menang," ujar Ihsan.
Baca: Terbukti Berkewarganegaraan AS, MK Diskualifikasi Orient-Thobias
PSU di Kabupaten Sabu Raijua dipandang tak mudah. Selain kawasan tersebut dalam tahap pemulihan pascabencana alam, pandemi covid-19 yang belum berakhir juga masih menjadi tantangan pemilihan.
"Tantangan lain adalah ketersediaan anggaran PSU yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah Sabu Raijua agar pelaksanaan PSU berjalan optimal," ujar Ihsan.
MK menganulir kemenangan paslon Pilbup Sabu Raijua 2020 nomor urut dua Orient P Riwu Kore dan Thobias Uly. Orient terbukti memiliki paspor AS yang aktif sampai 2027.
Secara faktual, Orient juga memiliki paspor Indonesia dan KTP elektronik. Orient memiliki dua kewarganegaraan yang bertentangan dengan syarat pemilihan di Indonesia. Yakni, harus memiliki kewarganegaraan tunggal.