Jakarta: Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan kesepakatan jeda kemanusiaan di Papua sudah melewati diskusi panjang dan melibatkan berbagai pihak. Selain pemerintah, pembahasan juga disebut melibatkan perwakilan dari Papua.
Ahmad menjelaskan untuk mewujudkan perdamaian dan situasi yang kondusif di Papua perlu ada penghentian kekerasan, khususnya dari semua pihak yang bersenjata. Selama lebih dari setahun meramu substansi perjanjian tersebut bersama masyarakat Papua, pemerintah dan pihak-pihak terkait di Jakarta turut memberi dukungan.
"Di Jakarta juga begitu, Presiden, Menko Polhukam, Panglima TNI saat itu masih Pak Andika (Jenderal Andika erkasa), dan Kapolri semua mendukung gagasan Komnas untuk inisiasi damai," ujar Taufan kepada Media Indonesia, Kamis, 9 Februari 2023.
Ia mempertanyakan langkah komisioner Komnas HAM periode 2022-2027. Menurut dia, perlu ada kajian komprehensif dan melibatkan masyarakat Papua langsung terkait kebijakan itu.
"Apa ada omong-omong dengan tokoh-tokoh Papua? Kemudian apa solusi yang ditawarkan? Mestinya pelajari dulu baik-baik, kan bahan-bahan sudah kami sampaikan lengkap. Yang paling pokok, pergilah dulu ke Papua, bertemu dengan tokoh-tokoh di sana," ungkap dia.
Komisioner Komnas HAM periode 2022-2027 memutuskan untuk menghentikan kesepakatan di Papua. Keputusan tersebut dibuat lantaran menurut mereka terdapat kejanggalan dalam prosedur pembuatan dan ada ketidaksesuaian posisi Komnas HAM dalam perjanjian itu
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan Komnas HAM tidak pada posisi untuk melanjutkan kesepakatan tersebut. Kesepakatan Jeda Kemanusiaan di Papua merupakan inisiatif dari komisioner Komnas HAM periode 2017-2022.
Perjanjian tersebut merupakan upaya untuk menghentikan sementara kontak senjata di daerah konflik di Papua. Kesepakatan diteken di Jenewa oleh Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM pada saat itu, bersama dengan pihak dari Dewan Gereja Papua, Majelis Rakyat Papua, dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). (Diza Shafira Wardoyo)
Jakarta: Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (
Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan kesepakatan jeda kemanusiaan di Papua sudah melewati diskusi panjang dan melibatkan berbagai pihak. Selain pemerintah, pembahasan juga disebut melibatkan perwakilan dari Papua.
Ahmad menjelaskan untuk mewujudkan perdamaian dan situasi yang kondusif di Papua perlu ada penghentian kekerasan, khususnya dari semua pihak yang bersenjata. Selama lebih dari setahun meramu substansi perjanjian tersebut bersama masyarakat Papua, pemerintah dan pihak-pihak terkait di Jakarta turut memberi dukungan.
"Di Jakarta juga begitu, Presiden, Menko Polhukam, Panglima TNI saat itu masih Pak Andika (Jenderal Andika erkasa), dan Kapolri semua mendukung gagasan Komnas untuk inisiasi damai," ujar Taufan kepada
Media Indonesia, Kamis, 9 Februari 2023.
Ia mempertanyakan langkah komisioner
Komnas HAM periode 2022-2027. Menurut dia, perlu ada kajian komprehensif dan melibatkan masyarakat Papua langsung terkait kebijakan itu.
"Apa ada omong-omong dengan tokoh-tokoh Papua? Kemudian apa solusi yang ditawarkan? Mestinya pelajari dulu baik-baik, kan bahan-bahan sudah kami sampaikan lengkap. Yang paling pokok, pergilah dulu ke Papua, bertemu dengan tokoh-tokoh di sana," ungkap dia.
Komisioner Komnas HAM periode 2022-2027 memutuskan untuk menghentikan kesepakatan di
Papua. Keputusan tersebut dibuat lantaran menurut mereka terdapat kejanggalan dalam prosedur pembuatan dan ada ketidaksesuaian posisi Komnas HAM dalam perjanjian itu
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan Komnas HAM tidak pada posisi untuk melanjutkan kesepakatan tersebut. Kesepakatan Jeda Kemanusiaan di Papua merupakan inisiatif dari komisioner Komnas HAM periode 2017-2022.
Perjanjian tersebut merupakan upaya untuk menghentikan sementara kontak senjata di daerah konflik di Papua. Kesepakatan diteken di Jenewa oleh Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM pada saat itu, bersama dengan pihak dari Dewan Gereja Papua, Majelis Rakyat Papua, dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
(Diza Shafira Wardoyo) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)