Ilustrasi. MI/Seno
Ilustrasi. MI/Seno

Diskusi Moya Institute: Demokrasi Indonesia Bertumbuh, Tapi Malu-malu

Antara • 06 Maret 2021 18:16
Jakarta: Diskusi yang digelar Moya Institute menyimpulkan, demokrasi Indonesia terus bertumbuh. Ini ditandai dengan fenomena muncul banyaknya partai politik (parpol) baru. Meski begitu, pertumbuhan demokrasi Indonesia masih malu-malu.
 
"(Banyaknya parpol) sebetulnya turut memperkaya khasanah demokrasi di Indonesia dengan segala peristiwa politik terjadi. Apalagi, pada saat pandemi covid-19 saat ini yang membuat demokrasi jadi terbatas," kata Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 6 Maret 2021.
 
Moya Institute menggelar diskusi virtual bertema "Demokrasi Indonesia di Simpang Jalan?", kemarin. Hadir sebagai pembicara utama adalah Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta. 

Anis mengatakan selama 20 tahun terakhir di Indonesia, perubahan sosial terasa lebih cepat dan besar ketimbang reformasi politik. Penyebabnya, kondisi struktural dengan bonus demografi. Lalu terbentuknya kelas menengah baru yang jumlahnya cukup banyak, tren pertumbuhan populasi urban, serta infiltrasi global.
 
"Meski begitu, reformasi ketatanegaraan juga bisa menciptakan keseimbangan baru dan stabilitas politik Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di dunia," ujar Anis.
 
Wakil Ketua Parta Gelora Indonesia yang juga narasumber diskusi, Fahri Hamzah, menjelaskan sekarang ini elite di Indonesia tidak menunjukkan keseriusan berdemokrasi. Menurut dia, kondisi begitu terjadi sebab telah terlalu lamanya Indonesia dalam kungkungan sistem politik kerajaan sekaligus mengalami masa kolonialisme imperialisme.
 
"Cita rasa, kebebasan melemah, dan harus mengikuti maunya negara. Itu sama saja dengan kudeta yang harus dicemaskan," kata Fahri.
 
Narasumber lainnya, pengamat politik sekaligus Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Komaruddin Hidayat, mengungkapkan proses demokrasi di Indonesia terasa terlalu mengikat dan normatif karena menerapkan referensi dari Barat.
 
"Jadinya, demokrasi di Indonesia lebih dekat ke informasi untuk mempengaruhi opini masyarakat, jadi market. Informasi bertemu dengan realitas masyarakat yang pluralis dan religius membuat kadang sinkron, kadang berbenturan," ujar Komaruddin.
 
 
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan